Mohon tunggu...
Muhamad Redho Al Faritzi
Muhamad Redho Al Faritzi Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Rangkai Kata, Lahirkan Makna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sunni dan Syi'ah Mustahil Bersatu, Mengapa?

1 Juli 2022   14:08 Diperbarui: 1 Juli 2022   14:13 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : artikel.rumah123.com

Setelah wafatnya Rasulullah saw, islam terpecah menjadi beberapa kelompok. Diantaranya adalah Khawarij, Mu'tazilah, Murji'ah, Syi'ah dan masih banyak yang lainnya. Tentunya ini menjadi sebuah luka sejarah bagi kaum muslimin. Secara tidak langsung , dengan adanya pepercahan ini seakan-akan menafikan perjuangan dakwah rasulullah sejak dulu, yang mengerahkan seluruh hidupnya hanya untuk mendakwahkan dan menegakkan agama Islam.

Namun, dari kelompok-kelompok tersebut yang tersisa kuat sampai hari ini adalah Syi'ah. Mengingat syi'ah merupakan Ahlul-Bid'ah terbesar, tertua, dan terkekal yang melawan islam Ahlu-Sunnah wal-jama'ah atau biasa disebut Islam Sunni. Sehingga secara umum dipahami oleh dunia internasional bahwa Islam itu ada dua; Sunni (Ahlu-Sunnah) dan Syi'i (Syi'ah).[1]

Perbedaan Sunni dan Syi'ah kerap menjadi persoalan hingga memicu konflik antarsesama umat Islam. Karena mengingat adanya penyimpangan beberapa ajaran Syi'ah dari ajaran Ahlusunnah, yang sehingga konflik diantara keduanya terus saja ada sampai saat ini.

Ajaran dan doktrin-doktrin Syi'ah terus disebarkan, termasuk di Indonesia. Melalui media-media semacam radio, website dan televisi khusus milik Syi'ah, seperti IRIB (Radio Iran siaran Bahasa Indonesia), Hadi TV, TV al-Manar dan masih banyak lagi. Tidak hanya itu, penyebarannya pun diperkuat oleh Situs-situs Web khusus milik komunitas Syi'ah, yang tercatat ada 25 Situs Web. Ditambah dengan banyaknya Lembaga-lembaga, seperti Pondok Pesantren, Yayasan, dan lembaga Penerbitan. Maka tidak aneh jika Syi'ah terus bertahan sampai hari ini. Tidak seperti Mu'tazilah, Murji'ah dan lain-lain, yang media penyebarannya sangat lemah dan tentunya minim generasinya.

 Oleh karena itulah, Syi'ah disebut Ahlul-Bid'ah tertua, terbesar, dan terkekal. Mereka disebut Ahlul-Bid'ah karena membuat bid'ah-bid'ah yang sama sekali tidak diajarkan Nabi saw. Bid'ah-bid'ah sesat yang mereka buat pada pokoknya adalah (1) Imamah, (2) 'ishmah, (3) Mahdiyyah, (4) penghinaan terhadap shahabat, (5) taqiyyah, dan (6) tahrif al-Qur'an.[2]

 Para Ulama pakar perbandingan aliran Islam mencatat bahwa Syi'ah itu ada 3 jenis golongan : Pertama, Syi'ah Ghaliyah' atau 'Ghulat' yang berpandangan ekstrim seputar Ali bin Abi Thalib ra sampai pada taraf menunhankan Ali atau menganggapnya nabi. Kelompok ini sangat jelas kesesatan dan kekafirannya. 

Kedua, Syi'ah 'Rafidlah yang mengklaim adanya nash/teks wasiat penunjukan Ali sebagai khalifah dan berlepas diri dari dan bahkan mencaci dan mengkafirkan para khalifah sebelum Ali dan mayoritas para sahabat nabi. Kelompok ini telah meneguhkan dirinya ke dalam sekte Imamiyah Itsna Asyariah dan Isma'iliyah. Golongan ini disepakati kesesatannya oleh para ulama, tapi secara umum tidak mengkafirkan mereka. Ketiga, Syi'ah 'Zaidiyah' yaitu pengikut Zaid bin Ali Zainal Abidin yang mengutamakan Ali atas sahabat lain dan menghormati serta loyal kepada Abu Bakr dan Umar sebagai khalifah yang sah.[3]

 Para Ulama islam pun tentunya murka dengan adanya kelompok Syi'ah ini. Namun umumnya Ulama Sunni menerima madzhab Zaidiyah. Mengingat mereka masih menerima kekhalifahan Abu Bakar, Umar dan Utsman ra dan tidak mengkafirkan mereka. Para Ulama Sunni pun masih mengakui dan merujuk kitab-kitab Ulama yang bermadzhab Zaidiyah, seperti Nailul-Authar (syarah hadits) dan Irsyad al-Fuhul (ushul fiqih) karya Imam As-Syaukani. Juga kitab subul as-salam syarah Bulugh al-Maram karya Imam as-Shan'ani.

 Namun berbeda dengan tokoh sunni Indonesia, yakni KH. Hasyim Asy'ari, beliau menolaknya dan menyatakan mazhab Imamiyah dan Zaidiyah keduanya tidak sah diikuti umat Islam dan tidak boleh dipegang pendapatnya sebab mereka adalah ahli bid'ah[4]. Pendapat pendiri NU (Nahdlatul Ulama) ini patut dibenarkan, apapun itu syi'ah nya, umat islam harus tetap berhati-hati terhadap Syi'ah. 

Kalo memang benar syi'ah Zaidiyah tidak sesat, mengapa namanya harus Syi'ah? Tidak Muslim saja? Maka dari hal inilah dinilai adanya sebuah kekeliruan. Sehingga tetap tidak boleh masuk atau mengikuti Syi'ah zaidiyah ini, karena masih adanya kekeliruan meskipun tidak sampai sesat. Mengingat dengan adanya syi'ah ini, islam terpaksa harus terbagi menjadi dua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun