Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Mutiara Puasa (Membungkus Angan untuk Keteduhan)

11 April 2023   22:30 Diperbarui: 11 April 2023   22:31 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam artikel terdahulu yang membahas tentang hakekat angan-angan diri manusia yang sudah membungkus potensi diri manusia.  Namun karena ketidaksadaran diri akibat angan adalah dikatakan sebagai sebuah kepemilikan yang menyertai setiap makhluk hidup.  Walaupun dengan hadirnya angan menjadikan diri selalu berkeinginan untuk memenuhinya dengan jalan yang tidak sesuai dengan nurani yang dimiliki.

Angan-angan yang hadir dari ego yang mendominasi dalam kerja diri manusia menjadikannya orientasi kehidupan yang penuh dengan ketidakseimbangan.  Hal berdampak pada diri yang selalu merasa kepayahan dalam menjalani aktivitas sehari-hari.  Sebuah kerugian manakala diri selalu mengalami kepayahan hidup.

Kepayahan diri dalam hidup ini akibat terlalu beratnya beban kehidupan yang menjadi tanggung jawabnya.  Beban tanggung jawab kehidupan  yang muncul dari hasrat diri untuk selalu berusaha memenuhi angan-angan menjadikan pribadi yang rakus dengan hal-hal yang bersifat duniawi.  Perlu diketahui bahwa setiap beban hidup yang di terima dalam kehidupan pada hakekatnya adalah sesuai dengan ukuran kemampuan diri manusia.

Bahkan karena ketidaksadaran diri sesuatu yang berhubungan dengan ruhani pun karena di desak oleh angan-angan yang dimiliki menjadikan ukurannya pun sama dengan ukuran duniawi.  Hal ini dapat dilihat kondisi diri sekarang dalam hubungan dengan kemah peribadatan di bulan puasa ini ukurannya pun adalah semua ukuran yang ada dalam dunia mulai dari asupan gizi, pakaian bahkan sampai ibadah sholat atau zakat.

Ketika ukurannya adalah ukuran materi dan duniawi maka menjadikan kondisi hidup dijalani diibaratkan diri sebagai keledai yang berlebihan muatan dan tidak tahu kemana arah yang dituju.  Sebuah kerugian yang besar manakala diri berlaku seperti ini.  Padahal dalam bulan puasa ini adalah asupan untuk diri adalah asupan ruhani yang melepas atau membalik kemapanan kehidupan yang dijalani sehari-hari.

Sejenak menemukan Keteduhan

Sebuah hal yang aneh jika dirasakan seperti ini kondisi kita sekarang ini. Diri kita yang mengaku  sudah beriman dan mencintai Sang Kekasih namun diri ternyata melakukan hal-hal yang tidak disukai atau melakukannya untuk tujuan bukan mendapatkan cinta hanya ingin sebuah imbalan.  Bahkan hakekatnya aktivitas diri jauh dari mencari nilai cinta yang sejati melainkan hanya mengumbar hasrat dan kuasa yang berasal dari angan-angan.

Anganlah sebetulnya sumber masalah diri karena menjadi motivasi dalam kehidupan diri kita selama ini.  Hal ini menjadikan perbuatan diri pada hakekatnya sama dengan menghancurkan jiwa yang seharusnya menjadi inti dalam hidup. Ketika segala aktivitas dilakukan tanpa jiwa maka hanya seperti rumah besar yang tak berkonstruksi dan tak berpenghuni.

Jiwa yang tak berbentuk atau bersifat abstrak sebetulnya "power" diri yang memberikan rasa berbeda dalam kehidupan.  Hadirnya jiwa sejati yang seharusnya selalu mendampingi diri dalam kehidupan selama ini bagaikan lepas karena tak pernah terpikirkan tempat untuk mendudukkan (domisili jiwa). Karena tempat untuk mendudukkan sudah digeser oleh hal-hal lain yang muncul dari beratnya beban pikir dan perasaan yang selama ini berkembang dalam kehidupan sehari-hari.

Baca juga: Skenario Cinta

Sebuah kerugian yang besar manakala diri tak pernah menyadari atau tidak pernah memiliki pemahaman tentang mendudukkan jiwa agar bisa mendampingi diri secara sempurna.  Sehingga benar kata orang umum yang sering mengatakan diri ini tak berjiwa atau hidup dengan jiwa yang seharusnya menempatinya.  Maka tidak heran aktivitas diri hanya sekedar memikirkan enaknya diri dengan mengorbankan orang lain dan mencari jalan pintas agar diri merasa menerima kepuasan (kepuasan fisik).

Kesadaran diri menemukan jiwa yang akan menemukan keteduhan hidup (kebahagian) dapat diperoleh manakala diri mampu menemukan pemahaman yang benar.  Bentuk pemahaman yang benar dapat ditemukan di dalam buku yang seharusnya menjadi acuan dalam menurunkan pengetahuan dan bukan didasarkan atas kata orang atau kebiasaan yang biasa di gunakan. Bukanlah hal mudah untuk memahami pemahaman ini, namun manakala terdapat niat melangkah maka pasti ada kekuatan lain yang akan membantu untuk memahaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun