Mohon tunggu...
Kepariwisataan Sejarah
Kepariwisataan Sejarah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sedang dalam proses

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bukan Fiksi! Ungkap Fakta "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck"

13 Mei 2022   10:05 Diperbarui: 13 Mei 2022   10:31 9698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tahukah anda? Bahwasanya Kapal Van der Wijck ini sangat terkenal dengan karya novel Hamka. Tenggelamnya Kapal van der Wijck merupakan novel karya Hamka yang pertama kali terbit pada tahun 1938 sebagai cerita bersambung dalam rubrik "Feuilleton" majalah Pedoman Masyarakat. 

Kemudian, cerita bersambung itu dikumpulkan oleh Syarkawi dan diterbitkan di Medan oleh Penerbit Centrale Courant pada tahun 1939.

Dan juga sudah diterbitkannya film yang mengisahkan tentang kisah cinta Hayati dan Zainudin yang dipisahkan oleh tradisi adat, berlatar belakang tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Banyak orang bertanya-tanya apakah peristiwa ini hanya dibuat-buat untuk di-adakan dalam novel dan film. Ternyata tidak, Tenggelamnya kapal Van der Wijck ini adalah peristiwa nyata yang terjadi pada tahun 1936.

Nama Van der Wijck berasal dari nama Gubermur Jenderal Hindia yang memerintah tahun 1839 hingga 1899. Gubernur tersebut bernama Jonkheer Carel Herman Aart Van Der Wijck.

 Carel Herman merupakan seorang Belanda yang lahir di Ambon pada 29 Maret 1840 dan meninggal di Baarn, 8 Juli 1914.  Sepanjang hidupnya, Carel Herman mengemban misi dan operasi "Lombok Control" di bawah perintah Ratu Emma van Waldeck Pymont.

Kapal Van der Wijck adalah kapal uap  Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) yang dibangun pada tahun 1921 oleh Maatschappij Fjenoord di Rotterdam. Pada tahun  1921, kapal berangkat dari Feyenoord di Rotterdam menuju Indonesia. Saat itu, kapal tersebut beroperasi di jalur perairan teritorial Hindia Belanda dan merupakan pendahulu pelayaran nasional Indonesia (Pelni). 

Rute yang dikunjungi oleh kapal Van der Wick sesuai dengan Pedoman Komunitas (28 April 1937) antara lain Tanjung Perak (Surabaya) Tanjung Priok (Semarang) Tanjung Priok (Jakarta) Palembang. Kapal ini dijuluki "The Seagull" karena penampilannya yang sangat elegan dan tenang. Kapal Van der Wijck memiliki panjang 97,5 meter, lebar 13,4 meter, dan tinggi 8,5 meter. 

Berat kotornya 2.633 ton; berat bersih 1.512 ton; dan daya angkut 1.801 ton. Kelas pertama mengangkut 60 orang; kelas dua 34 orang, dan geladaknya mampu menampung 999 orang. Kapal ini juga punya kaitan dengan dunia pergerakan nasional. Ketika hendak dibuang ke Boven Digoel, Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir juga naik kapal ini.

Pada tanggal 20 Oktober 1936, kapal Van Der Wijck tenggelam dalam perjalanan dari Bali menuju Semarang dan berlabuh di Surabaya. Sesampainya di Surabaya, kapal tersebut memuat 150 ton besi dan 5 konektor masing-masing membawa 3 ton kargo. Pelayaran kapal mewah  berakhir di Perairan Lamongan di Jawa Timur. Hotel ini hanya berjarak 12 mil dari Pantai  Brondong, Lamongan. 

Tidak ada  angka pasti tentang berapa banyak korban di kapal itu. Menurut de Telegraaf pada 22 Oktober 1936,  153 penumpang selamat, 58 meninggal dan 42  hilang. The Queenslander, sebuah surat kabar Australia yang diterbitkan pada hari Kamis, 22 Oktober 1936, juga melaporkan tenggelamnya Vander Wijck. 

Menurut surat kabar itu, kapal terbalik 40 mil barat daya Surabaya. Setelah itu, hanya butuh 6 menit untuk seluruh badan kapal tenggelam. Ketika tenggelam, kapal itu hanya beroperasi selama 15 tahun. Kapal jenis ini biasanya berisiko saat berusia 25 hingga 30 tahun. Delapan pesawat  Dornier yang mampu mendarat di permukaan air dikerahkan untuk menyelamatkan penumpang. 

Perahu nelayan juga telah bergerak untuk menyelamatkan korban Van der Wijck. Sekitar 20 penumpang berhasil dievakuasi dengan selamat menggunakan pesawat dan dibawa ke Surabaya. Sementara itu, kapal nelayan menyelamatkan puluhan penumpang Eropa dan lokal ke daratan.

Untuk memperingati peristiwa ini, sebuah monumen didirikan di distrik Brondong Lamongan. Monumen Van der Wijck terletak di pelataran Perum Halaman Kantor Perikanan cabang Samudera Brondong, di belakang gerbang menuju Pelabuhan Brondong dan Lapangan Pelelangan Ikan. 

Monumen Van der Wijck memiliki dua prasasti  di dinding barat dan timur monumen. Prasasti tersebut terbuat dari plat besi dan diukir dalam bahasa Belanda dan Indonesia. Monumen ini didirikan oleh Belanda untuk mengenang kisah tenggelamnya kapal  di perairan Lamongan. Tugu tersebut juga ditulis sebagai ucapan terima kasih dari Belanda kepada masyarakat Lamongan atas bantuannya saat  terjadi bencana.

 Jadi, peristiwa ini memang berdasarkan kisah nyata bukan hanya fiksi yang dibuat untuk latar belakang novel karya hamka dan film-nya saja. Kisah cinta Hayati dan Zainudin pun dikabarkan kisah nyata namun alur nya saja ada yang dilebih-lebihkan untuk kepentingan film. 

Bahkan, titik tenggelamnya kapal itu hingga sekarang dikenal angker oleh warga lamongan. Sehingga warga setempat, enggan dan tidak berani untuk menangkap ikan di sekitar lokasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun