Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Permadani dan Penguasa Kebenaran

15 November 2022   00:07 Diperbarui: 15 November 2022   07:52 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Padahal mungkin untuk memimpin dirinya sendiri saja seseorang butuh proses belajar yang sangat panjang.  Proses pembelajaran memimpin diri ini jika berhasil merupakan sebuah kemenangan dan bekal utama agar diri mampu hidup sebagai manusia.   Maka ketika diri menjadi penguasa namun tidak pernah berhasil menundukkan dirinya maka ibarat tidak memiliki bekal bagaikan sebuah keputusan yang nekat ibarat "bunuh diri" dalam kehidupan.

Jabatan atau kekuasaan ibarat madu dalam kehidupan.  Usaha untuk mendapatkannya pun bukanlah hal yang mudah dan dibutuhkan kerja keras bahkan tak heran banyak yang menepikan perasaan kesulitan atau hambatan agar dapat tercapai tujuan tersebut.  Proses itu seharus akan membekas dalam diri seorang manusia manakala itu dilakukan dengan kerelaan.  Namun jika usaha yang dilakukan bukan karena nilai kerelaan tapi karena nilai yang lain maka ketika diri mendapatkannya harus mendapatkan ganti yang lebih banyak dibanding dengan pengorbanan yang dilakukannya.

Dan realita banyak penguasa yang di dominasi oleh diri yang tak memiliki bekal dan kemampuan.  Dampaknya sangat terasa oleh orang lain yang bukan bagian dari "organisasinya".  Penguasa yang demikian bukan untuk kebaikan dari kerjanya karena melupakan nilai kebenaran dan menghasilkan ketidak seimbangan kehidupan manusia.   

 Maka jika kondisi diri kita yang seperti ini akan muncul pendapat bahwa apapun yang dilakukan adalah sebuah kekuasaan yang dikatakan sebagai sebuah kebenaran.  Namun kebenaran yang mana yang diperjuangkan jika diri masih memiliki kesadaran untuk berpikir.  Sehingga menjadikan sebuah lembaga atau unit organisasi yang di pimpinnya berlaku hukum rimba karena diisi oleh diri yang tak berilmu, memiliki perilaku yang kurang baik dan matinya hati nurani.

Ketika penguasa memiliki modal yang demikian maka otomatis "kerja"nya adalah untuk kepentingan dirinya sendiri.  Dan penguasa yang demikian akan selalu merasa benar dan bahkan ketika dirinya melakukan kesalahanpun juga dianggap sebagai sebuah kebenaran.  Maka perlu dilakukan rekayasa agar diri tetap dianggap benar atau bersih tangannya dengan mengorbankan orang lain sebagai obyek kesalahan yang dibuatnya.

Penguasa Dan Permadani 

Bekal pengetahuan yang cukup dibutuhkan agar diri dapat menjadi seorang yang tidak buta dalam kehidupannya.  Termasuk juga seorang penguasa butuh pengetahuan atau fisik yang lebih kuat dan otak yang encer agar dirinya mampu memberikan keputusan yang manis untuk yang diayominya.  Bukan penguasa yang berlaku seperti majikan yang butuh dilayani dan dihibur oleh para bawahan.

Tempaan ilmu yang dijalani oleh seorang penguasa  agar dirinya tak buta ibarat diri sebagai sebuah permadani yang kotor dan penuh dengan debu yang menempel.  Pukulan atas permadani dibutuhkan agar debu-debu lepas dari dirinya.  Ketika debu sudah lepas maka tinggallah permadani yang bersih karena hasil tempaan dari pukulan-pukulan kehidupan.  Kalau seseorang tak tahan dengan pukulan itu maka tak akan pernah permadani menjadi alas untuk tidur para manusia. 

Permadani yang bersih itulah simbul dari diri seorang pemimpin yang harus mampu menjadi tempat keluh kesah para bawahannya.  Karena rasa nyaman dan tak pernah ada kotoran yang menempel di dirinya.  Maka apapun yang dilakukan adalah semua untuk tugas hidup yaitu menjaga keseimbangan kehidupan manusia dan alam semesta.  Ibarat alam semesta mampu tidur di dalam dekapan permadani yang bersih itu.

Permadani yang bersih bagaikan sebuah sifat dasar dari seorang pemimpin yang selalu dijalan kebenaran karena tak pernah mau dirinya dihinggapi oleh kotoran-kotoran yang menempelinya.  Karena kotoran-kotoran itu adalah niat-niat buruk yang selalu akan menggoda baik dirinya maupun orang yang ada di dalam kekuasaannya.  Maka tercapailah sebuah kondisi atau iklim organisasi yang selalu bersih bebas dari penyakit yang merusak tujuan dari organisasi tersebut.

Dan karena fungsinya sebagai permadani seorang penguasa ibarat siap untuk diinjak dan dikritik dalam tugasnya. karena dalam sebuah organisasi pasti ada pihak yang tidak suka atau gemar mencari kelemahan dan keburulannya.  Hujatan dan kata kata yang kurang sopan bukanlah sebagai debu yang dapat menempel dan membekas pada hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun