Hidup adalah sebuah perjuangan merupakan sebuah kalimat yang sering diucapkan dan didengar dalam kehidupan ini.  Dan hal ini bukan merupakan sebuah kekeliruan manakala diri mampu menemukan bentuk perjuangan yang sesungguhnya dalam kehidupan di dunia ini.  Namun manakala diri tak bisa menemukan hakekat maknanya maka sebuah akan menemukan kekeliruan jalan yang ditempuh dan menghasilkan  bentuk perjuangan yang dilakukan berbeda.
Perjuangan yang dilakukan diri selama ini diwujudkan dalam bentuk aktivitas sehari-hari adalah bagaimana usaha agar selalu lebih baik dari hari kemarin. Layaknya sebuah perdagangan maka manakala diri lebih baik dari kemarin maka dikatakan sebagai orang yang beruntung dan manakala diri lebih buruk maka dikatakan orang yang merugi.  Sedangkan ketika hari ini  sama dengan hari kemarin dikatakan termasuk kategori diri yang lalai.
Ungkapan tersebut merupakan pegangan dan motivasi diri dalam kehidupan di dunia ini. Â Sehingga kerja keras adalah bentuk upaya diri agar selalu termasuk golongan orang yang beruntung. Â Namun kebanyakan diri sering kali dalam melakukan kerja keras bukan karena sebuah perjuangan hidup tapi untuk tujuan target pribadi yang diluar hakekat kehidupan yang semestinya.
Kemakmuran dan prestasi serta popularitas adalah hal yang umum untuk diraih dalam perjuangan kehidupan manusia. Â Maka bukan hal yang aneh bentuk perjuangan yang dilakukan bukan dilakukan dengan keseimbangan kehidupan tetapi dengan mengorbankan sisi yang mengkontrol perjalanan diri. Â Keterlenaan adalah sisi lain yang ditinggalkan perjalanan sehingga menjadikan diri semakin "liar dan rakus" dalam perjuangan untuk hidup ini.
Ketiga hal (kemakmuran, prestasi dan popularitas) tersebut merupakan sebuah angan-angan diri agar dapat dikatakan sebagai manusia yang berhasil atau sukses. Â Padahal angan-angan seperti itu ibarat diri minum air laut yang tak pernah sampai pada ujungnya. Â Semakin diri "sehat dan bertenaga" maka hiasan yang muncul dalam angan angan semakin panjang dan tak mungkin dapat terpuaskan.
Demikian juga dalam hubungannya dengan kondisi yang dialami dalam peribadatan di bulan puasa ini. Apa yang sekarang diri angankan dalam melakukan ibadah puasa? Hanya sekedar kebahagiaan di waktu berbuka dengan makanan yang enak atau hal yang lain mungkin terbesit dalam angan-angan yang masih menjadi penjara aktivitas diri. Â
Manakala diri dalam kondisi seperti ini pasti diri masih termasuk dalam kategori kurang memahami tentang makna sejati dari adanya bulan puasa. Â Padahal kondisi ini masih merupakan fenomena umum bahkan peribadatan dikatakan sebagai sebuah pesta yang megah dengan adanya buka puasa, terawih dan sahur bersama. Â Diri tidak bisa menertawakan atau menyalahkan hal tersebut manakala diri memiliki pemahaman yang sama dengan mereka.
Diri yang berakal akan menghindari euforia dengan datangnya bulan puasa. Â Karena bulan puasa adalah sebuah kemah peribadatan yang merupakan ujian diri untuk mendapatkan tiket mudah menemui Sang Tercinta. Â Kesadaran akan diri sebagai makhluk yang berakal adalah modal utama dalam menyemarakkan bulan yang mulia ini.
Bukan mengumbar angan-angan diri dalam beraktivitas dalam bulan puasa, namun membangun kesadaran adalah hal yang lebih utama dilakukan oleh setiap pribadi yang berpuasa. Â Karena berpuasa tanpa kesadaran menjadi ibadah yang percuma karena ego diri masih belum mampu untuk ditundukkan. Â Penundukkan ego diri adalah kunci utama dalam membungkus angan-angan yang dimiliki oleh setiap diri manusia agar mampu menjalankan ibadah dengan baik.
Terbui dengan Angan-angan Diri
Angan-angan adalah raja yang menguasai diri dalam beraktivitas yang tidak memiliki tempat tinggal di tubuh manusia. Â Karena angan merupakan sebuah kekuatan ekternalitas yang muncul akibat lemahnya atau membatunya hati yang dimiliki. Â Banyak disebutkan dalam literatur manakala hati tidak hadir dalam kehidupan maka diri akan selalu berbuat yang kurang baik. Â Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!