Memang diri kita tidak dapat memahami kebahagiaan dan eksistensi kehidupannya.  Namun sebagai makhluk yang ditugaskan oleh Sang Pencipta seharusnya diri tidak bersifat  mementingkan kepentingannya sebagai manusia karena alam semesta adalah rekan koalisi dalam kehidupan.  Melestarikan dan menjaga keseimbangan adalah salah satu sarana diri manusia memberikan jaminan kehidupan agar mereka mampu mencapai kebahagian dan mempertahankan eksistensinya.
Tugas utama diri manusia adalah selalu menjaga keseimbangan alam. Dan  ketika ketidakseimbangan alam tidak terjadi maka sebagai rekan koalisi (alam) pun akan melakukan interupsi.  Bentuk interupsi yang diberikan alam kepada manusia adalah bencana yang berupa gejolak alam dan menimbulkan rasa khawatir ataupun musibah bagi diri manusia.
Karena banyak dari diri kita yang tidak dapat berkomunikasi langsung dengannya maka kejadian dan fenomena alam yang digunakan sebagai bahasanya sebagai isyarat atas kehendak dari alam. Â Mungkin tidak banyak yang diinginkan oleh alam dari diri kita sebagai manusia. Â Bencana yang ada hakekatnya hanya sekedar mengingatkan diri manusia untuk selalu menjaga keseimbangan agar tidak keliru dalam perjalanan kehidupan di dunia ini.
Banjir dan tanah longsor adalah salah bentuk ketidakseimbangan akibat ulah segelintir diri manusia itu sendiri yang merugikan sesama manusia yang lain. Â Gempa dan angin puting beliung merupakan isyarat turunnya tingkat keseimbangan alam semesta. Â Maka tugas diri adalah selalu mampu menangkap isyarat dan keinginan dari alam tersebut. Â
Tetapi diri kita mungkin sudah menjadi "tuli dan buta" akibat tidak pernah belajar dalam pemahaman isyarat alam maka tidak mampu menangkap isyarat-isyarat yang ada. Â Dan ini mengakibatkan diri tetap menganggap bahwa musibah yang terjadi adalah sebuah fenomena yang biasa.
Sebuah "kebodohan" diri kita manakala hal ini terjadi. Â Karena setiap musibah pun sebetulnya alam sudah memberikan tanda-tandanya.
(lanjut: Humor Sufi: Potensi Diri (Renungan akhir tahun 2022)Â yang akan membahas bahasa tubuh alam sebagai eksistensi menemukan dan mencari potensi diri)
Penutup
Sekedar humor sufi yang tidak ada maksud apa-apa selain sebagai sebuah kajian untuk diri kita. Â Tidak ada yang lucu dan pantas ditertawakan dalam tulisan ini. Â Dan yang pantas ditertawakan adalah perbedaan alur pikir yang menjadikan perbedaan pemahaman yang dimiliki.
Dijadikannya diri ini tuli dan buta.... Manakala diri tak pernah mau mendengar ajakan dan peringatan
Dijadikannya diri ini dalam kesedihan dan kesusahan.... Manakala diri tak pernah mau menerima keseimbangan
Dijadikannya diri ini dalam kekhawatiran dan kesusahan... Manakala diri tak pernah memahami arah perjalanan
Dijadikannya diri ini dalam kerugian... Manakala diri tak pernah menjalankan ajaranNYA.
Terima kasih