Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Humor Sufi: Potensi Diri (Build Yourself Up)

3 Februari 2023   05:00 Diperbarui: 8 Februari 2023   05:24 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Setiap manusia dibekali oleh Sang Pencipta dengan potensi diri yang sempurna karena diciptakannya diri kita memiliki tugas dan fungsi khusus dalam kehidupan di dunia ini.  Namun realita dalam kehidupan banyak diri yang tak memahami makna dan maksud dari potensi yang diberikan tersebut bahkan kondisi yang lebih fatal lagi tidak mengenal akan potensi yang diberikan.  Dan hal ini berdampak pada perjalanan kehidupan diri manusia yang terasa berat serta menjadikan hidup selalu dalam keluh kesah atau kekhawatiran yang berkepanjangan akibat kondisi tersebut.

Akibatnya adalah kehidupan diri kita mungkin melakukan banyak kekeliruan dan kesalahan karena diri tak mengenal modal/potensi yang dimiliki.  Kondisi ini menjadikan diri menjadi salah dalam memilih strategi untuk menjalani  kehidupan ataupun tidak memahami arah perjalanan yang seharusnya ditempuh dengan penuh kenikmatan hidup.  Kekeliruan ini mengakibatkan diri hidup bukan dengan memaksimalkan potensi yang diberikan melainkan dengan meminta belas kasih atau dalam ketergantungan dari kepada diri manusia lain.

Sebuah kerugian manakala hidup diri kita di dunia ini hanya sebatas menjalani kehidupan tanpa pernah mengenal pemahaman tentang hakekat dari potensi diri.  Ketidak kenalan dengan potensi diri bukan akibat dari diri bukan termasuk orang yang malas belajar ataupun orang bodoh.  Melainkan dikarenakan terlalu percaya pada pemahaman yang ada atau tidak pernah membuktikan kebenarannya, dan mengakibatkan pengetahuan yang ada menjadi bahan pembangunan diri menjadi manusia yang umum menurut ilmu yang ada.

Bukan merupakan hal yang salah (menurut pandangan umum yang ada) ketika diri hidup dengan logika pemahaman yang ada sekarang dan telah menjadi pengetahuan yang berlaku umum.  Dan bahkan mungkin diri akan dikatakan "aneh/asing" manakala hanya sekedar membuktikan kebenaran dari pemahaman atau pengetahuan yang berkembang sekarang.  Karena dianggap sebagai orang yang tak memiliki logika kehidupan umum karena memiliki "pengetahuan yang asing" bila dibandingkan dengan diri manusia yang lain.

Dibutuhkan kesadaran yang dalam untuk mengalahkan ego yang selama ini dimiliki dan menjadi prioritas utama dalam menjalani kehidupan.  Karena tanpa ada kesadaran maka diri hanya terpenjara dengan ego yang menempel pada diri kita akibat dari faktor-faktor yang membentuk ke"aku"an diri sebagai tuhan dalam perjalanan kehidupan.  Dan bukanlah hal yang mudah untuk memunculkan kesadaran manakala diri tidak pernah mau membuka diri dengan pengetahuan hal yang baru agar menemukan kenikmatan kehidupan di dunia ini manakala tidak pernah terjadi benturan kehidupan yang keras pada diri kita.

Membangun Diri Kita

Hidup diri kita di dunia ini ibarat menyiapkan sebuah bangunan yang dapat berdiri kokoh sebagai pelindung untuk kehidupan makhluk lain yang ada.  Bangunan yang kuat pasti memiliki cara dan syarat tertentu agar tidak mudah goyah dan runtuh serta mampu menampung atau bermanfaat untuk diri manusia lain ataupun makhluk lain yang ada di dunia.  Bangunan yang kuat inilah sebetulnya sebuah harapan dari Sang Pencipta kepada diri kita sebagai manusia sehingga dalam proses penciptaannya diberikan kesempurnaan.

Bahan dasar dalam membangun bangunan yang kuat ini sebetulnya sudah diberikan sejak diri kita lahir yang berupa potensi diri. Wujudnya adalah kesempurnaan bentuk fisik dan kerangka bangunan yang berupa rohani. Agar menjadi bangunan yang kuat maka keseimbangan keduanya adalah merupakan hal penting dimana unsur fisik yang berorientasi pada kehidupan materi dan unsuru ruhani memiliki orientasi pada konektivitas diri pada Sang Pencipta.  Dua unsur ini yang menopang diri kita agar tidak mudah goyah ataupun runtuh oleh benturan kondisi kehidupan yang dijalani.  

Pembangunan diri kita yang didasarkan pada teori keseimbangan ini akan menciptakan sinergi yang akan membangkitkan semangat hidup agar tak pernah menjadi manusia yang loyo ataupun mudah patah semangat dan berkeluh kesah atas kondisi yang dialami dalam kehidupan.  Bangunan yang demikian menjadikan hidup diri dalam kebaikan dan selalu berorientasi kepada kebenaran tentang kehidupan. Maka hal ini sesuai dengan kehendak Sang Pencipta atas penciptaan manusia di muka bumi ini.

Bangunan yang di dasarkan atas keseimbangan tersebut bukan dilihat dari fisik nya saja (baik atau buruk/ megah dan indahnya) melainkan kesiapan bangunan dalam menghadapi gejolak kehidupan dunia sehingga mampu berfungsi sebagai mana yang diharapkan. Bangunan yang demikian akan menjadi tujuan dari diri manusia lain yang baru terperosok dalam kondisi untuk menjadi pengayom dan pelindung bahkan mungkin penolongnya agar dapat lepas dari beban yang dihadapi.

Namun manakala diri tak pernah menemukan keseimbangan dalam melakukan pembangunan maka diri akan selalu dalam kondisi kerugian.  Dikatakan rugi karena orientasi membangun hanya pada satu sisi saja (sisi fisik ataupun rohani) sehingga menjadikan diri selalu fokus pada pembangunan bangunan yang berdasarkan ego diri.  Dis orientasi ini diakibatkan karena pemahaman yang tidak komplit dan diri malas untuk selalu belajar agar menemukan pengetahuan yang benar.  

Kemalasan diri dalam belajar ini bukan berarti diri tak mau untuk terus belajar namun akibat dari diri yang selalu me"tuhan"kan pengetahuan yang sudah di miliki.  Padahal mungkin diri mengetahui bahwa pengetahuan yang sekarang dimiliki memiliki pertentangan dengan hati nurani dalam pengaplikasiannya.  Banyak contoh yang tidak perlu disebutkan ketika diri melakukan sesuatu namun hakekatnya bukan untuk tujuan baik melainkan sekedar untuk melampiaskan hasrat dan kuasa agar menjadi populer saja.

Perenungan atas kepemilikan ilmu yang ada sekarang perlu dilakukan agar memunculkan sebuah kesadaran diri atas kondisi bangunan diri yang sekarang dibangun.  Hasil dari perenungan tersebut akan menemukan pertanyaan yang besar dan menumbuhkan semangat agar mampu merenovasi atau membangun ulang bangunan yang sudah ada.

Tugas Diri

Kepemilikan ilmu yang ada sekarang ini bukanlah hal yang keliru manakala dihubungkan dengan hakekat membangun potensi diri manusia.  Karena kepemilikan ilmu sekarang yang dimiliki adalah sebagai modal dasar kehidupan diri dalam mencari nafkah dan kehidupan esok.  Namun manakala dihubungkan dengan hakekat potensi diri yang sesungguhnya mungkin diibaratkan sebagai sebuah bangunan yang tidak layak ataupun mudah runtuh dan goyah dengan terpaan badai kehidupan.

Maka tidak heran manakala bangunan yang seperti ini diri miliki menjadikan diri sering kali mudah  runtuh atau goyah dan mengubah prinsip hidup manusia.  Fenomena diri mudah berubah prinsip hidup dan tidak siap menghadapi kondisi kehidupan sudah menjadi hal yang umum dan di anggap hal yang wajar karena alasan manusiawi. Alasan yang dikatakan manusiawi ini sebetulnya sebuah alasan yang menurunkan derajat kesempurnaan diri.  Karena ketika diri dikatakan manusiawi tak ubahnya dengan alasan karena diri bersifat hewani.

Kondisi yang demikian itu bukan karena diri tak memiliki ilmu namun akibat pengetahuan yang ada mengatakan bahwa alasan tersebut dapat diterima kebenarannya secara logika. Logika yang mana?  itulah pertanyaan seterusnya.  

Memang seperti masuk dalam kategori "diri yang tak berillmu" manakala diri mudah dalam berubah prinsip hidupnya, namun itulah sebetulnya hakekat bangunan yang kokoh dari membangun potensi diri.  Padahal sebetulnya diri adalah orang cerdas dan pintar bahkan dikatakan manusia lain bahwa orang yang berilmu.  Namun manakala pengetahuan yang dimiliki tidak didasarkan atas teori keseimbangan maka hakekatnya diri adalah miskin akan ilmu.  Karena hanya mementingkan bangunan pada satu sisi (fisik atau rohani) sehingga menghasilkan bangunan yang lemah.

Sebuah kerugian manakala diri selalu dalam terpenjara dalam pemahaman yang seperti ini. Perenungan perlu dilakukan agar diri menemukan kesadaran untuk selalu mengevaluasi kondisi diri.  Bentuk perenungan untuk menemukan kesadaran inilah hakekat dari proses belajar yang sesungguhnya yang merupakan tugas diri sebagai manusia yang memiliki potensi.

(Berlanjut pada tugas diri untuk membangun diri pada  artikel selanjutnya).

Penutup

Hanya sekedar humor Sufi yang tidak ada yang pantas untuk ditertawakan.  Yang pantas ditertawakan adalah perbedaan pemahaman penulis dengan pembaca.

Selalu berbangga atas kepuasan bangunan sesaat... Namun mudah runtuh dan goyah akibat tekanan dari kondisi kehidupan... Menjadikan diri selalu berkeluh kesah dan khawatir dalam menjalaninya... Bahkan matipun masih membawa dan mengejarnya.

Magelang, 2/2/2023

Salam KAS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun