Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Humor Sufi: Mencari Mahkota Puasa (1)

13 April 2022   12:00 Diperbarui: 13 April 2022   12:05 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Banyaknya fenomena yang ada sekarang terjadi adalah ibadah puasa sekedar ritualitas dan simbolitas aktivitas diri kita layaknya sekedar menggugurkan kewajiban.  Ibarat menjalankan puasa sekedar untuk mencari "nilai" di mata manusia lain baik di lakukan secara sadar ataupun tidak sadar.  Sehingga layaknya diri sebagai anak kecil melakukan aktivitas karena mengharapkan "hadiah" baik dari manusia lain yang berupa simpati ataupun ingin mengharapkan apa yang dijanjikan oleh Sang Pencipta.

Jikalau aktivitas ibadah puasa dilakukan seperti itu apakah mungkin diri mendapatkan hadiah dari Sang Pencipta? Padahal realita motivasi ibadah bukan didasarkan atas pemahaman yang benar.  Dan di lain pihak mungkin diri belum memiliki kesadaran akan pemahaman bahwa ibadah puasa dimulai dari diri yang mencoba membersihkan hati atau memiliki hati yang bersih sebagai bahan bakar dalam melaksanakan ibadah puasa. 

Banyak contoh yang diberikan oleh para "orang tua" yang sudah diberikan kepada diri kita untuk bekal dalam menghadapi bulan puasa dan seharusnya menjadi "perenungan" karena memiliki nilai yang tidak sekedar aktivitas yang ada.  Penyamaran makna dari aktivitas yang harus dipersiapkan diri menjelang puasa tidak pernah dicari hakekat dari tujuan yang sebenarnya.  Akibatnya budaya penyambutan puasa sekedar ritual yang kurang memiliki makna dan bahkan tak pernah mau mencari makna yang tersirat.

Padusan sebuah ritual menjelang Ibadah puasa

Para orang tua memberikan pembelajaran pemahaman dengan budaya padusan (orang jawa) sebagai bentuk kegiatan sehari menjelang dilakukannya ibadah puasa.  Budaya padusan pemahaman umum yang ada adalah melakukan mandi besar baik itu dilakukan di rumah ataupun pemandian umum.  Dan ketika pemahaman ini hanya dimaknai sebatas ini maka yang dilakukan adalah sekedar "piknik" ke tempat-tempat pemandian umum yang dilakukan menjelang puasa.

Pemahaman seperti ini sudah hal yang biasa terjadi.  Bahkan ketika banyak diri kita ditanya alasan melakukan "padusan" adalah sekedar sebuah budaya menjelang dan menyambut bulan puasa saja.  Apakah memang seperti ini tujuan dari para orang tua kita menciptakan budaya padusan menjelang puasa?

Butuh perenungan atau belajar yang mendalam atau bahkan mengubah pola pikir diri kita agar mampu menjawab apa makna yang tersirat dari budaya padusan ini.  Dan mungkin karena diri sudah terbiasa dengan pemikiran instan dan karena sudah merupakan pemahaman yang bersifat umum dan generalisasi maka pengetahuan diri tentang padusan sekedar budaya masyarakat untuk menyambut datangnya bulan puasa.

Tidaklah sedangkal ini para orang tua memberikan ajaran yang mudah dikenal dan diingat ketika menjelang melaksanakan ibadah puasa.  Tentulah mereka memiliki pemahaman dan maksud yang lebih dari sekedar mandi saja.  Jika hanya sekedar pemahaman seperti ini maka tidak salah jika budaya/ritual padusan dianggap sebagai sebuah hal yang tidak diajarkan dalam ajaran agama.

 Belajar dari budaya yang sudah di ajarkan oleh para orang tua kita tidak sekedar mengarang atau menghubungkan dengan hal-hal yang bersifat logis saja.  Melainkan diri harus kembalikan kepada Buku Ajaran yang menjadi pedoman dalam kehidupan manusia  di dunia ini khususnya yang berhubungan dengan ibadah puasa.  Ini dilakukan agar diri dalam menjalankan ibadah puasa dapat lulus dan mendapatkan mahkota kelulusan yang dijanjikan oleh Sang Pencipta.

Padusan Sarana Pembersihan Hati

Ketika padusan dihubungkan dengan makna yang lain yaitu dengan pembersihan hati maka ritual atau budaya padusan memang tidak sekedar mandi di tempat-tempat pemandian.  Melainkan sebuah isyarat bahwa sebelum diri memasuki bulan yang besar ini harus memiliki fisik yang bersih dan ruhani yang siap untuk kembali kepada fitrah diri sebagai manusia.

Padusan yang selama ini berkonotasi dengan ritual mandi (mandi besar) secara garis besar adalah usaha diri manusia untuk membersihkan diri dari kotoran-kotoran yang menempel pada diri manusia agar secara jasmani layak untuk menjalankan ibadah. Karena puasa adalah kewajiban kepada setiap diri orang yang berimana yang sejajar dengan kewajiban sholat.  Maka pentingnya membersihkan diri secara jasmaniah di gambarkan dengan mudah melalui ritual padusan agar mudah diingat dan dipahami.

Ajaran mengajarkan bahwa ibadah puasa tidak sekedar menahan lapar dan dahaga saja.  Jadi ibadah puasa merupakan bentuk keseimbangan antara ibadah jasmani dan ruhani seorang manusia agar kembali pada hakekat diri yang sesungguhnya.  Dan ibadah puasa bukan hanya ibadah fisik (menahan lapar dan haus) melainkan juga merupakan ibadah ruhani karena mengosongkan pikiran dan perasaan yang terpenjara pada hal-hal yang bersifat duniawi.

Pemahaman padusan dengan makna yang lebih yaitu sebagai bentuk "mandi ruhani" digambarkan dengan berkumpulnya atau bersilaturahim nya banyak manusia ditempat tempat umum yang memiliki makna bahwa dalam menyambut bulan puasa diri sudah tidak memiliki "sakit hati" dalam hubungan dengan manusia lain.  Sehingga bebasnya "sakit hati" ini akan memberikan bahan bakar baru dan membuang selimut yang selama ini menyelubungi hati diri kita.

Padusan (mandi ruhani) dalam hal ini diharapkan diri memiliki motivasi positif dalam menjalankan ibadah puasa  (baca:Motivasi positif dan negatif).  Karena ketika diri masih terbelenggu oleh motivasi negati maka sifat diri dalam menjalankan aktivitas akan terbelenggu pada hal-hal yang bersifat keduniawian dan ke"aku"an diri.  Sehingga berdampak pada kurangnya niat yang baik dan dimiliki dalam menyambut atau menjalankan ibadah puasa.

Motivasi negatif yang memberikan rangsangan diri untuk beraktivitas didasarkan atas dominasi "hawaa" atau dasar pemahaman kebutuhan perut dan sekitarnya.   Motivasi yang demikian ini akan mengakibatkan pikir dan perasaan diri terpengaruh oleh kebutuhan dari perut tersebut.  Sehingga tindakan atau aktivitas diri adalah selalu berorientasi pada kepentingan duniawi dan mengakibatkan tindakan yang bersifat destruktif.

Tindakan yang destruktif ini akibat dari hati yang tak pernah bekerja secara benar dan akibat hati yang terjangkiti oleh penyakit-penyakit yang ada.  Kondisi yang demikian maka kehidupan diri tak pantas untuk ikut menyemarakkan bulan puasa atau mengharapkan mahkota puasa seperti yang dijanjikan oleh Sang Pencipta.

Padusan sebagai sarana untuk pembersihan hati adalah bentuk pengembalian diri agar memiliki motivasi positif dalam menjalankan ibadah puasa.  Karena motivasi positif akan membawa diri untuk mencoba melakukan langkah awal dalam pembersihan hati.   

Motivasi positif merupakan harapan diri yang tercermin dalam niat atau bahan bakar kehidupan yang berasal dari hawaa yang sudah dapat dikendalikan oleh hati manusia.  Motivasi yang demikian akan menempatkan hati pada tempatnya sebagai "as" atas bekerjanya tiga indra yang dimiliki oleh manusia yaitu pikir (fuad), perasaan (shadr) dan hawaa.  

Motivasi positif akan memberikan rangsangan kepada diri agar mampu beraktivitas dengan baik sesuai dengan fitrah diri manusia sebagai makhluk yang sempurna.  Sehingga tindakan yang dihasilkan adalah hal -hal yang bersifat konstruktif dan sesuai dengan peta perjalanan diri sebagai makhluk yang diciptakan oleh Sang Pencipta.

Ketika puasa diri mampu didasarkan atas motivasi positif maka tentunya diri layak untuk menyambut atau menjalankan ibadah puasa secara benar.  Karena diri dalam posisi suci baik dalam jasmaniah maupun ruhaniah.  Hal ini menyebabkan diri dalam keseimbangan dan menjadikan diri tidak merasa terbebani dalam menjalankan ibadah puasa.

Nilai dan makna yang berat dari budaya padusan ini yang merupakan contoh yang digambarkan dengan budaya sederhana yang diajarkan oleh para orang tua disimbulkan dengan hal yang sederhana dan mudah diingat.  Ke"simple"an para orang tua kita dalam memberikan gambaran menyambut puasa adalah hadiah yang besar dan hebat yang harus kita gali makna yang tersirat dari budaya padusan tersebut.

Hanya sekedar humor sufi dalam mencari mahkota puasa.  Tulisan ini merupakan pembuka dalam mengkaji mahkota puasa.  

Magelang, 13/4/2022

Salam 

KAS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun