Mohon tunggu...
Muhamad Taufik Bintang Kejora
Muhamad Taufik Bintang Kejora Mohon Tunggu... Dosen - Edupreneur

Edupreneur

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Strategis Pendidikan Agama Islam dalam Penguatan Pendidikan Karakter Era Revolusi Industri 4.0

15 Februari 2021   12:12 Diperbarui: 15 Februari 2021   12:22 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhamad Taufik BK pada International Conference ARICIS III UIN AR-RANIRY ACEH/dkopri

Muhamad Taufik BK

Pada tulisan kali ini merupakan intisari artikel yang pernah saya seminarkan pada acara seminar internasional Pendidikan Islam  : INTERNATIONAL CONFERENCE ON ACEH AND INDIAN OCEAN STUDIES "Reawakening Islamic Civilization: Revitalizing Wasatiyat in the Contemporary World" yang diselenggarakan oleh Pascasarjana UNIVERSITAS ISLAM NEGER AR-RANIRY pada 14-16 November 2019 lalu. Dan Alhamdulillah saya meraih Presenter dan papper terbaik (bestpapper).

Teman-teman bisa download artikel asli dalam bahasa Inggris (pdf) pada jurnal Islam FUTURA UIN AR-RANIRY ACEH terakreditasi SINTA-2 pada link : https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/view/5797

Adapun yang ditampilkan  kali ini adalah bagian pembahasan utama dari artikel utama. Semoga bermanfaat.....

Pemberian Penghargaan Best Papper ARICIS III UIN AR-RANIRY ACEH/dokpri
Pemberian Penghargaan Best Papper ARICIS III UIN AR-RANIRY ACEH/dokpri
Revolusi industri keempat (Industri 4.0) telah menjadi topik utama di seluruh dunia. Era Industry 4.0 merangsang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui Internet of Things (IoT), Internet of Services (IoS), Internet of Data (IoD) dan Cyber-Physical Systems (CPS) yang menghasilkan penciptaan mesin pintar atau robot otonom. Era Industri 4.0 mendapat respon cepat di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pemerintah Indonesia mengimbau kepada bangsa Indonesia literasi teknologi dalam semua aspek, terutama pada aspek pendidikan (Anwar et al. 2018).

Di era revolusi industry 4.0 tenaga manusia digantikan oleh mesin yang terkoneksi secara digital melalui jaringan internet. Maka tak heran banyak dunia usaha atau profesi yang gulung tikar karena tidak mampu beradaptasi dan berinovasi. Menurut survei WEF sebagaimana dikutip oleh (Vuksanovi, Ugarak, and Korok (2016), pada tahun 2020 sebanyak lima juta lapangan pekerjaan bisa hilang karena menggunakan digitalisasi dalam industri negara-negara modern. 

Survey tersebut diperkuat oleh hasil penelitian  McKinsey pada 2016  bahwa dampak dari digital tecnology menuju revolusi industri 4.0 dalam lima tahun kedepan akan ada 52,6 juta jenis pekerjaan akan mengalami pergeseran atau hilang dari muka bumi (Priyatmoko 2018: 12). Digitalisasi akan dengan cepat menghentikan permintaan pasar untuk produk yang dibuat oleh teknologi yang sudah ketinggalan zaman karena kurangnya kualitas, dan produksi semacam itu harus ditutup karena biaya tinggi dan inefisiensi. Penerapan dari digitalisasi ini tentunya memberikan dampak signifikan pada industri di negara berkembang termasuk di Indonesia.

Hasil penelitian di atas memberikan pesan bahwa dalam kompetisi global era 4.0 harus dipersiapkan mental dan skill yang mempunyai keunggulan persaingan (competitive advantage) dari lainnya. Skill utama yang harus dimiliki adalah mempunyai perilaku yang baik (behavioral attitude), meningkatkan kompetensi diri dan memiliki semangat literasi. Bekal persiapan diri tersebut dapat dilalui dengan jalur pendidikan (long life education) dan konsep diri melalui pengalaman bekerjasama lintas generasi/lintas disiplin ilmu (experience is the best teacher)(Syam and Arifin 2017; Suwardana 2018).

Saat ini apa yang dinamakan era 4.0 merupakan era di mana informasi dapat dengan cepat disebarluaskan dan diterima dari berbagai penjuru dunia. Melalui smart phone orang dapat mengakses beragam informasi dan transaksi. Keterbukaan akses komunikasi dan informasi ini dapat disalahgunakan dan memberi dampak negatif apabila tidak dibarengi karakter yang baik. Penyalahgunaan media informasi akan memberi dampak terhadap  permasalahan sosial yang berkepanjangan.  Merebaknya perilaku korupsi, konflik, tawuran, perilaku anarkis, bullying, pornografi, seks bebas, meningkatnya kriminalitas, perkosaaan, pembunuhan, rendahnya etos kerja, ketidak adilan penegakkan hukum, hilangnya rasa hormat dan lain sebagainya menjadi budaya di tengah masyarakat yang membuat bangsa ini sulit bangkit dari keterpurukan (Paryana 2014). Kondisi ini diperparah adanya fakta  Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat korupsi sangat tinggi di dunia. Kecintaan akan budaya tradisional sebagai warisan adi luhung bangsa pun kian terkikis. Seolah bangsa ini mulai kehilangan nasionalisme dan rasa ke-Indonesiaannya (Budimansyah, 2012).

Dari berbagai literature, dapat dijumpai sekurang-kurangnya delapan penyakit yang dijumpai dalam masyarakat modern (Nata 2005: 82). Pertama, disintegrasi antar ilmu pengetahuan yang berakibat timbulnya pengkotak-kotakannya aka pikiran manusia dan cenderung membingungkan masyarakat. Kedua, kepribadian yang terpecah (splite personality) sebagai dampak dari kehidupan yang dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang terlampau terspesialisasi dan tidak berwatak nilai-nilai ketuhanan. Ketiga, dangkalnya rasa keimanan, ketakwaan serta kemanusiaan sebagai akibat dari kehidupan yang terlampau rasionalistik dan indivodualistik. Keempat, timbulnya pola hubungan yang materialistic sebagai akibat dari kehidupan yang mengejar duniawi secara berlebihan. Kelima, cenderung menghalalkan segala cara sebagai akibat paham hedonisme yang melanda kehidupan. Keenam, mudah stress dan frustasi, sebagai akibat terlampau percaya dan bangga terhadap kemampuan dirinya tanpa diberengi sikap tawakkal dan beriman kepada ketentuan Tuhan. Ketujuh, perasaan terasing di tengah-tengaah keramaian (lonely) sebagai akibat sikap individualistic. Delapan, kehilangan harga diri dan masa depannya, sebagai akibat dari perbuatan yang menyimpang.

Seringkali ketika terjadi krisis karakter, tuduhan diarahkan kepada pendidikan agama sebagai penyebabnya. Hal ini sangat wajar mengingat Pendidikan Agama Islam menjadi barisan terdepan mempersiapkan sumber daya manusia berkualitas baik secara hardskill maupun softskill. Pertanyaan yang muncul adalah, dimanakah peran strategis Pendidikan Agama Islam dalam penguatan karakter di era revolusi industri 4.0 ? Pertanyaan inilah yang kemudian harus dijawab sebagai tantangan eksistensi PAI di era revolusi industry 4.0.

Karakter menjadi skill utama yang harus dimiliki dalam menghadapi tantangan revolusi industry 4.0 di abad 21. Maka sangat tepat jika kemudian pemerintah melalui Perpres Nomor 87 tahun 2017 mengimplementasikan program penguatan pendidikan karakter (PPK) sebagai langkah strategis mempersiapkan SDM yang tangguh, unggul dan berdaya saing. PPK merupakan  upaya penguatan karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga. Pada implementasinya, PPK menjadi tanggung jawab satuan pendidikan  dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.

PPK dapat diimplementasikan melalui Pendidikan Agama Islam. Alasan utama adalah nilai-nilai yang terkandung dalam PPK bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai PPK berlaku universal karena dapat digunakan oleh siapa saja tanpa ada diskriminasi (Paryana, 2014: 321).  Pew Research mencatat bahwa pada 2010 populasi masyarakat penganut agama Islam di Indonesia sebanyak 209,1 juta jiwa atau sebesar 87,2%. Jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Dengan potensi human capital yang besar sebagai mayoritas di Indonesia, maka PAI memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter peserta didik.

Rasulullah SAW bersabda "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia" (Nursanti 2012). Konsep inilah yang menjadi visi-misi utama Pendidikan Agama Islam di Indonesia.  Sasaran utama Pendidikan Agama Islam adalah untuk melatih dan membentuk hati nurani yang bersih. Jika hati nurani baik maka semua perilakunya akan menjadi baik. Sebaliknya jika kondisi hati nurani buruk maka perilaku yang ditampilkan anggota tubuh lainnya juga buruk (hadis). Pandangan ini mengharuskan implementasi kurikulum di madrasah disertai dengan upaya sungguh-sungguh dan latihan (mujahadah-riyadlah) untuk membersihkan diri dari akhlak tercela (takhliyah) dan sekaligus senantiasa menghiasi diri dengan akhlak terpuji (tahliy ah) melalui pembiasaan, pembudayaan dan pemberdayaan (Madrasah 2019).

Tinjauan mengenai kurikulum nasional menempatkan PAI sebagai mata pelajaran yang wajib diajarkan sejak jenjang usia dini hingga perguruan tinggi (Zaki 2015: 41). Hal ini menjadikan PAI mampu secara strategis mengimplementasikan nilai-nilai karakter secara berkelanjutan. Keberadaan PAI berperan sebagai fasilisator yang memfasilitasi manusia untuk belajar dan berlatih mengaktualisasikan segenap potensi yang dimilikinya, baik yang bersifat fisik (jasmaniah) maupun nonfisik (rohaniah), yang profilnya digambarkan Allah dalam al-Quran sebagai sosok ulil albab, sebagai manusia muslim paripurna, yaitu manusia yang beriman, berilmu, dan selalu produktif mengerjakan amal saleh sesuai dengan tuntunan ajaran Islam (Gunawan 2012).

Pada lembaga pendidikan madrasah di bawah Kementerian Agama, PAI diajarkan dalam lima rumpun mata pelajaran yaitu Akidah akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam, Al-Qur'an Hadits, Fiqh dan Bahasa Arab. Sedangkan pada lembaga pendidikan sekolah di bawah Kementerian Pendidikan Nasional hanya satu rumpun pelajaran Pendidikan Agama Islam. Meski demikian kegiatan penguatan dan pembinaan karakter Islam dapat dilakukan melalui kegiatan pembiasaan dan ekstrakurikuler.

Kehadiran revolusi industry 4.0 merupakan peluang dan tantangan bagi Pendidikan Agama Islam di Indonesia yang tengah berbenah.  Fenomena disrupsi membuka kesempatan lahirnya digitalisasi sistem pendidikan melalui inovasi aplikasi teknologi seperti Massive Open Online Course (MOOC) dan Artificial Intelligence. MOOC adalah inovasi pembelajaran daring yang dirancang terbuka, saling berbagi, terhubung atau berjejaring satu sama lain (Rizal 2017). Prinsip ini menanda dimulainya demokratisasi pengetahuan yang menciptakan peluang bagi setiap orang untuk memanfaatkan teknologi secara produktif. Sementara Artificial Intelligence adalah mesin kecerdasan buatan yang dirancang untuk melakukan pekerjaan spesifik untuk membantu tugas-tugas keseharian manusia. Di bidang pendidikan artificial intelligence membantu pembelajaran secara individual, yang mampu melakukan pencarian informasi dan menyajikannya dengan cepat, akurat, dan interaktif (Wijayanto 2018).

istimewa
istimewa
Menghadapi revolusi industri 4.0, Pendidikan Agama Islam berperan dalam mempersiapkan generasi yang tangguh dan mandiri. Hal ini sebagaimana pesan yang terkandung dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa ayat 9 yang artinya "Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka kawatir terhadap (kesejahteraannya)." Ayat di atas memberikan peringatan sekaligus motivasi agar mempersiapkan generasi yang siap menghadapi segala tantangan zaman. Di Era disrupsi yang memiliki ciri uncertainty (ketidakpastian), complexity (kerumitan), fluctuity (fluktuasi), ambiguity (kemenduaan) berdampak terhadap kehidupan manusia. Era ini mempengaruhi kehidupan manusia untuk dapat melakukan upaya penyesuaian yang cepat terhadap setiap perubahan kehidupan secara mendasar (Madrasah 2019).

Problematika yang dihadapi di masyarakat Indonesia hari ini menghendaki visi dan orientasi pendidikan yang tidak sekedar menekankan pada kecerdasan intelektual atau aspek kognitif semata, tetapi juga pengisian jiwa, pembinaan akhlak dan ketaatan dalam menjalankan ibadah. Pendidikan Agama Islam  berperan dalam pembentukan karakter religious, mandiri dan gotong royong peserta didik melalui pembelajaran berbasis akhlak dan pembiasaan melaksanakan ritual ibadah dan pendalaman nilai-nilai spiritual seperti pembiasaan shalat dhuha, puasa hari Senin dan Kamis, hafalan doa, pembelajaran hadits, tafsir Al-Qur'an, hafalan juz'amma dan pembelajaran baca tulis al-Qur'an (BTQ).  

Pendidikan Agama Islam berupaya mengintegrasikan berbagai pengetahuan yang terkotak-kotak ke dalam ikatan tauhid yaitu sebuah keyakinan bahwa ilmu-ilmu yang dihasilkan melalui penalaran manusia merupakan bukti kasih sayang Tuhan kepada manusia. Anugerah tersebut harus diabadikan untuk beribadah kepada Tuhan melalui karya-karya manusia (Nata 2005: 83). Apa yang Tuhan karuniai sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi harus dimanfaatkan demi kemajuan bangsa dan Negara Indonesia. Disinilah peran PAI menjadi sangat penting dalam pembentukan karakter nasionalis dan integritas peserta didik. Dalam menciptakan dan memanfaatkan teknologi, peserta didik ditanamkan rasa tanggung jawab, jujur dan adil. Adil dalam arti mampu menggunakan media teknologi secara tepat guna dan maslahat. Sedangkan terkait nasonalisme, peserta didik ditanamkan rasa cinta tanah air dan pengamalan nilai-nilai Pancasila sebagai ideology Negara misalnya melalui pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam, Tarikh, dan akidah akhlak.

Dalam situasi disrupsi sebagaimana dijelaskan sebelumnya, PAI memiliki peran dan fungsi kultural yaitu suatu upaya melestarikan, mengembangkan, dan mewariskan cita-cita masyarakat. Dalam fungsi ideal, PAI menjadi kontrol nilai dan mengarahkan perkembangan masyarakat (Nata 2005). Dalam hal ini, Pendidikan Agama Islam melakukan kontrol dan pengarahan melalui evaluasi dan rekomendasi. Fungsi pengarahan yang dimaksud adalah bahwa pendidikan bertujuan membantu manusia melaksanakan fungsi kekhalifahan melalui pemberian pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang dibutuhkan dirinya dan masyarakat khususnya di era industry 4.0 yang sangat membutuhkan skill vokasional dan digitalisasi. (Al-Abrasyi 1990: 149)

Upaya penguatan karakter peserta didik harus dibarengi dengan kurikulum yang lebih berorientasi pada rekonstruksi sosial yaitu kurikulum yang memang dirancang dalam rangka perubahan sosial (Nasution 1991). Kurikulum semacam ini bersifat dinamis mengikuti perubahan dan tuntutan sosial. Kurikulum Pendidikan Agama Islam melakukan sebuah langkah rekonstruksi sosial dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Agama Nomor 183 tahun 2019 tentang Kurikulum PAI dan bahasa Arab Pada Madrasah. Kurikulum rekonstruksi sosial ini dimaksudkan agar pembelajaran PAI lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapi dalam masyarakat. Melalui interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan orang di lingkungannya dan siswa dengan sumber belajar lainnya berusaha memecahkan problema-problema yang dialaminya di masyarakat menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik (Sukmadinata 2010: 91). 

Selain penguatan karakter, PAI menyiapkan peserta didik yang memiliki empat kompetensi generik 4 C (critical thinking and problem solving, creativity, communication and collaboration) dan memiliki budaya literasi yang tinggi (Rosyada 2017). Dengan demikian maka kurikulum dan pembelajaran PAI dituntut mampu mengadaptasi perkembangan dunia modern sehingga berdaya saing tinggi, namun tetap berkarakter religius-holistk integratif sehingga mampu membentengi moral generasi bangsa dari pengaruh globalisasi yang buruk. Dalam kurikulum rekonstruksi sosial ini, PAI berusaha mendorong peserta didik memiliki pengetahuan yang cukup mengenai masalah-masalah sosial yang mendesak (crusial) dan kerjasama atau bergotongroyong untuk memecahkannya (Sukmadinata 2010).

Perubahan kurikulum membawa dampak pada pembelajaraan PAI di kelas. Proses pembelajaran PAI saat ini dituntut berorientasi pada siswa (student centered). Dalam pembelajaran dengan pendekatan berpusat pada siswa, kegiatan belajar mengajar dalam rangka memperoleh informasi dan sebagainya lebih banyak dilakukan oleh siswa. Pembelajaran PAI yang biasanya hanya bertumpu pada guru dan buku paket sebagai sumber belajar, maka kini informasi yang terdapat dalam literature dilengkapi dengan informasi dari sumber lain seperti surat kabar, majalah, radio, internet, televise, pameran, museum, galeri, kegiatan fieldtrip, kegiatan sosial yang diintegrasikan dengan kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran pun diarahkan pada critical thinking dan problem solving. Dengan cara demikian siswa terlatih bersikap kreatif, mandiri dan produktif (Nata 2005). Karakter inilah yang sangat dibutuhkan dalam mengahadapi perubahan sosial  pada masyarakat di era revolusi industry 4.0. Kondisi semacam ini pada gilirannya akan menciptakan sebuah kultur masyarakat belajar (learning society). 

PAI melalui pembelajaran di kelas mengajarkan keteladanan bagi peserta didik. Pembelajaran dengan cara lama yang dianggap menghambat percepatan skill peserta didik harus diubah atau bahkan diganti. Guru dalam hal ini harus siap meng-update dan meng-upgrade skill dan kompetensinya. Di era keterbukaan informasi seperti saat ini, siswa dapat dengan mudah mendapatkan pengetahuan melalui internet yang terkoneksi dengan smartphone yang mereka miliki. Maka tugas dan peran guru sebagai informator dalam transfer of knowledge mulai tergantikan oleh artificial intelligence atau kecerdasan buatan. Bahkan bisa dikatakan bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa melalui media internet jauh lebih luas dibandingkan pengetahuan yang guru ajarkan di kelas.

Peran strategis PAI dalam penguatan karakter melalui pembelajaran dilaksanakan oleh guru sebagai ujung tombak pendidikan. Guru merupakan pihak yang paling banyak bersentuhan langsung dengan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah/madrasah (Suharsaputra 2013: 166). Jika sebelumnya pendekatan yang digunakan adalah teacher centered dimana pembelajaran berpusat pada guru, kini dengan pendekatan student centered peran guru adalah sebagai fasilisator, inisiator, motivator, mediator dan evaluator. Meski kemajuan teknologi dan kecerdasan buatan mampu mengambil sebagian peran guru dalam pembelajaran sebagai informator dan transfer of knowledge, namun peran guru sebagai teladan yang mentransformasikan nilai-nilai agama, karakter, akhlak dan budaya tetap tak dapat digantikan. Peserta didik membutuhkan sosok yang mampu membimbing, mengarahkan dan menjadi teladan dalam akivitas belajar.

Peran guru PAI sebagai fasilisator adalah memfasilitasi siswa memanfaatan teknologi untuk pembelajaran (Sukmadinata 2010) secara bijak dan tepat sasaran. Sebagai motivator adalah mengarahkan peserta didik bahwa pada era sekarang, membekali diri dengan pengetahuan teknologi merupakan hal yang penting,  akan tetapi membekali diri dengan pengetahuan agama dan karakter jauh lebih penting. Sebagai inisiator, guru menjadi pihak yang menginspirasi siswa bahwa adanya revolusi industri 4.0, mempelajari sains dan teknologi menjadi semakin mudah, namun hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menjadi manusia berkarakter dan religius agar bijak menggunakan teknologi baik masa kini hingga masa depan. Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam mampu menyiapkan generasi yang akan memiliki nilai-nilai karakter, agamis dan mampu menyejahterakan kehidupan berbasis teknologi.

REFERENSI

Al-Abrasyi, Ahmad Fuad. 1990. Al-Tarbiyah Al-Islamiyah Fi Al-Qur'an Al-Karim. 1st ed. Mesir: Dasar al-Fikr.

Antunes, Joaquim, Antnio Pinto, Pedro Reis, and Carla Henriques. 2018. "Industry 4.0: A Challenge of Competition." Millenium - Journal of Education, Technologies, and Health, no. 6: 89--97. https://doi.org/10.29352/mill0206.08.00159.

Anwar, Chairul, Antomi Saregar, Uswatun Hasanah, and Widayanti Widayanti. 2018. "The Effectiveness of Islamic Religious Education in the Universities: The Effects on the Students' Characters in the Era of Industry 4.0." Tadris: Jurnal Keguruan Dan Ilmu Tarbiyah 3 (1): 77. https://doi.org/10.24042/tadris.v3i1.2162.

Atik Maisaro, Bambang Budi Wiyono, Imron Arifin. 2018. "Manajemen Program Penguatan Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar." Jurnal Adminitrasi Dan Manajemen Pendidikan 1 (3): 302--12.

Gunawan, Hari. 2012. Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: Alfabeta.

Iswan dan Herwina. 2018. "Penguatan Pendidikan Karakter Perspektif Islam dalam Era Millenial IR. 4.0." Seminar Nasional Pendidikan Era Revolusi "Membangun Sinergitas Dalam Penguatan Pendidikan Karakter Pada Era IR 4.0," 1:21--42. Jakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta, Indonesia,.

Latip, Asep Ediana. 2014. "Harapan Pendidikan Nasional Pada Jenjang Pendidikan Dasar dalam Pembangunan Karakter Budaya Dan Daya Saing Bangsa." In Prosiding Konferensi Nasional Pendidikan Dasar Sps Universitas Pendidikan Indonesia "Pendidikan Berkualitas Dalam Membangun Generasi Emas 2045," edited by Edison and Krisna Anggraeni, 440--48. Bandung: SPs Universitas Pendidikan Indonesia.

Lickona, T. 2012. Educating for Character (Mendidik Untuk Membentuk Karakter). Jakarta: Bumi Aksara.

Madrasah, Direktorat Kskk. 2019. Keputusan Menteri Agama Nomor 184 Tahun 2019 Tentang Pedoman Implementasi Kurikulum Pada Madrasah. Jakarta: Kementerian Agama RI.

Muhaimin. 2018. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Nasution, Sawaluddin. 1991. Pengembangan Kurikulum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Nata, Abudin. 2005. Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di Indonesia. Bogor: Kencana.

Nawarti, S. 2011. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia.

News, Sindo. 2019. "Tiga Skills Diperlukan Untuk Hadapi Revolusi Industri Era 4.0." Nasional.Sindonews.Com. 2019. https://nasional.sindonews.com/read/1388305/15/tiga-skills-diperlukan-untuk-hadapi-revolusi-industri-era-40-1553038602.

Ning, Huan Sheng, and Hong Liu. 2015. "Cyber-Physical-Social-Thinking Space Based Science and Technology Framework for the Internet of Things." Science China Information Sciences 58 (3): 1--19. https://doi.org/10.1007/s11432-014-5209-2.

Nursanti, Ririn. 2012. "Manajemen Peningkatan Akhlak Mulia Di Sekolah Berbasis Islam." Jurnal Kependidikan 66 (2): 37--39.

Paryana, Yayan. 2014. "Pendidikan Karakter Di Sekolah Dasar." In Prosiding Konferensi Nasional Pendidikan Dasar Sps Universitas Pendidikan Indonesia "Pendidikan Berkualitas Dalam Membangun Generasi Emas 2045," edited by Edison and Krisna Anggraeni, 319--25. Bandung: SPs Universitas Pendidikan Indonesia.

Priyatmoko, S. 2018. "Memperkuat Eksistensi Pendidikan Islam Di Era 4.0." Ta'lim: Jurnal Studi Pendidikan Islam 1 (2): 1--19.

Puncreobutr, Vichian. 2016. "Education 4.0: New Challenge of Learning." Humanitarian and Socio-Economic Sciences 2 (2): 92--97. http://scopuseu.com/scopus/index.php/hum-se-sc/article/view/188.

Ramayulis. 2004. Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Rizal, Muhamad nur. 2017. "Menghadapi Era Disrupsi." REPUBLIKA.CO.ID, November 2017. https://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/17/11/24/ozw649440-.

Rosyada, Dede. 2017. "Menjadi Guru Di Abad 21." UIN Jakarta. 2017. https://www.uinjkt.ac.id/id/menjadi-guru-di-abad-21/.

Setiawan, Wahyu, and Naila Najihah. 2018. "How Islamic University Beneficial For 4.0?" In Proceedings of International Conference "Internationalization of Islamic Higher Education Institutions Toward Global Competitiveness," 305--12. Semarang.

Shahroom, Aida Aryani, and Norhayati Hussin. 2018. "Industrial Revolution 4.0 and Education." International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences 8 (9): 314--19. https://doi.org/10.6007/ijarbss/v8-i9/4593.

lusarczyk, Beata. 2018. "Industry 4.0 -- Are We Ready?" Polish Journal of Management Studies 17 (1): 232--48. https://doi.org/10.17512/pjms.2018.17.1.19.

Suharsaputra, Uhar. 2013. Administrasi Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik. Bandung: Rosda.

Suwardana, Hendra. 2018. "Revolusi Industri 4. 0 Berbasis Revolusi Mental." JATI UNIK: Jurnal Ilmiah Teknik Dan Manajemen Industri 1 (1): 102. https://doi.org/10.30737/jatiunik.v1i2.117.

Syam, Aldo Redho, and Syamsul Arifin. 2017. "Aldo Redho Syam & Syamsul Arifin, MSDM Pendidikan Islam." JAL-ASASIYYA: Journal Basic Of Education 02 (02): 1--12. http://journal.umpo.ac.id/index.php/al-asasiyya/article/viewFile/879/664.

Tafsir, Ahmad. 2004. Ilmu Pendidikan Islam Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Tim Penyusun Kemendikud. 2017a. Modul Pelatihan Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Guru. Edited by Liliana Muliastuti. Jakarta: Kemendikbud.

---------. 2017b. Modul Pelatihan Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Komite Sekolah. Edited by Liliana Muliastuti. Jakarta: Kemendikbud.

Tjandrawinata, Raymond. 2016. "Industri 4.0: Revolusi Industri Abad Ini Dan Pengaruhnya Pada Bidang Kesehatan Dan Bioteknologi," 1--12. https://doi.org/10.5281/zenodo.49404.

TR, Burhanuddin., Nuur Majid, and Rizki Hikmawan. 2018. "Implementation of Character Education Using Islamic Studies in Elementary School Teacher Training." In 4th International Conference on Teacher Training and Education (ICTTE 2018) Implementation, 262:383--87. Atlantis Press. https://doi.org/10.2991/ictte-18.2018.71.

Vuksanovi, Dragan, Jelena Ugarak, and Davor Korok. 2016. "Industry 4.0: The Future Concepts and New Visions of Factory of the Future Development." Sinteza, 293--98. https://doi.org/10.15308/sinteza-2016-293-298.

Wijayanto. 2018. "Guru Dituntut Tranformatif-Inovatif Hadapi Era 4.0." Radar Surabaya, October 2018. https://radarsurabaya.jawapos.com/read/2018/12/18/109172/guru-dituntut-tranformatif-inovatif-hadapi-era-40.

Zaki, Muhammad. 2015. "Pendidikan Agama Islam Di Berbasis Multikulturalisme." Nur El-Islam 2 (1): 41--54.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun