Mohon tunggu...
Muhamad Redho Al Faritzi
Muhamad Redho Al Faritzi Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Rangkai Kata, Lahirkan Makna

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Punya Buku Banyak, Buat Apa?

5 September 2022   13:56 Diperbarui: 5 September 2022   20:26 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pict by : pixabay.com

"Buku banyak-banyak buat apaan, suka dibaca gak?!"

"Buku doang banyak, tapi gapernah dibaca!"

"Beli Buku terus, dibaca engga!"

Inilah kata-kata yang sering dilontarkan oleh orang-orang yang tidak tahu-menahu tentang betapa pentingnya sebuah buku. Buku adalah sesuatu yang sederhana namun dapat mengubah dunia. Itulah mengapa dari pelbagai kalangan, pepatah, motivator, ulama ataupun tokoh-tokoh di Indonesia selalu mengingatkan betapa pentingnya membaca.

Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001 persen. Berarti hanya ada 1 dari 1.000 orang yang rajin membaca. Data tersebut menempatkan Indonesia di peringkat terendah kedua versi UNESCO (Kompas.id). Tidak hanya itu, berdasarkan studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan "meraih" peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat baca.

Ini merupakan bukti betapa rendahnya minat baca kita sebagai warga negara Indonesia. Generasi kini lebih suka bermain gadget sampai berjam-jam sampai lupa waktu, sedangkan selalu mengantuk ketika membaca buku.

Berbeda dengan masyarakat Eropa, mereka dikenal sangat gemar dalam membaca. Bahkan, setiap siswa bisa membaca puluhan buku dalam setahun. Finlandia contohnya, negara ini tercatat sebagai negara dengan tingkat literasi tertinggi di dunia. 

Hal ini disebabkan negara ini menjadikan kegiatan membaca sebagai budaya. Kemudian di jepang, mereka memiliki satu hari yang dimana para siswa tidak boleh melakukan aktivitas lain selain membaca. Ini menunjukkan akan kesadaran mereka betapa pentingnya membaca dan mempunyai sistem pendidikan yang mendorong mereka untuk membaca. 

Berbeda dengan Indonesia, Taufik Ismail menyebut masyarakat Indonesia sebagai tunabaca dan pincang menulis.

Generasi sekarang, lebih memilih menghabiskan uangnya untuk sesuatu yang jauh dari kata manfaat, dibandingkan untuk membeli buku. Rasanya sayang sekali jika uang dikeluarkan untuk membeli buku. Benar apa yang dikatakan Prof. Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, bahwa sekarang orang-orang membeli buku harga 100 ribu itu (terasa) mahal, namun jika nongkrong di cafe menghabiskan 200 ribu itu (dianggap) murah. Itu berarti, menunjukkan bahwa orientasi perut lebih besar dariapda orientasi otak.

Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur, pernah berkata bahwa hanya orang bodoh yang mau meminjamkan bukunya. Dan hanya orang gila yang mau mengembalikan buku yang sudah dia pinjam. Perkataan presiden keempat ini tentunya memiliki makna tersirat di dalamnya. 

Terlepas itu bercanda atau bukan, tapi dia telah mengingatkan bahwa buku adalah sesuatu hal yang penting dan berharga, sehingga sayang sekali jika buku itu dipinjamkan atau dikembalikan setelah selesai dipinjam.

Buku bukan hanya jendela dunia, tetapi ia juga adalah semesta dan cakrawala dunia.Membaca buku harus menjadi satu hal yang wajib dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga buku itu diibaratkan oksigen, yang jika kita tidak hirup itu rasanya sesak sekali.

Menurut Najwa Syihab, bisa membaca buku dan suka membaca buku itu adalah dua hal yang berbeda. Orang yang suka membaca buku sudah pasti bisa membaca, namun orang yang bisa membaca buku belum tentu ia suka membaca. Artinya banyak sekali orang yang bisa membaca, tapi tidak mau menggunakan kemampuan membaca itu untuk suka membaca.

Ibnu sinna pernah berkata bahwa semakin bertambah bacaan dan informasi yang kau dapatkan, akan semakin luas kapasitas otakmu. Artinya membaca bukan hanya dapat meluaskan pengetahuan dan wawasan saja, tetapi mampu meluaskan kapasitas otak kita juga. Maka dengan membaca, kita dapat mengenal dunia, dan menjadi pribadi yang memiliki pengetahuan serta wawasan yang luas.

Dalam al-Qur'an surat al-Alaq ayat satu pun, manusia diperintah untuk membaca. Mengenai Surat al-Alaq ayat satu ini, Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya, bahwa diantara kemurahan Allah swt adalah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. 

Hal ini menunjukkan bahwa Allah telah memuliakan dan menghormati manusia dengan ilmu. Dan ilmu merupakan bobot tersendiri yang membedakan antara Abul Basyar (Adam) dengan malaikat. Ilmu itu adakalanya berada di hati, adakalanya berada di lisan, adakalanya pula berada di dalam tulisan tangan. 

Berarti ilmu itu mencakup tiga aspek, yaitu di hati, di lisan, dan di tulisan. Sedangkan yang di tulisan membuktikan adanya penguasaan pada kedua aspek lainnya, tetapi tidak sebaliknya. (Tafsir Ibn Katsir)

Hal tersebut menunjukkan pula bahwa ilmu itu tidak lepas dari namanya Membaca. Ilmu terlahir dan hadir dalam diri kita dari kegiatan Membaca. Jika tidak ada kebiasaan membaca, maka jangan berharap ilmu lahir dan hadir dalam diri kita. Dan jika tidak ada Ilmu dalam diri kita, jangan berharap kita dikatakan sebagai manusia.

Tidak mempunyai buku, sudah bukan lagi menjadi alasan. Kita bisa meminjam kepada teman, kerabat guru atau perpustakaan sekalipun. 

Harga buku pun, jika masih dijadikan alasan, maka --sebagaimana yang dikatakan Prof. Dr. Fahmi Zarkasyi tadi, itu artinya orientasi otak tidak diprioritaskan daripada orientasi yang lainnya.

Maka dari itu, mari bercinta dengan buku. Tenggelamlah dalam setiap bait tulisan dan berjelajahlah di 'dunia lain' yang penuh ilmu ini.

 So, apa salahnya memiliki buku banyak dan selalu menghabiskan uang untuk membeli buku?

 

Membacalah untuk mengetahui masa lalu, dan menulislah untuk memberitahukan kepada masa depan.

-Fiersa Besari

"Semakin aku banyak membaca, semakin aku banyak berpikir; semakin aku banyak belajar, semakin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apa pun."

-Voltaire

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun