Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Humor Sufi: Mutiara Puasa (Tiba-tiba Hari Raya)

19 April 2023   07:00 Diperbarui: 19 April 2023   07:04 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari raya adalah sebuah puncak dari penantian panjang pribadi diri yang sudah melakukan perjalanan dan perjuangan dalam kehidupan.  Dalam agama Islam terdapat dua buah hari raya yang dirayakan dan memiliki makna khusus di hati para pemeluknya sehingga menimbulkan budaya unik yang memerlukan perencanaan.  Karena ibarat sebuah "pesta" atau ajang pertemuan dengan saudara atau kerabat maka tidak mungkin ada dan diputuskan secara tiba-tiba.

Demikian juga halnya dengan hari raya Idul Fitri yang merupakan puncak dari perjuangan besar diri muslim yang menjalankan puasa karena sebulan lebih sudah bersusah payah menikmati perjalanan ibadahnya.  Idul fitri kembali diri menjadi fitrah sebagai manusia dianggap sebagai momen yang tepat untuk bersilaturahim dan halal bi halal sekedar bertemu untuk menghilangkan kerinduan atau sebagai waktu yang tepat untuk saling memaafkan.

Namun ada sebuah kejanggalan yang perlu direnungkan pada diri kita apabila hari raya itu terjadi secara tiba-tiba atau diri hanya menunggu perintah dari sang penguasa.  Seperti sebuah "ketidaktepatan" manakala diri berperilaku seperti itu manakala merayakan hari raya dirayakan hanya menunggu "dawuh (perintah)" saja.  Perilaku diri yang demikian ini mungkin tidak hanya disebabkan oleh internal faktor yang berasal dari diri kita atau eksternal faktor karena terlalu fanatik terhadap "penguasa".

Artikel ini tidak ada maksud mengkritisi perilaku umum namun sebagai bentuk pembelajaran untuk meningkatkan kesadaran agar diri memiliki pengetahuan yang mampu membangun prinsip hidup sebagai hakekat manusia sejati.  Karena sebagai manusia sejati diri harus memiliki sifat ketundukan yang mutlak hanya kepada Sang Pencipta dengan berdasarkan pada pemahaman ilmu yang didasarkan pada Al Qur'an.  Karena pemahaman yang ada dalam Buku tersebut adalah hakekat dari kebenaran mutlak dari ilmu dan wajib digunakan untuk dasar pengembangan ilmu-ilmu yang ada.

Termasuk di dalamnya adalah pengembangan ilmu tentang kehidupan yang dapat menghindari sifat tiba-tiba.  Karena semua kehidupan adalah sesuatu yang pasti ada hubungan sebab akibat yang dapat dilihat dari fenomena yang terjadi untuk menentukan dan merencanakan kegiatan dan tidak bersifat tiba-tiba.

Tiba-tiba Hari Raya

Memang belum pernah terjadi peristiwa yang tiba-tiba terjadi hari raya, namun apakah tidak mungkin terjadi jika peristiwa itu dapat terjadi.  Jika diri penentu kebijakan berani jujur dan tidak terpenjara oleh "ego diri" yang dapat mempengaruhi keputusan walaupun didukung oleh pengetahuan yang dimiliki pasti akan berani mengatakan tiba-tiba hari raya.  Tapi karena banyak pertimbangan yang ada peristiwa tiba-tiba hari raya alhamdulillah belum pernah terjadi sampai sekarang ini.

Tiba-tiba hari raya pun bisa terjadi manakala "kun" Tuhan (bukan tuhan-tuhan) terjadi.  Dibukakan kesadaran dan hati nurani agar melakukan kebenaran dan bukan menutupi/memperdebatkan "masalah" yang dipertahankan maka bagaikan kiamat terjadi pada diri muslim ketika tiba-tiba hari raya.  "Kun" Tuhan tidak akan mampu di tolak oleh siapapun makhluk hidup karena yang terjadi pasti akan terjadi dan menjadikan "dawuh" tuhan-tuhan tidak akan berguna.

Bagaikan menuhankan tuhan yang bukan Tuhan manakala ketergantungan diri terhadap "dawuh" sang tuan untuk aktivitas tertentu. Padahal diri sebagai manusia harus bersifat mandiri dan berilmu yang digunakan untuk membangun prinsip hidup dalam kehidupan di dunia ini.  Pembangun prinsip hidup inilah yang menjadikan diri sebagai diri "takwa" yang hanya memiliki ketundukkan terhadap Illahi sehingga mampu memilih jalan kebenaran (menyampaikan) yang seharusnya dilakukan.

Ibarat diri seperti "makhluk" yang mudah diarahkan seperti hewan peliharaan karena diri takut tidak dapat mencari makan maka akan berlaku seperti itu.  Pribadi diri yang seperti ini adalah diri yang tak yakin dengan kebenaran ilmu yang dimilikinya atau takut bila dikatakan diri berbeda dengan yang lain.  Rasa ketakutan inilah sebetulnya sebuah penyakit yang kronis pada diri setiap manusia.

Sifat ketakutan dan kekhawatiran adalah sebagai salah satu hal yang menjadi fitrah diri yang negatif dan seharusnya hilang setelah diri menjalani "kemah peribadatan" selama bulan puasa ini.  Maka manakala diri tidak mampu mengumpulkan ilmu di kemah peribadatan tersebut maka apakah mungkin puasa diri dikatakan berbobot atau jangan-jangan diri termasuk kategori hanya memperoleh lapar dan dahaga.  Perdebatan yang memperdebatkan hal yang "tiba-tiba" bukan hanya terjadi maka apakah diri akan berlaku seperti pengekor saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun