Mohon tunggu...
Muhamad RaffiFadliansyah
Muhamad RaffiFadliansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

saya penikmat udara malam

Selanjutnya

Tutup

Roman

Kisah Rumah Tangga yang Kandas Akibat Ulah Mertua pada Novel Sabariah

6 Mei 2023   03:08 Diperbarui: 6 Mei 2023   10:39 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dialah Sabariah! 

Sesuai dengan namanya, Sabariah, sifatnya pun demikian, ia penyabar, berbudi pekerti, luas pandangan, dan memegang teguh kebenaran, menjaga dan merawat apa yang dia miliki. Merupakan suami dari Pulai, seorang lelaki yang baik budi, paham adat, tetapi seorang yang miskin, tidak berharta, dan seorang perantau saja.

Ketabahan dan kesetiaan merupakan prinsip dari sosok Sabariah, Pulai pergi merantau ke negeri orang untuk mencari peruntungan, tiada berkabar, berkirim surat, maupun berkirim uang belanja, Sabariah tetap berpikir positif. Dalam kelaparan dan kemelaratan yang dialaminya, ia masih tetap setia menunggu Pulai, dan selalu mendoakan segala hal baik akan suaminya.

Namun, mereka mendapatkan ujian berupa sebuah restu yang terhalang dari keluarganya sendiri, yaitu Sariaman (Ibu Sabariah) Melihat nasib anaknya bersuami dengan seorang yang tidak berharta, di perantauan pun Pulai tidak datang-datang dan mengirimkan uang, ia bersikeras memisahkan Sabariah dengan Pulai, tetapi Sabariah tetap meyakinkan akan cintanya pada Pulai kepada ibunya.

Sariaman, yang hendak menikahkannya dengan Suman, seorang yang pernah berniaga dari Bengkulu yang telah pulang kampung dan mendapat untung baik, hidupnya sudah mapan dari sebelumnya, ia sudah memiliki harta yang cukup, dan sanggup membeli apapun yang diinginkan. Sabariah, bukan main terkejut mendengar penuturan Sariaman, ibu kandungnya. Ia menangis, sesak dadanya.

Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar.

(al-Baqarah:155)

Diperantauan,  Pulai merasakan manis dan pahitnya menjadi seorang pedagang. Suatu masa, datanglah seorang kawan dari kampung halamannya, Nagari Sungai Batang, memberikan bungkusan kecil yang berisi ikan kering dan sebuah surat dari ibu kandungnya. Surat tersebut berisi tentang bagaimana keadaan keluarganya di kampung, terutama sekali istrinya, Sabariah, yang terus menerus dipaksa ibunya, Sariaman, untuk berpisah darinya dan menikah dengan Suman seorang lelaki yang sudah berharta, sementara Sabariah tengah dirundung kebimbangan, oleh karena itu, dalam isi surat itu ibunya memintanya dengan harap bahwa ia segera pulang ke kampung halaman.

Setelah meninggalkan ranah Ujung Gunung, sampailah ia di Nagari Sungai Batang, di pekan Maninjau ia pulang. Memanglah benar apa yang dikatakan ibu kandungnya. Terlebih, saat Sariaman, melihat menantunya telah pulang tetapi tidak ada hal istimewa darinya, yang ia bawa pulang dari perantauan tidak ada harta benda melimpah seperti orang-orang, bertambah kuat keinginannya memaksa Sabariah menikah dengan Suman, bahkan ia mengatakan kalau Sabariah tidak mendengarkan perkataannya, tidak mematuhi keinginannya, tidak lagi ia menganggap Sabariah sebagai anaknya. Tetapi Sabariah seorang yang tulus, keteguhan cinta dan kesetiaannya kepada Pulai, suaminya membuatnya tetap memegang teguh biduk rumah tangga mereka.

"Kata ambo tidak bertolak. Jika mati, kita sama-sama mati."

Begitulah ucapan Sabariah kepada sumainya yang hendak meninggalkannya. Bertakatlah Pulai, hilang pikiran dari mengingat Allah tatkala mendengar perkataan istrinya itu, "Adik Kandung Sabariah, relakan nyawa Adik Kandung. Sama-sama mati kota elok."

Tidak sampai Sabariah menjawab, Pulai menikam perut Sabariah, lalu ditikam pula pada lehernya. Meninggallah Sabariah. Sariaman pun mendengar suara gemuruh dari bilik, betapa terkejutnya ia melihat putrinya sudah tidak bernyawa, Pulai pun menikam Sariaman dan mendapatkan luka. Adapun Pulai, ia sempat di bawa berobat ke dokter, tetapi tak dapat ia terselamatkan, lalu meninggallah ia, sebelumnya ia sempat meminta maaf dan meninggalkan pesan kepada orang-orang yang membuat mereka yang menyaksikan menangis haru pilu. Setelah warga mendatangi dan memergokinya, terdapat maklumat tersirat bahwasannya ini merupakan peringatan akan perasaan sakit hati yang ia pendam dan dia berharap tidak akan ada kejadian sama yang terulang.

Sabariah ini adalah novel Hamka pertama dengan judul asli "Cerita si Sabariah." Novel ini ditulis dalam bahasa Minangkabau dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Sabariah diterbitkan terakhir kali pada tahun 1957 dengan bahasa Minangkabau sehingga novel ini sangat sulit ditemukan.

Banyak hikmah yang dapat kita serap daripada novel ini, dengan menghindari sifat rakus, terus berikhtiar, serta bersyukur atas nikmat yang telah diturunkan oleh Allah Swt.

Dan ketahuilah, bahwa harta dan anak-anak itu hanyalah sebagai ujian dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.

(al-Anfal:28)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun