Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Mutiara Puasa (Luluh dalam Makna)

5 April 2023   11:30 Diperbarui: 5 April 2023   11:26 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambaran dari nila majemuk itu salah satunya adalah  terdapat sebuah malam keistimewaan yang memiliki nilai seribu bulan.  Tidak mungkin diri manusia mampu mencapainya manakala diri hanya berfokus pada ibadah di hari-hari tertentu tanpa memiliki jiwa untuk mampu menangkapnya. Maka pentingnya pemahaman tentang yang komprehensip bahwa menghadirkan jiwa dalam bulan puasa adalah sangat penting.

Nilai majemuk juga berarti sebuah perubahan tentang dimensi ruang dan waktu dalam kehidupan.  Ini menandakan bahwa realita kehidupan yang dijalani di alam dunia memiliki persamaan nilai dengan dimensi tempat lain.  Kesadaran diri dalam memahami dimensi ruang waktu dibutuhkan jiwa yang mumpuni karena tidak semua diri mampu menangkap hal-hal di balik itu.  Hanya diri manusia pilihan yang mampu menembus ruang tersebut yang diibaratkan sehari kehidupan di dunia sama dengan sehari kehidupan di akhirat atau seribu bulan kehidupan di dunia.

Jiwa inilah sebetulnya merupakan kepemilikan dari diri manusia yang yakin tentang keberhasilan diri dalam kehidupan di dunia.  Karena jiwa juga akan mempertanggungjawaban aktivitas yang dilakukan di dunia ini. Diri yang tidak memiliki jiwa adalah manusia yang selalu berorientasi pada fisik semata.

Penutup

Hanya humor sufi tentang luluh dalam makna yang mengajak diri untuk selalu memahami bahwa setiap aktivitas kehidupan di dunia ini perlu menghadirkan jiwa yang dimiliki.  Tidak ada yang lucu dan pantas untuk ditertawakan dalam tulisan ini, namun yang pantas ditertawakan adalah perbedaan tentang pemahaman yang ada. 

Diri hidup untuk selalu luluh dalam makna-makna... Hingga diripun mampu sewarna dengan Dia...  Jika diri adalah air maka makna adalah pemanisnya..  Karena hidup yang terjadi tak pernah menjadi hambar.
Diri hidup untuk selalu luluh dalam makna-makna.. Hingga diripun akan mampu menemukan jiwa.. Karena kapal jasadku butuh kehadirannya.. Agar diri tak tenggelam pada eloknya dunia yang fana.
Diri hidup untuk selalu luluh dalam makna-makna... Jika diri hidup dalam lautan api yang membara... Maka keluar tidak akan menjadi gosong karena bara.. Tapi menjadi emas yang diperebutkan setiap manusia
Namun bukan itu yang dicari.. Karena diri hanya ingin hidup dijalan Illahi.

Magelang, 4/4/2023

Salam

KAS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun