Bagaimana kalau sekolah kita bersih, tertata rapih, toiletnya juga bersih, setiap ruangannya harum. Jangan ditanya, pasti kita betah berlama-lama dalam proses belajar mengajar.
Sekolah sebagai tempat atau lingkungan dimana situasi pendidikan berlangsung, besar sekali pengaruhnya terhadap motivasi belajar siswa. Yang pada akhirnya bermuara pada perolehan prestasi siswa.
Perolehan prestasi yang diharapkan tidak saja merupakan kebanggaan siswa dan orang tua, akan tetapi merupakan kebanggaan bagi penyelenggara sekolah.
Setiap lembaga pendidikan, mengharapkan agar mutu pendidikan para lulusannya memiliki prestasi yang diharapkan.
Prestasi belajar siswa dapat dipengaruhi oleh faktor intrinsik yang berasal dari dalam dirinya sendiri (minat, perhatian, kemampuan dan kecakapan), maupun faktor ekstrinsik dari luar dirinya (lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat).
Keberadaan lingkungan sekolah dapat dibagi menjadi dua katagori:
Penataan Fisik Sekolah
Penataan ini mencakup penataan gedung sekolah, halaman sekolah, kebun, ruang perpustakaan, kantin, mushola, toilet, lapangan olah raga, dan taman.
Tujuan dari penataan ini untuk menciptakan suatu kondisi edukatif yang nyaman, aman, tenang dan tentram dengan prinsip efisiensi dan efektifitas.
Yang perlu diingat bahwa, anak merupakan figur manusia kecil yang menginginkan kebebasan bergerak. Oleh sebab itu, adanya kebebasan bergerak dalam bentuk pengawasan intensif melalui penataan lingkungan fisik sekolah, merupakan upaya bijaksana dalam melayani kebutuhan gerak para siswa.
Gedung sekolah yang bersih dan terpelihara, ruang belajar yang nyaman dan menyenangkan, halaman sekolah yang bersih dan rapih, ruang perpustakaan yang leluasa dan teratur, mushola dan toilet yang terpelihara, dan lapangan olahraga yang menantang aktivitas dan gerak anak merupakan kondisi edukatif yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan motivasi belajar anak.
Penataan Lingkungan Sekolah
Penataan ini mencakup tata tertib atau peraturan sekolah, hubungan guru dengan guru, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa dengan siswa, dan hubungan sekolah dengan masyarakat atau orang tua siswa.
Juga bentuk interaksi antara guru dengan siswa di dalam kelas pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
William Burton mengatakan “Mengajar adalah membimbing kegiatan belajar siswa sehingga ia mau belajar”.
“Teaching is the guidance of learning activities, teching is for purpose of aiding the pupil learn”,
Dengan demikian, aktivitas siswa sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar, sehingga siswalah yang lebih aktif. Tetapi pada kenyataannya, di sekolah gurulah yang lebih aktif.
Betapa pentingnya aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar sehingga John Dewey, sebagai tokoh pendidikan mengemukakan tentang pentingnya prinsip ini, dengan semboyannya yaitu “learning by doing”.
Pada zaman sekarang teknologi sudah demikian maju, kita masih saja melihat metode mengajar tradisional yang digunakan oleh guru seperti metode ceramah murni.
Dalam situasi seperti ini anak harus rela duduk berjam-jam mendengarkan ceramah guru yang monoton. Guru masih dipandang sentralistik, ilmu masih dimonopoli dan tidak ada reward and judgment terhadap murid.
Di lain pihak, masih ada guru-guru yang bertindak sebagai komandan tempur dalam menyampaikan materi pelajarannya. Segala perintah dan larangannya harus selalu ditaati dan dituruti siswa.
Guru tidak mau memperdulikan segi kebutuhan mental emosional anak didik. Akibatnya siswa tidak pernah dipuji dan seolah-olah hanya guru yang bisa menyelesaikan setiap pelajarannya.
Sehingga pada akhirnya tidak ada proses demokrasi dalam pembelajaran. Ini merupakan interakasi sosial yang tidak hanya menghambat motivasi belajar anak, akan tetapi yang lebih parah lagi adalah membunuh motivasi belajarnya.
Bertitik tolak dari asumsi bahwa anak didik merupakan manusia kecil yang belum dewasa yang memerlukan bantuan, dorongan, dan arahan orang dewasa. Maka tugas guru adalah mendorong, membimbing, mengarahkan anak didik untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Bentuk interaksi yang diharapkan adalah suasana yang sangat akrab, sehingga siswa merasakan bahwa dirinya telah dididik dengan rasa tanggung jawab. Oleh karena itu, bentuk interaksi sosial yang akrab, penuh kekeluargaan antara guru dengan siswa akan dijadikan model dalam pergaulan sehari-hari oleh siswa tersebut dengan temannya.
Dan kekuatan mengubah pada akhirnya terletak di kepala, tangan, dan hati para pendidik dan karyawan di sekolah.
Dengan penataan lingkungan fisik sekolah yang bersih, serta lingkungan sosial sekolah yang baik, sedikit banyak akan berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa.
Yang akhirnya berpengaruh juga pada mutu pendidikan para lulusannya.
Sehingga biaya yang harus dikeluarkan masyarakat tidak akan menjadi masalah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H