Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Mutiara Puasa (Kemah Peribadatan)

30 Maret 2023   22:01 Diperbarui: 30 Maret 2023   22:01 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memasuki bulan puasa mungkin bagi diri sudah merupakan hal yang biasa ditemui dalam kehidupan.  Kesibukan diri selama ini mungkin hanya sekedar mengikuti arus yang ada di lingkungan kehidupan.  Mulai dari tradisi menyambut bulan puasa sampai diakhiri dengan sholat Idul fitri.

Aktivitas diri dalam mengisi atau menyemarakkan bulan puasa yang terbatas (hanya sebulan) ibarat seperti sebuah perkemahan ibadah.  Ketika diri tak memahami perkemahan maka aktivitas yang dilakukannya pun sekedarnya agar diri mampu bertahan dalam waktu sebulan tanpa memikirkan hakekat tujuan yang hendak dicapainya.  Karena diri memiliki pemahaman yang serba terbatas tanpa berusaha secara sungguh-sungguh untuk menggalinya.

Pemahaman yang selama ini diri miliki mungkin sebatas bagaimana puasa yang dilakukan tidak dikatakan sebagai ibadah yang gagal.  Maka upaya yang dilakukan hanya sebatas bagaimana ibadah dilakukan secara jasmaniah yang berupa aktivitas yang nampak oleh mata diri manusia lain.  Hal ini dapat dibuktikan dengan segala cara yang diri lakukan agar target-target ibadah dapat dicapai dengan maksimal agar nampak diri dapat dikatakan selesai sebagai juara dalam perkemahan peribadatan.

Sebuah kerugian manakala sampai sekarang diri hanya sekedar beribadah dengan dasar dari kata orang.  Walaupun mungkin kata orang itu mengambil dari Firman Sang Pencipta dan dikuatkan oleh Hadist-hadist Nabi.  Bukan hal yang salah jika diri memang selama ini merujuk pada kata orang tersebut, namun bukanlah dikatakan diri sebagai "manusia berakal" manakala tidak pernah tergerak untuk melakukan "research" (kembali mencari/meng"set" kembali) untuk membuktikan hakekat dari apa yang seharusnya dilakukan di kemah peribadatan tersebut.

Padahal seperti dikatakan dalam artikel sebelumnya bahwa bulan puasa merupakan sebuah kemudahan yang diberikan kepada diri kita sebagai manusia untuk kembali menemukan diri sebagai manusia yang sesungguhnya.  Bertemu atau pulang kembali kepada Yang Tercinta adalah akhir perjalanan kehidupan seluruh umat manusia.  Tiket mudah yang diberikan ibarat seperti by pass yang memberikan "nilai peribadatan" yang tinggi dan mampu menghapuskan semua kekeliruan dalam perjalanan sehingga diri pantas untuk bertemu di Rumah Sang Pencipta.

Kemudahan yang diberikan setiap tahun dengan waktu terbatas ini seharusnya selalu dimaksimalkan dengan sebaik-baiknya manakala diri mampu menangkap hakekat dari bulan puasa (kemah peribadatan) ini.  Sang Pencipta memberikan ini karena diri dianggap mampu menangkap isyarat dari suratan kejadian.  Namun akibat diri lalai dan kuatir dengan kondisi yang dijalani sekarang sehingga lupa dengan kodrat sebagai makhluk yang sempurna maka seringkali diri menjalani hanya sebatas ritual spiritualilitas tanpa menemukan siratan yang ada.

Untuk itu dalam tulisan ini mengajak diri sendiri sendiri untuk melakukan perenungan tentang kemah peribadatan.  Kemah peribadatan sebagai istilah umum dan mudah dipahami sebagai pengganti kata bulan Ramadhan agar diri mampu memaknainya secara mendalam dan kesadaran yang murni.  Karena Sang Pencipta pun juga memberikan pelajaran terhadap diri melalui aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan agar diri selalu mau menggunakan akal untuk berpikir dan bukan menggunakan perasaan untuk berpikir.

 

Kemah Peribadatan

Istilah kemah atau berkemah adalah sebuah aktivitas yang dilakukan ditengah lapang dengan waktu terbatas untuk tujuan menemukan eksistensi diri sebagai subyek.  Kemah biasanya dilakukan oleh anak sekolah (Pramuka atau Hisbul wathon) dan para pecinta alam ditengah perjalanan kehidupan sebagai bentuk istirahat/menyusun strategi baru untuk membentuk/menemukan arah perjalanan yang akan di jalaninya.

Diri sebagai seorang muslim yang beriman juga dapat mengatakan bahwa bulan puasa ini adalah sebuah kemah karena keluar dari kebiasaan orientasi kehidupan sehari-hari.  Ketika diri tidak menganggap bahwa bulan puasa bukan sebuah perkemahan maka mungkin dalam aktivitas menyemarakkan bulan puasa masih bias atau terganggu orientasi pemikiran yang sama dalam kesibukan sehari-hari.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun