Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Aksiologi Bersyukur

19 Mei 2022   21:30 Diperbarui: 19 Mei 2022   21:32 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Topik aksiologi bersyukur bukanlah sebuah materi yang berat sebagai bahan bacaan untuk menjadi bahan perenungan diri.  Melainkan sebuah perenungan atas ucapan dan bacaan atau tindakan yang biasa diri lakukan sebagai manusia dalam kegiatan sehari-hari.  Karena realita yang terjadi banyak diri melakukan bacaan dan ucapan syukur hanya sekedar suara atau tindakan yang tanpa makna yang tak berarti dalam kehidupan diri tentang nilai dari bersyukur itu sendiri. Dan hal ini mengakibatkan diri lalai atau lupa dengan hakekat dari makna nilai bersyukur 

Ibarat diri seorang anak kecil ketika diberi hadiah secara tiba-tiba oleh orang tua maka mungkin nilai yang di dapat dari hadiah tergantung pada apa yang diberikan.  Bahkan mungkin hadiah sekedar kejutan yang hanya bernilai sesaat tanpa ada nilai lebih yang tertanam di dalam diri anak kecil. Dan berterima kasihnya anak tersebut sekedar ucapan senang atas hadiah yang diberikan dan dengan harapan agar nanti diberi hadiah kejutan lagi yang lebih banyak dibandingkan sekarang.

Namun ketika hadiah diberikan kepada anak kecil akibat dari perjuangan yang dilakukan agar diri mampu meraihnya maka nilai "bersyukur" atas hadiah yang di dapat akan memiliki nilai yang berbeda.  Hadiah akan menjadi sebuah "nilai diri" yang diungkapkan dengan wujud "syukur" atas capaian jerih payah dan mengakibatkan sebuah perubahan tindakan dalam kehidupannya.

Perbedaan dua contoh tersebut merupakan bentuk motivasi diri untuk merenungkan makna "bersyukur" atas apa yang selama ini sudah menjadi kebiasaan sehari-hari.   Tanpa diri melakukan perenungan tentang arti dan makna syukur tersebut akan mengakibatkan diri terjebak pada pemahaman umum dan menyebabkan aksiologi yang salah atas makna dari syukur itu sendiri.

Memahami Kata Syukur

Aksiologi merupakan keberlanjutan diri dalam memahami pengetahuan yang dimiliki tentang arti dari syukur.  Ketika diri sudah memahami maka akan memotivasi diri untuk hidup lebih baik karena mengetahui pengetahuan tentang makna syukur itu sendiri.  Namaun ketika diri tidak memahami maka mungkin akan berakibat diri menjadi orang yang sok memahami sehingga menjadikan diri tersesat dengan kata yang sering diucapkan namun tak paham dengan artinya.

Banyak fenomena yang terjadi sekarang ini dan mungkin juga diri alami adalah sering mendengar atau mengucapkan kata syukur (Memuji kepada Sang Pencipta) namun tak paham dengan makna tersebut.  Sehingga hal ini mengakibatkan diri seperti "mengejek/meremehkan" kepada Sang Pemberi dengan ucapan atau tindakan yang dilakukannya.  Sebuah kerugian akibat ketidak tahuan dan kemalasan diri untuk selalu belajar atas segala sesuatu suratan dan siratan yang tersirat dalam aktivitas kehidupan di dunia ini.

Penjara kemalasan yang terjadi ini diakibatkan diri terlalu yakin dengan pemahaman atau pengetahuan yang selama ini sudah menjadi hal atau kebiasaan yang umum.  Ketika hal umum dianggap sebagai sebuah kebenaran yang mutlak karena bersifat "generalisasi" maka akan menjadi turunnya semangat untuk belajar menggali pengetahuan yang sederhana namun menjadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari.

Maka tidak heran jika sebuah tindakan atau aktivitas yang sebetulnya "keliru" namun dianggap hal yang umum maka akan bisa dijadikan alasan bahwa hal yang keliru tersebut adalah sebuah "kebenaran" sebelum ada yang berani mengungkapkan kesalahann.  Namun realitanya orang yang menganggap hal yang umum itu salah maka bisa divonis orang tersebut adalah termasuk golongan yang sesat.

Hal ini juga terjadi di dalam dunia pendidikan.  Bahkan ketika seorang pendidik menyatakan bahwa teori itu salah tetapi ternyata teori tersebut adalah hal yang dianggap kebenaran yang diterima umum maka mungkin pendidik tersebut dianggap tersesat. Sebuah perjuangan yang berat dilakukan seseorang ketika diri mengungkapkan pengetahuan sederhana yang selama ini dianggap benar oleh manusia umum namun sebetulnya hal yang salah.  

Berpijak dengan fenomena tersebut diri mengajak kepada pembaca untuk menjadi manusia yang selalu belajar dalam menerima perbedaan yang ada.  Dengan maksud bahwa sebuah kebenaran bukan didasarkan atas yang berlaku umum, namun perlu dikaji dan direnungkan dan diperjuangkan untuk memahami kebenaran yang sesungguhnya.  Hasil perenungan dan perjuangan dalam menemukan pemahaman inilah sebuah aksiologi dari sebuah pengetahuan.   

Maka diri yang beraktivitas yang demikian akan menemukan "nilai syukur atas kerja" mencari siratan dari yang tersurat dalam pengetahuan umum.  Syukur tersebut bukanlah sebuah hadiah yang diberikan oleh orang lain dalam bentuk penghargaan atau pengakuan namun nilai kebahagiaan dalam menemukan makan yang tersurat dan menjadikan pemahaman diri untuk aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.

Tambahan memahami atas makna "syukur" yang baru tersebut akan menjadikan diri lebih yakin dengan pengetahuan yang dimiliki dan menjadikan semakin memahami arah perjalanan kehidupan yang menjadikan tanggung jawabnya.  Nikmat yang dirasakan tidak hanya sekedar memahami kata tersebut melainkan melahirkan ranting kenikmatan yang tak ternilai jumlahnya.

 Aksiologi Syukur

Dua contoh kisah tentang diri anak yang menerima hadiah adalah merupakan penggambaran bagaimana diri berada tentang kondisi sekarang ini  dalam memahami kata syukur.  Contoh pertama adalah diri mengucapkan rasa syukur karena diri diberi hadiah tanpa memahami latar-belakang hadiah tersebut diberikan.  

Makna syukur yang  pertama  adalah sebagai manifestasi bersyukur dengan pendekatan deduktif dimana diri menerima hadiah tanpa memahami arti dan maksud hadiah tersebut.  Sehingga bersyukur adalah bentuk umum dan harus menjadi hal kebiasaan tanpa memahami lebih dalam tentang maksud dari hadiah itu sendiri.

Tindakan bersyukur ini sekedar bentuk rasa terima kasih atas hadiah yang diberikan kepada diri dan mungkin akan menjadikan diri lupa bahwa akan maksud dari tujuan diberikannya nikmat tersebut.   Dan pemahaman ini adalah hal yang umum terjadi karena hadiah yang tanpa ada perjuangan untuk mendapatkannya dan mengakibatkan rasa bersyukur sekedar kiasan dari ucapan dan tindakan sesaat saja.

Demikian juga ketika hal ini dihubungkan dengan rasa syukur kepada Sang Pencipta.  Apakah diri juga berlaku seperti ini?  Seolah tidak tahu maksud dari diri diciptakan dan diri dihidupkan.  Walaupun diri setiap hari mengucapkan syukur kepadaNYA namun bukankah itu hanya sekedar "lamis atau manis" di bibir saja karena perbuatan diri tidak mencerminkan rasa terima kasih malah mungkin diri selalu memberontak dan menuntut untuk diberi lebih dari yang di dapat sekarang.

Sebuah kerugian jika diri masih melakukan hal seperti ini.  Namun ketika diri tak pernah mau belajar lebih dari sekedar yang sekarang menjadi pemahaman maka tidak mungkin akan menemukan hakekat syukur yang sesungguhnya. Malah mungkin diri kita melakukan syukur hanya untuk "umpan" agar mendapatkan nikmat yang lebih banyak dari Sang Pencipta (semoga diri kita tidak termasuk dalam golongan ini).

Maka ketika diri memiliki kesadaran untuk belajar lebih tentang makna syukur yang sebenarnya sebetulnya sudah digambarkan dalam kehidupan sehari-hari.  Gambaran tersebut adalah tersirat dalam perjuangan diri dalam memperjuangkan perjalanan kehidupan di dunia ini.

Makna syukur yang kedua adalah bersyukur merupakan ungkapan dari kebahagian diri atas jerih payah yang diperjuangkan atau dilalui.  Gambaran perjuangan yang berat untuk mencapai titik nilai bersyukur inilah sebagai pendekatan induktif karena dimulai dari aksi atau tindakan untuk mencapai titik tujuan yang dicapai.  Masalah hadiah yang diberikan tak akan mengurangi nilai bersyukur karena tujuan bukan lah hadiah yang diharapkan namun nilai-nilai perjuangan yang dijalani menjadikan diri hidup dengan selalu syukur atas capaian yang dicapainya.

Hal ini mengakibatkan bahwa tindakan diri (tanpa perlu diucapkan) sudah mencerminkan bentuk syukur yang merasuk dalam aktivitas penerimaan atas segala nikmat yang dilakukan.  Nilai syukur merupakan  penerimaan diri atas hasil yang diperolehnya tanpa ada unsur kekecewaan atas hasil karena yang muncul adalah nilai kebahagian dalam menjalani kehidupan.

Bukanlah hal ini senada dengan pemahaman bahwa ketika diri mampu atau melakukan "syukur" (yang bukan ucapan) maka akan ditambah dengan nikmat lain yang lebih banyak.  Pemahaman nikmat lain yang lebih banyak bukanlah hadiah-hadiah yang akan diterima namun melainkan nilai-nilai yang lebih dalam bentuk yang tak dapat di perkirakan oleh diri kita.  Maka pemahaman syukur bukan hadiah atas capaian dari yang diraihnya melainkan sesuatu bentuk kepasrahan diri yang diikuti oleh "sesuatu" yang mengikutinya.

Pemahaman nilai syukur dimensi induktif ini ibarat sebuah pencarian yang mendaki untuk mencari makna sebuah teori "syukur" sebagai bekal diri untuk kehidupan diri.  Hasil pencarian bukanlah tujuan dari perjalanan memahami makna "syukur" melainkan nilai-nilai yang tertanam dari sebagai pemahaman baru untuk bekal perjalanan kehidupan di dunia ini.

Penutup

Sebuah tulisan tentang aksiologi bersyukur yang diri lakukan untuk mencari pemahaman pengetahuan yang benar.  Hanya sekedar humor sufi tidak ada yang lucu untuk ditertawakan namun ketika berbeda pendapat itulah yang pantas untuk ditertawakan sebagai guyonon untuk perenungan.

Bersyukur sudah sering diri lakukan... Namun tak tahu apakah itu yang benar... Tapi realita diri tak pernah puas karena diri selalu ingin diatas... Bahkan tak pernah diri sekalipun untuk turun dibawah...

Magelang, 19/5/2022

Salam

KAS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun