Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Mutiara Puasa (Bulanpun Luluh)

2 April 2023   23:55 Diperbarui: 3 April 2023   00:24 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika diri berbicara mengenai bulan maka ada beberapa hal yang terlintas dalam benak dan menjadi tafsiran pemahaman yang berbeda.  Perbedaan penafsiran ini diakibatkan oleh kepemilikan pengetahuan yang tertanam dan dimiliki oleh masing-masing diri manusia, mulai diri yang berpendidikan tinggi sampai diri yang tak berpendidikan.  Dan perbedaan bukanlah sebagai sebuah kesalahan dan menjadi penyebab diri untuk menyalahkan orang orang yang tidak memiliki persepsi berbeda atas "bulan" tersebut.

Ada yang berpendapat bahwa bulan adalah merupakan perhiasan yang diberikan kepada makhluk di dunia ini yang muncul di malam hari.  Diri yang berpersepsi ini dikarenakan memang bulan adalah sebagai bentuk keindahan diwaktu kondisi dalam kegelapan.  Maka secercah cahaya dan penampakan bulan merupakan "obat dahaga" untuk kebutuhan penerangan sebagai penerang jalan kehidupan serta sebagai bentuk penemuan keistimewaan di malam hari.

Persepsi ini muncul akibat diri memang dalam kondisi "primitif" yang belum tersentuh oleh pengetahuan yang maju sehingga bulan dipandang sebagai sebuah obat dahaga bagi yang membutuhkannya.  Kondisi primitif ini diakibatkan pengetahuan belum maju sepesat sekarang ini dan memang persepsi atas pemahaman ini masih dipegang teguh karena kebenarannya postulat masih belum terbantahkan dan berlaku.

 Ada juga yang berpendapat bahwa bulan merupakan sekedar "planet mati" yang hanya sekedar membiaskan cahaya matahari sehingga mampu menjadi penerang di malam hari.  Walaupun dikatakan sebuah planet mati namun bulan memiliki dampak atas kondisi alam yang menyebabkan perubahan fenomena di bumi.  Maka kemunculan bulan digunakan sebagai perhitungan untuk meramalkan kondisi alam di masa depan.

Persepsi ini muncul manakala diri sudah lebih keluar dari hal umum karena sudah keluar dari bumi dan melihat alam semesta secara lebih general.  Karena alam semesta tidak hanya di ciptakan berupa bumi saja melainkan banyak planet lain yang diciptakan untuk kepentingan kehidupan manusia. Dan persepsi atas pemahaman inipun juga tidak salah dan masih berlaku sampai sekarang ini.

Ada juga yang berpendapat bahwa bulan adalah merupakan pencarian tuhan bagi manusia.  Dalam pencarian ini bagamana diri manusia menganggap bahwa tuhan adalah mereka yang mau menerangi kehidupan dikala mengalami kegelapan.  Bulan diangap sebagai tuhan karena mampu memberikan cahaya kehidupan, namun terbantahkan karena bulan menghilang akibat waktu dan hadirnya matahari yang lebih terang sinarnya diwaktu siang hari.

Fenomena bulan dianggap tuhan ini sudah terpatahkan oleh Ibrahim AS yang pada waktu itu mencari kebenaran dan Tuhan yang sesungguhnya.  Tidak mungkin Tuhan adalah sesuatu yang bersifat sementara dan dikalahkan oleh sesuatu yang lain.  Kisah Ibrahim ini seharusnya menjadikan pelajaran diri yang tidak sederhana karena banyak makna yang mungkin bisa menjadi pemahaman untuk kehidupan diri manusia.

Dan masih banyak makna nilai lain yang bisa diturun dari kehadiran bulan tersebut.  Terutama dalam hubungannya dengan puasa ramadhan yang sangat tergantung pada hadirnya bulan. Bahkan mungkin bisa dianggap sebagai tuhan untuk menentukan awal atau berakhirnya puasa.  Mungkin diri kita tidak sampai pada pemahaman ini jika tidak mampu menghubungkannya manakala sempitnya hati dan berkuasanya ego diri dalam menentukan waktu puasa. 

Bulan Pun Luluh

Hubungannya dengan "bulan luluh" adalah kaitannya dengan bulan yang digunakan sebagai hitungan waktu untuk menandai era atau masa bagi kehidupan.  Dan kehadiran bulan seperti ibarat waktu yang tepat bagi diri  untuk mendekat dalam mencari Tuhan. Hal ini sama halnya apa yang terjadi dalam fenomena Ibrahim AS.  Sebuah ketidaksadaran diri mungkin terjadi manakala diri berpikir seperti ini walaupun memiliki hakekat yang benar namun dengan cara yang kurang benar.

Makna bulan Luluh dalam hubungannya dengan puasa hakekatnya terdapat hal-hal yang perlu dikaji dan dipahami dalam memposisikan bulan secara semestinya. Pemaknaan bulan yang luluh pada bulan puasa ini bukan diposisikan sebagai tuhan melainkan diposisikan sebagai pengkondisian waktu dan perjalanan lintas dimensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun