Hari sabtu pagi saya dan keluarga sudah berkemas siap-siap akan berangkan ke curug Bangkong yang konon katanya mengandung magnet mistis. Mungkin belum ada yang tahu tentang kemistisan curug Bangkong tersebut.
Sebelum kita bercerita daya aura mistis tersebut, saya akan cerita kenapa harus ke curug Bangkong. Tidak ada yang istimewa sebenarnya, untuk pergi kesana bersama teman dan keluarga sekantor, hanya berniat untuk melepaskan dahaga dan kepenatan di akhir pekan setelah didera pekerjaan yang bertubi tubi numpuknya.
Kata orang kalau kurang piknik bisa bisa hati ini jadi panik. Sebelum terlanjur panik kami bersama akan piknik. Persoalan selanjutnya adalah tempat yang akan dituju, semua tidak ada yang memberikan masukan tempat destinasi wisatanya. Akhirnya saya mengajukan rekomendasi yaitu curug Bangkong. Sebetulnya saya blank ketika mengajukan curug Bangkong sebagai tempat "kebelet" piknik tersebut.
Tepat jam 9.00 saya berangkat menggunakan mobil yag biasa sehari hari saya gunakan ke kantor, saya menjadi draivernya sekaligus. Mobil mulai dipanaskan agar mesin performanya baik, setelah agak panas mesinnya, saya mulai mengemudikan mobil dengan alunan musik sepanjang perjalanan, anak saya yang kedua memilihkan warna musik yang disukainya yaitu habib syekh Assegaf kesayanagan anak saya. Tak terasa mobil terus melaju dengan kecepatan 80-100. Kecepatan yang  biasa saja, normal.
Setelah melewati jalan raya, mobil belok kesebalah kanan jalan, tandanya bahwa itulah rute ke curug Bangkong. Mobil mulai landai menelusuri jalan yang turun terus melewati perumahan warga dan sawah sawah yang mulai ditanami padi. Mata dibuat terbuai oleh jalan yang berkelok dan curam.
Dibelokan ada jembatan kecil yang mulai hati hati supaya mobil tidak tersandung jembatan yang menyempit. Dan akhirnya sampe juga ke lokasi parkir curug bangkong.
Setelah membayar parkir dengan harga yang sangat murah hanya Rp. 5000 per mobil. Setelah bayar parkir kami menunggu rombongan yang lainnya. Tapi karna agak lama saya memutuskan untuk terlebih dahulu berjalan ke lokasi yang kurang lebih sekitar 300 meter an dengan bayar karcis Rp. 5000 per orang.
Tepat sekitar pukul 10.00 kami tiba di lokasi curug bangkong. Sebetulnya tidak ada yang aneh, hanya ada curug yang ketinggiannya hampir mencapai 30 meter dari bawah, dan ada beberapa gazebo yang sudah didirikan oleh masyakarat setempat. Kami menyesuri jalan setapak untuk mencari gazebo yang agak besar. Aha.. kami mendapat kannya.
Disitulah kami berkumpul, dan brak perbekalan yang sengaja kami bawa dari rumah dibuka, ada bermacam macam hidangan yang dibawa, dan kami menyantapnya dengan riang gembira. Hari yang menyenangkan, hari yang menggembirakan, hari yang tidak tersekat dan terkungkung oleh ritme pekerjaan di kantor. Tidak ada kata "pekerjaan" pagi tadi yang kami bicarakan, semua menikmatinya, semua menghela nafas segar, sesegar embun pagi yang kami hirup di curug Bangkong.
Tiba tiba ada yang bertanya. Naon sih dingaranan curug bangkong (kenapa sih dinamakan curug Bangkong?), saya tidak bisa memberikan jawaban, akhirnya sesudah sampai di rumah saya coba browsing di internet tentang sejarah curug Bangkong. Lanjuut, mari kita ngopi sejenak, menghilangkan kepenatan mata dan membaca naskah artikel pendek ini. Srupuut, nyesss.
Â
Mitos Curug Bangkong
Weekend kali ini kami berkunjung ke curug bangkong objek wisata yang terletak di Desa Kertawirama Kecamatann Nusaherang Kabupaten Kuningan. Curug Bangkong memberikan nuansa alam berupa air terjun yang sejuk dan segar.
Curug Bangkong sebenarnya sudah ada sejak tahun 1920 an berupa irigasi yang mengairi sawah sawah penduduk disekitarnya. Baru pada tahun 2004 atas inisiatip warga, dibuatlah permanen sebagai objek wisata yang mendatangkan devisa pemasukan ke kas desa.
Hal lain yang menarik tentang keberadaan destinasi wisata curug Bangkong adalah kisah tentang mistis dari curug Bangkong. Tempat ini selain indah, dan sejuk, ternyata mengandung misteri yang belum  terungkap. Curug Bangkong juga sering dijadikan tempat bersemedi, laku lampah para petapa untuk mencari berkah dan kesaktian.
Dari kisah yang dihimpun dari masyarakat sekitar, konon curug Bangkong ditemukan oleh seorang petapa tua dari Kabupaten Ciamis namanya abah Wiria. Di air terjun itu abah Wiria bertirakat sambil mengajarkan cara membuat gula aren (kawung) kepada warga sekitar curug, sehingga gula kawung tersebut dapat menjadi pencaharian masyarakat setempat.
Abah wiria yang pada saat itu mendapat panggilan lagi untuk bertirakat di sebuah gua yang terdapat dibalik air terjun. Setelah berbulan bulan abah Wiria bertirakat (bertapa) masyarakat menjadi gelisah lantaran abah Wiria belum juga hadir ketengah tengah mereka. Karena merasa kehilangan kepada tokoh yang berjasa tersebut, akhirnya  masyarakat  mencari abah wiria teresebut ke air terjun, namun abah wiria tidak ditemukan.
Yang terdengar adalah suara bangkong (katak) yang suaranya terdengar ke seantero desa di Kertawirama. Katak tersebut menurut kisah merupakan jelmaan topi caping milik sesepuh desa kertawirama yang bernama abah Wiria.Â
Wallahu'alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H