Dalam ilmu semantik, kata kura-kura, kupu-kupu, kunang-kunang, dan kuda-kuda ini mengalami perkembangan bahasa berupa perubahan (makna) total. Faktor yang memengaruhi perubahan makna tersebut adalah adanya proses asosiasi. Proses asosiasi adalah adanya hubungan antara sebuah bentuk ujaran dengan sesuatu yang lain yang berkenaan dengan bentuk ujaran itu.
Secara sederhana dapat dikatakan apa yang diucapkan atau diujarkan berlainan makna dengan apa yang tergambarkan atau terdefinisikan oleh pikiran seseorang (Chaer, 2016: 313).
Sama halnya dengan kata kura-kura, kupu-kupu, kunang-kunang, dan kuda-kuda pada saat ini. Kata kura-kura, kupu-kupu, kunang-kunang, dan kuda-kuda sendiri berbeda maknanya dengan makna kata tersebut pada umumnya, tergantung pada konteks kalimatnya. Hal tersebut akan lebih mudah dipahami dalam contoh berikut.
(1) kura-kura itu sangat lambat jalannya.
(2) kura-kura sekali sih kamu!
Contoh (1) secara denotasi dalam KBBI kura-kura diartikan sebagai binatang melata berkaki empat, punggungnya berkulit keras, hidup di air dan di darat.
Akan tetapi, pada contoh (2) makna kata kura-kura akan berbeda dalam konteks kalimat yang cenderung memiliki makna konotasi berupa sebutan bagi mahasiswa yang kesehariannya hanya 'kuliah dan rapat' saja. Kedua contoh kalimat tersebut sama-sama tidak akan berterima apabila saling bertukar posisi. Hal inilah yang disebut sebagai asosiasi dalam ilmu semantik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kura-kura, kupu-kupu, kunang-kunang, dan kuda-kuda dalam lingkup mahasiswa mengalami perubahan makna total.Â
Perubahan tersebut bermula dari makna suatu benda, hewan, atau gerakan tertentu menjadi sebuah sebutan bagi mahasiswa yang memiliki karakter khusus dalam beraktivitas di dalam kampus.
Sumber referensi:
Buku: