Bukanlah hal ini senada dengan pemahaman bahwa ketika diri mampu atau melakukan "syukur" (yang bukan ucapan) maka akan ditambah dengan nikmat lain yang lebih banyak. Â Pemahaman nikmat lain yang lebih banyak bukanlah hadiah-hadiah yang akan diterima namun melainkan nilai-nilai yang lebih dalam bentuk yang tak dapat di perkirakan oleh diri kita. Â Maka pemahaman syukur bukan hadiah atas capaian dari yang diraihnya melainkan sesuatu bentuk kepasrahan diri yang diikuti oleh "sesuatu" yang mengikutinya.
Pemahaman nilai syukur dimensi induktif ini ibarat sebuah pencarian yang mendaki untuk mencari makna sebuah teori "syukur" sebagai bekal diri untuk kehidupan diri. Â Hasil pencarian bukanlah tujuan dari perjalanan memahami makna "syukur" melainkan nilai-nilai yang tertanam dari sebagai pemahaman baru untuk bekal perjalanan kehidupan di dunia ini.
Penutup
Sebuah tulisan tentang aksiologi bersyukur yang diri lakukan untuk mencari pemahaman pengetahuan yang benar. Â Hanya sekedar humor sufi tidak ada yang lucu untuk ditertawakan namun ketika berbeda pendapat itulah yang pantas untuk ditertawakan sebagai guyonon untuk perenungan.
Bersyukur sudah sering diri lakukan... Namun tak tahu apakah itu yang benar... Tapi realita diri tak pernah puas karena diri selalu ingin diatas... Bahkan tak pernah diri sekalipun untuk turun dibawah...
Magelang, 19/5/2022
Salam
KAS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H