Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Potensi Diri (Terjebak Pemahaman Ego)

22 Desember 2022   06:00 Diperbarui: 22 Desember 2022   06:14 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Suatu hari pernah melihat seorang diri manusia dikatakan oleh  temannya bahwa dia adalah manusia yang berego tinggi.  Maka respon dirinya adalah marah.  Ketika diri melihat hal itu menjadikan sebuah renungan dan mencari makna yang benar tentang ego itu sendiri.  

Hasil pencarian dalam buku-buku ternyata yang ego bukanlah memiliki arti yang buruk untuk sebutan orang.  Namun merupakan sebuah pembuktian tentang pribadi dan hal yang berhubungan dengan prinsip hidup seorang manusia.  Maka seharusnya ketika diri dikatakan sebagai manusia ber"ego" bukanlah sebuah caci maki melainkan penghargaan terhadap pribadi dan keyakinan yang dimilikinya.

Realita dalam kehidupan sekarang ini membuktikan bahwa dalam aktivitas selalu berselubung dengan perjuangan dari ego diri yang kita miliki.  Bukan hal yang mudah manakala diri secara susah payah berjuang untuk ego diri karena semua kehidupan adalah bagaimana diri kita mampu eksis dalam ego yang hakiki. Namun manakala diri dikatakan diri yang ber"ego" tinggi mungkin banyak yang tidak suka akibat dari sempitnya pemahaman tentang ego itu sendiri.

Dalam pemahaman umum dikatakan bahwa ego berhubungan dengan hal yang berhubungan faktor psikis manusia.  Dengan kata lain ego berhubungan dengan kondisi diri dalam merespons realitas yang ada dan ditandai dengan adaptasi dalam mentoleransinya.  Hal ini berarti bahwa ego adalah daya tahan dan respon diri terhadap kondisi praktis yang ada dengan dipengaruhi oleh keyakinan yang dimilikinya.

Banyak literatur yang mengartikan ego merupakan sebuah manifestasi dari  pencarian jati diri  dan ke"aku"an yang ada pada setiap diri manusia.  Maka pemahaman tentang ego bukanlah merupakan hal yang seharusnya dipandang negatif oleh diri manusia lain.  Karena ego yang merupakan output dari keyakinan dan muncul dari olah indra (pikir, rasa, dan keinginan) setiap diri manusia. Dan ini mengakibatkan perilaku diri kita akan mengikuti ego itu sendiri.

Ego Sebagai Pencarian Jati Diri

Sebagai bentuk pencarian dan pembangunan jati diri maka ego sebetulnya proses diri agar mampu menemukan hakekat diri sebagai manusia  karena setiap diri manusia ingin hidup dalam kondisi yang lebih baik. Proses diri ini tergantung pada pemahaman dan pengetahuan yang dimilikinya sebagai landasan aktivitas pencariannya. Semakin diri baca dan belajar akan pemahaman dan pengetahuan maka semakin kuat ego yang dimilikinya.

Dari hal tersebut dalam pembangunan jati diri manusia, upaya diri dalam perjuangan mencari dan mengibarkan ego diri akibat dari pemahaman yang telah membentuk diri dapat dikelompokkan dalam tiga jalur.  Ketiga jalur tersebut adalah 1) ego yang baik; 2) ego yang buruk; dan 3) ego yang samar.

1) Ego yang positif

Ego yang positif (baik) yang akan menjadikan jati diri manusia yang baik karena dilandaskan pada pemahaman dan pengetahuan yang benar dalam mengenal diri sendiri.  Proses kerja indra (pikir, rasa dan keinginan) yang ditopang oleh hati sebagai sumbu kerja tiga indra tersebut menjadikan diri selalu memahami sikap dan perilaku diri dalam kehidupan.  Sehingga ego yang dihasilkan adalah jati diri manusia yang baik karena hidup berdasarkan prinsip dan keyakinan yang benar.

Ego yang positif ini merupakan hasil kerja yang optimal dari indra dan hati yang digunakan sebagai poros keseimbangannya.  Maka dengan hadirnya hati ini menjadikan tidak ada yang dominan kerja dari indra (pikir, rasa dan keinginan) yang dimiliki oleh setiap diri manusia. Akibatnya ibarat seperti roda as yang mampu menggerakkan tiga roda secara sempurna dan mengakibatkan kerja dari diri manusia dapat mencapai titik optimal.

Ego yang seperti ini (positif) akan dihasilkan dari kombinasi kerja pikir-rasa -dan keinginan yang ada pada diri manusia dengan diseimbangkan oleh hati.  Perilaku yang dihasilkan merupakan output kerja dari hal tersebut.  Sehingga apapun yang dihasilkan akan menjadikan sebuah tindakan dan aktivitas yang baik kerena didasarkan oleh sesuatu hal yang bekerja menurut prosedur baik yang ada pada diri setiap manusia.

Keoptimalan kerja dari indra tersebut menjadikan keputusan terhadap aktivitas dan perilaku diri menjadi pribadi yang baik karena sesuai dengan tugas untuk menjaga keseimbangan kehidupan.  Keoptimalan kerja ini bukanlah hal yang mudah di dapat tanpa ada perjuangan melalui baca dan belajar pengetahuan yang benar sesuai dengan buku pedoman kerja manusia.  Dan hal ini lah dapat dikatakan bahwa ego yang positif akan berdampak pada pribadi yang selalu mengasihi dan menyayangi pada setiap makhluk hidup yang ada di alam semesta ini.  

2) Ego yang negatif

Ego yang negatif (buruk) yang menjadikan jati diri manusia yang hidup "mengingkari" hakekatnya dengan kehidupan yang selalu merugikan orang lain dan sering melampaui batas dalam setiap aktivitasnya.  Hal ini diakibatkan karena hati tak pernah dipakai sebagai "as" kerja dari indra yang dimiliki.  Dan juga didorang oleh kesalahan dalam menafsirkan pemahaman atau pengetahuan yang ada akibat kemalasan dalam mempelajari ilmu kehidupan.

Ego yang negatif ini merupakan hasil kerja yang tidak optimal akibat "as roda" tidak pernah tersentuh atau tidak pernah digunakan.  Tidak hadirnya hati sebagai poros keseimbangan mengakibatkan dominasi pikir atau rasa atau keinginan menjadi kerja diri.  Ketika dominasi pikir menjadi kekuatan utama yang mempengaruhi aktivitas kehidupan maka diri akan selalu berbuat hanya mengandalkan logika pikir.  Demikian juga ketika rasa yang menjadi dominan maka aktivitas diri selalu mengutamakan perasaan dalam bertindak. Ataupun ketika keinginan yang dimiliki menjadi dominan maka aktivitas memuaskan keinginan dalam bertindak.

Tidak optimalnya diri dalam baca dan belajar inilah sebetulnya merupakan penyebab utama yang menjadikan diri memiliki ego yang negatif.  Akibat diri tidak mau baca dan belajar secara optimal diakibatkan terlalu sibuk atau lalai dan khawatir tentang kondisi kehidupan yang dialami.  Maka tugas baca dan belajar pemahaman yang seharusnya dipelajari tergantikan dengan kesibukan diri dalam menutupi kesibukan atau kekhawatiran yang menjadi penjara dalam kehidupannya. 

 Ketidak optimalan kerja indra tersebut menjadikan segala keputusan yang diambil dan tercermin dalam aktivitas atau perilaku diri menjadi pribadi yang ber"ego" namun hanya untuk kepentingan diri sendiri.  Ketika "pikir" bermain maka logika yang dipertimbangkan adalah untung atau rugi yang diukur dalam ukuran material. Dan apabila "rasa" yang bermain maka hasil yang didapat adalah suka atau tidak suka terhadap obyek yang dihadapi.  Serta manakala ""keinginan" dominan dan bermain maka output yang didapat adalah merupakan puas atau tidak puas dari aktivitas yang dilakukannya.

3) Ego yang netral 

Sedangkan ego yang netral (samar) adalah diri yang tak pernah memiliki prinsip dalam kehidupan karena hidupnya tidak pernah didasarkan atas keyakinan yang dimiliki.  Karena hidup tak pernah mau baca dan belajar sehingga "suwung/kosong" dalam pemahaman tentang ilmu kehidupan akibat dari kerja indra yang tidak sempurna dan didominasi salah satu indra yang ada.

Kategori pribadi yang memiliki ego yang samar ini ibarat diri dalam kehidupan tidak pernah memiliki ego di depan manusia lain.  Hal ini diakibatkan oleh rasa malas dan suka mengeluh yang mengakibatkan diri tak pernah mau berusaha untuk memperjuangkan ego yang sesungguhnya.  Kemalasan dan suka mengeluh ini menjadi dominasi dalam kehidupan sehingga melupakan tugas utama diri sebagai manusia untuk selalu baca dan belajar tentang pemahaman yang benar.

Ketidak kenalan diri dengan ego akibat hal tersebut mengakibatkan diri hanya sibuk kesana kemari untuk menempel atau mencari tempat yang nyaman dalam kehidupan.  Kesibukan seperti itulah sebetulnya mengakibatkan diri menjadi "orang bodoh" karena tak pernah menemukan ego untuk dijadikan prinsip dalam kehidupannya.

Mengapa dikatakan diri yang bodoh? Karena memang pribadi yang memiliki ego yang samar ini adalah pribadi yang tidak mau baca dan belajar sehingga tidak pernah mengenal akan potensi yang diberikan sebagai manusia yang sempurna. Maka dalam kehidupannya pun hanya sekedar menuruti insting dan naluri agar mampu bertahan hidup dengan mengorbankan orang lain ataupun mencari keberuntungan dari inang yang diikutinya.

Pencarian inang atau tempat menempel dalam kehidupan dilakukan dengan menjadikan diri sebagai yang suka memuji orang lain agar nantinya dapat tumpangan dalam kehidupan.  Disamping itu diri juga memiliki hobi suka menfitnah orang yang tidak disukai yang dirasa akan mengganggu kenyamanan dalam kehidupannya agar mendapatkan keuntungan bahwa sebetulnya pribadi diri kita yang baik dibandingkan dengan orang yang difitnahnya.  

Memang sudah disebutkan dalam bacaan bahwa pribadi yang memiliki ego samar ini adalah pribadi yang nampak dan memiliki jumlah yang banyak dibandingkan dengan dua ego lainnya.  Dan pribadi yang samar inilah sebetulnya pribadi yang paling bahaya dalam kehidupan akibat diri terlihat "semu" di mata pemilik ego yang lain akibat kelincahan dalam bermain kata dan bersandiwara untuk mendapatkan keuntungan dalam kehidupan. 

Bersambung.... (Humor Sufi: Potensi Diri (Terjebak pemahaman ego 2).

Hanya humor sufi yang tidak ada lucunya.  Hanya berbeda pemahaman tentang ego yang mungkin pantas untuk ditertawakan.

22/12/22

Salam 

KAS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun