Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Humor Sufi: Mencari Mahkota Puasa (3)

21 April 2022   08:42 Diperbarui: 21 April 2022   08:44 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak terasa sudah ditengah perjalanan dalam menjalani ibadah puasa ditengah hangatnya kondisi disekitar kehidupan kita, dimulai dengan sandiwara minyak goreng - permainan agresif para pemain BBM - ditambah dengan geliatnya para mahasiswa yang sepertinya menyuarakan "nada nada" politik.  

Sepertinya fenomena tersebut tidak sejalan dengan sejuknya bulan puasa yang seharusnya ke tenangan dan kedamaian terjadi agar diri umat dapat khusyuk dalam beribadah.

Skenario sandiwara yang dibuat oleh para manusia tersebut menjadi sebuah pertanyaan yang menghampiri diri ditengah kebutuhan kondisi yang tenang agar mampu "merenung" dan "menghayati" perjalanan vertikal di bulan puasa ini.  

Bukan tak acuh dengan kondisi yang ada dan menghimpit kebutuhan hidup, namun skenario ibarat melempar batu ditengah arus sungai yang tenang sehingga tetap mengganggu konsentrasi diri untuk bersikap.

 Sebuah nasehat para orang tua yang sering kita dengar ternyata kembali mengusik hati ini akibat fenomena-fenomena tersebut agar diri selalu mampu melihat tingkah laku diri (motivasi hidup) dan bukannya menyalahkan orang lain dengan kondisi yang sekarang ini terjadi.  

Namun nasehat itu tertutup dengan pepatah "kuman diseberang lautan nampak dan gajah di pelupuk mata tak kelihatan). Sebuah disoriented diri yang terlalu eksternal oriented yang selalu menyalahkan orang lain dibandingkan dengan mengakui kekurangan pada diri sendiri.

"Civis pacem Parabelum" yang memberikan gambaran kasar bahwa jika ingin perdamaian maka bersiaplah untuk berperang.   Nasehat ini memang terlihat frontal jika diri "lugu (sederhana)" mengartikan.  Berperang adalah muara dari keinginan untuk mendapatkan perdamaian.  Tapi apakah memang benar seperti ini makna yang tersirat dari kata-kata tersebut atau memang ada yang lebih jika diri mampu merenung lebih mendalam terlebih kejadian ini terjadi pada bulan Puasa.

Kewaspadaan atas kondisi yang ada haruslah menimbulkan sebuah percikan semangat  atau motivasi diri (baca: Motivasi hidup manusia) pada saat momentum yang tepat untuk selalu lurus dalam perjalanan kehidupan di dunia ini. 

Karena dibutuhkan kesadaran agar diri tidak menjadi manusia yang selalu dalam kondisi rugi.  Kerugian bukanlah diukur dari materi yang diperjuangkan namun dari nilai lain atau bekal yang dibawa untuk menghadap kepada Sang Pencipta.

Bukanlah civis pacem parabelum sama halnya dengan Jihad bi nafs.  Hal ini dikarenakan makna dari jihad binafs adalah dibutuhkan peperangan yang besar yaitu perang dalam diri agar diri mampu mengalahkan nilai-nilai negatif yang selama ini membelenggu kehidupan manusia.  

Memahami Visi Hidup Manusia

 Kewaspadaan atas kondisi akan terjadi jika diri memahami dan memiliki visi kehidupan.  Karena kesadaran akan muncul akibat diri memiliki kecerdasan tidak sekedar kecerdasan intelektual atau emosional.   Namun kecerdasan dalam perspektif dimensi lain harusnya dimiliki diri yang memiliki visi hidup manusia.

Visi hidup diri manusia didasari oleh nilai rasa tanggung jawab.  Nilai ini merupakan bentuk kesadaran diri bahwa diri diciptakan karena ada yang menciptakan.  Karena adanya yang menciptakan maka otomatis rasa tanggung jawab adalah bentuk pertanggungjawaban diri kepada Sang Pencipta sebagai motivasi dalam setiap aktivitas kehidupan di dunia ini.

Rasa tanggungjawab ini adalah bentuk ketaatan dan kepatuhan diri kepada Sang Pencipta dengan manifestasi pada jalan perjalanan kehidupan diri di kehidupan di dunia ini.  Ketaatan, kepatuhan dan cinta yang termanifestasi pada bentuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang sudah digariskan kepada setiap manusia.  Rasa tanggung jawab ini akan menghasilkan diri manusia yang bersifat profesionalisme sejati.

Profesionalisme sejati ini akan memunculkan tindakan yang bertanggungjawab karena didasarkan oleh nilai-nilai kecintaan terhadap diri agar mampu menjadi manusia seperti yang dikehendaki oleh Sang Pencipta.  Untuk menjadi manusia seperti yang diharapkan tersebut maka visi hidup harus selalu selaras dengan nilai-nilai ajaran yang diyakininya.

Visi hidup untuk menjadi diri makhluk yang seperti yang diharapkan oleh Sang Pencipta ini mengakibatkan diri selalu bertindak aplikatif dan memiliki tolak ukur yang jelas dan benar.   Kejelasan dan kebenaran tindakan yang ada merupakan bentuk keseimbangan hidup yang diharapkan sehingga apapun yang dilakukan dalam aktivitas hidup terlepas dari ancaman atau situasi yang diliputi oleh kekhawatiran.

Seperti dipahami bahwa rasa khawatir merupakan virus utama yang menjangkiti diri kita.  Dan virus itu merupakan virus tertua yang mendiami hati manusia.  Ketika diri gagal maka berakibat ketidakseimbangan hidup diri akan semakin menjauh dan menyebabkan kerusakan dan pertumpahan darah dalam kehidupan manusia di dunia ini.  

Hal ini senada dengan apa yang diprediksi oleh para malaikat tentang diri manusia sebelum ditugaskan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini.

Cara Menemukan Visi Hidup

 Agar tidak terjadi disoriented dalam kehidupan di dunia ini maka diri harus  selalu belajar pada pemahaman-pemahaman yang ada dalam Buku Panduan hidup yang sudah diberikan oleh Sang Pencipta.   

Tugas baca dan belajar menjadi hal utama dalam kehidupan diri sehari hari.  Maka tidak salah jika ada pepatah yang mengatakan belajarlah dari diri kita di lahirkan sampai ajal menjemput dan mengakhiri hidup manusia.

Visi hidup manusia yang didasarkan oleh pemahaman-pemahaman atas segala tindakan yang sesuai dengan Buku Panduan Hidup akan memberikan respons yang baik.  Pemahaman atau pengetahuan yang muncul dari pendengaran, penglihatan dan hati akan memunculkan tindakan yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan baik kepada manusia, makhluk lain ataupun kepada Sang Pencipta.

Unsur utama di dalam mendapatkan pemahaman atau pengetahuan ini adalah dengan memiliki hati yang bersih.  Diri manusia yang memiliki hati yang bersih akan menjadikan mata hati tetap tersadarkan untuk menerima kebenaran yang ada.  

Kesadaran ini akan memunculkan makna atas sebuah peristiwa atau fenomena-fenomena yang ada sebagai sebuah pembelajaran dalam mendapatkan pengetahuan sebagai bekal untuk kehidupannya.  Diri yang memiliki mata hati akan menyebabkan diri peka terhadap segala kondisi kehidupan yang terjadi.  

Namun ketika hati menjadi buta mengakibatkan diri kehilangan prinsip hidup, lumpuh atau dilumpuhkan dan kehilangan arah perjalanan dalam kehidupan di dunia ini.  Maka kekeliruan arah atau kesesatan peta perjalanan akan menjauhkan diri dari tujuan hakiki diciptakan manusia di muka bumi ini.  

Sebuah kerugian jika kondisi diri kita seperti ini maka pantas jika diri dikatakan sebagai manusia yang hidup namun tidak pernah hidup di dunia karena kehidupan kita salah arah.

Sikap yang selalu berusaha untuk membersihkan hati agar dapat memiliki visi kehidupan akan menjadikan diri yang selalu memiliki prinsip dalam setiap tindakan.  Prinsip itu akan selalu mengutamakan keseimbangan dan dengan prinsip yang dimiliki diri akan menjadi orang yang tidak mudah tergoda dan mabuk oleh manisnya madu kehidupan di dunia ini.  

Karena dasar pemahaman atau pengetahuan yang dimiliki selalu menjadi motivasi dalam aktivitas kehidupannya.

Bulan puasa yang sekarang diri jalani yang dipenuhi dengan fenomena-fenomena yang "unik" ini semoga menjadi momentum diri untuk selalu menjadi lebih baik dibandingkan dengan periode-periode kemarin.  

Setelah diri menyiapkan diri dengan padusan (baca:Mahkota puasa 1)  dan kemudian berusaha untuk memiliki "baju" (baca:Mencari mahkota puasa (2))   yang sesungguhnya dan dilanjutkan dengan persiapan diri dengan memiliki hati yang bersih.

Sekedar humor sufi, tidak ada yang lucu dan pantas untuk ditertawakan.  Namun jika salah tulisan ini memang itu yang layak untuk ditertawakan.

Terima kasih

Magelang, 20/4/2022

Salam KAS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun