Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Kenali Diri (Renungan 27 R)

27 Februari 2022   21:35 Diperbarui: 27 Februari 2022   21:45 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika 27 R adalah sebuah cetakan foto maka mungkin itu ukuran yang sangat besar untuk dipasang di dinding rumah.  Akan tetapi kebanyakan diri kita tak pernah memandang foto itu sebagai sebuah cerita yang merupakan bekal untuk kehidupan manusia.  Kebanyakan diri kita memandang sebuah foto hanya sebagai sebuah output/ hasil jepreten sebuah kamera dan pasti hasilnya baik, unik dan lain sebagainya.

Foto yang bagus mungkin tidak tergantung pada kamera yang canggih dan mahal. Namun kamera yang jelek pun asal masih bisa untuk mengambil gambar untuk menghasilkan foto yang bagus bukanlah hal yang mustahil.  Semua itu tergantung pada manajemen waktu (menemukan momen yang tepat) dan diri yang mampu menguasai kondisi yang ada.

Diri kita paham semua pengetahuan pasti mengenalkan akan adanya perilaku diri yang bertipe pada input oriented , process oriented dan output oriented.  Pemahaman pengetahuan inilah yang membedakan perilaku kehidupan diri manusia dalam melihat sebuah fenomena yang ada.  Maka tidak salah jika sering terjadi beberapa perspektif yang berbeda dalam melihat sebuah objek yang sama.

Input oriented adalah pemahaman dimana diri kita melihat sebuah objek didasarkan pada kualitas input.  Ketika melihat pada sebuah foto 27 R dengan pemahaman yang "umum" pasti akan berpikir pada siapa dan dimana serta waktu peristiwa itu di ambil.  Maka mungkin setiap diri manusia akan memiliki perspektif yang berbeda-beda tergantung bahan yang dijadikan dasar pemahaman.

Process oriented merupakan pengetahuan yang berprespektif bagaimana sebuah objek tersebut dihasilkan.  Maka pemahaman yang diperoleh adalah bagaimana diri mampu melakukan aktivitas yang sebaik mungkin agar efisiensi dan efektivitas dalam mengolah input menjadi output serta menghasilkan produk yang tidak gagal/cacat.

Output oriented adalah bentuk pemahaman yang berpikir bahwa sebuah obyek yang penting adalah hasil akhirnya.  Dalam hal ini yang penting target tercapai masalah kualitas atau hal yang lain tidak begitu diperhitungkan yang penting hasil adalah menguntungkan/maksimal. Tidak dapat dipungkiri dengan latar belakang tiga pemahaman tersebut maka akan menghasilkan perpecahan dan perbedaan pendapat karena beda kendaraan (pengetahuan) dalam melakukan penilaian terhadap hal yang sama.

Foto 27 R adalah merupakan sebuah simbolitas yang diri ambil dari makna peristiwa besar yang terjadi di kehidupan di dunia ini. Foto 27 R yang merupakan tanggal merah bagi bangsa Indonesia karena merupakan sebuah peringatan 27 Rajab yang merupakan hari besar untuk umat muslim.  Maka dengan mengibaratkan sebagai sebuah foto diri untuk membuat sebuah renungan diri sebagai bentuk evaluasi persepsi atas peristiwa yang terjadi agar mendapatkan pemahaman yang lebih baik untuk kehidupan di dunia ini. 

27 R Dalam Diri Kita

Perspektif 27 R dalam diri selama ini mungkin tidak banyak berbeda dengan makna foto 27 R yang dipasang di dinding.  Karena mungkin diibaratkan hanya sebuah foto maka tak ubahnya banyak diri yang memiliki perspektif yang berbeda dalam memaknainya bahkan tidak jarang hanya memandang sekedarnya karena memang tak pernah mau untuk memahami lebih lanjut.  Karena perspektif hanya tugas diri sebagai muslim yang hanya perlu mengetahui sejarah dan output dari peristiwa yang besar tersebut.

Namun disisi lain, ketika diri melepas bahan pengetahuan yang dimiliki dan mau merenung sejenak maka sebetulnya semua manusia adalah memiliki visi yang sama untuk hidup di dunia ini.  Perbedaan yang ada hanyalah sebetulnya sebuah pemahaman yang turun-temurun yang sudah memenjara pikir kita sehingga menganggap bahwa manusia adalah berbeda.

Kesepakatan awal yang terjadi sebelum diri lahir adalah bahwa manusia itu harus menjalani tiga fase yaitu 1) kelahiran/diciptakan (input oriented), 2) fase diuji dalam kehidupan (process oriented), 3) fase dihidupkan (output oriented).  

 Input oriented yang ada pada diri sebagai manusia dilahirkan dalam wujud yang sama yaitu sebagai bayi dan memiliki kelengkapan yang sama.  Perbedaan masalah lahir dimana dan suku bangsa mana adalah sebagai bentuk rahmat untuk setiap makhluk yang ada.  Ketika perbedaan ini tidak bisa kita lepas  penjara pemahaman yang selama ini memenjara diri manusia. 

Hakekat persamaan inilah yang sebetulnya ditekankan oleh Sang Pencipta agar diri hidup berbangsa-bangsa dan untuk saling mengenal.  Tidak ada perbedaan apapun yang ada ketika diri dilahirkan dan akan menjadi berbeda ketika diri dibesarkan oleh pemahaman pengetahuan yang menjadi dasar hidup orang tua dan lingkungan tempat bayi tersebut dibesarkan.  

Lupa atau lalainya diri dengan persamaan ini memang sudah menjadi sifat manusia umum dan mengakibatkan bekal dari Sang Pencipta yang sudah dipersiapkan untuk kehidupan di duniapun semakin jauh dari jangkauan diri kita.  Sifat lalai dan lupa ini diakibatkan oleh kemalasan diri dalam mencari pengetahuan karena terpenjara oleh rasa khawatir dalam kehidupan di dunia ini.

Process oriented merupakan perjalanan kehidupan diri di dunia ini.  Ketika diri tidak pernah bersentuhan dengan pemahaman yang benar makan process akan dinikmati seperti pemahaman umum yang ada sekarang. Padahal mungkin ketika kesadaran diri muncul akan terjawab bahwa kehidupan diri kita terlalu pada urusan materi/jasadiyah/duniawi.

Kehidupan yang terpenjara pada urusan dunia timbul karena diri  lupa/lalai dan tak pernah memahami bekal yang sudah diberikan oleh Sang Pencipta.  Akibatnya diri hidup dalam kehidupan manusia yang berpenyakit yaitu penyakit hati.  Penyakit hati ini muaranya adalah karena diri hidup dalam kekhawatiran.

Rasa khawatir bagaikan sebuah tabir yang menyelimuti diri manusia dan semakin lama bukan semakin tipis melainkan semakin kelam menutupi hati/qolb yang mulai muncul sejak diri hidup dilingkungan keluarga.   Akibatnya diri tidak pernah memiliki konektivitas dengan fitrah diri sebagai manusia dan berakibat diri hidup dengan penyakit yang kronis.  Sebuah kerugian jika diri hidup seperti ini.

 Muhammad SAW dapat membersihkan hatinya dengan campur tangan Sang Pencipta karena dirinya memang sebagai utusanNYA.  Tetapi diri kita sebagai manusia umum harus melakukan dengan usaha sendiri agar mendapat bantuan dari Sang Pencipta.  Karena Sang Pencipta ingin melihat usaha diri kita 

Proses pembersihan hati inilah yang menjadikan diri kembali pada nilai persamaan dari input oriented dan memulai hidup dengan process oriented.  Memang bukan hal yang mudah hal ini dilakukan oleh manusia agar memiliki hati yang bersih.  Namun bukan hal yang mustahil jika ini bisa terjadi.  Karena ketika hati sudah bersih maka diri akan memiliki  proses kehidupan diri akan menemukan bekal kehidupan yang selama ini sudah kita lupakan.

Process oriented inilah bagaikan perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqso.  Sebuah perjalanan yang sangat berat dilakukan oleh setiap diri manusia karena harus berjalan atau berperang dengan kehidupan yang semakin canggih peradabannya.  Perjalanan diri tidak secepat Nabi karena diri harus berproses dengan upaya sendiri atau berperang untuk mencari bekal.

Jangan kuatir Sang Pencipta sudah memberi kabar bahwa banyak diri yang berhasil.  Keberhasilan akan dicapai jika diri mampu menang dalam perang dengan diri sendiri.  Dan kabar baik juga diberikan kepada pemenang adalah akan dihidupkan menjadi manusia yang sesungguhnya dan memiliki tugas mulia sebagai kekasih Sang Pencipta dan mampu menjadi output yang bagus.

Output oriented merupakan bentuk manusia yang sesungguhnya sebagai makhluk yang sempurna.  Karena diri manusia sudah memiliki atau mengembalikan fungsi qolb sebagai sarana konektivitas dengan Sang Pencipta.  Manusia dalam kondisi sudah membersihkan dan memfungsikan qolb ini mampu untuk hidup menembus batas yang tak terbatas. 

Hal ini diibaratkan sebagai sebuah perjalanan vertikal dari bumi (Masjidil Aqso) menuju langit (Sidhratul Muntaha).  Gambaran perjalanan vertikal inilah yang disebut sebagai hidup menembus batas yang tak terbatas.  Karena kehidupan sudah bukan seperti kehidupan makhluk lain yang ada di bumi.

Sebagai diri manusia pilihan karena mampu berproses dengan baik dan menjadi produk yang tak cacat dan produk yang berkualitas dengan memiliki prosedur hidup yang sesuai dengan Buku Panduan.  Maka kehidupannya di dasarkan atas ilmu dari Sang Pencipta yang mungkin diluar dari pemahaman ilmu yang ada sekarang.  Karena pemahaman diri mampu menembus nalar manusia umum yang ada.

Sebagai produk yang tidak gagal maka diri akan selalu menjadi insan yang baik.  Sebagai insan yang baik karena diri kita tidak lupa dengan tujuan hidup di dunia ini dan selalu ingat bahwa keberadaan diri karena Sang Pencipta.  Akibatnya diri dalam kehidupan akan lepas dari penyakit hati karena selalu hidup bahagia (tidak sedih) dan tidak memiliki rasa khawatir dengan penghidupannya di dunia ini.

Demikian sekedar renungan diri 27 R.  Hanya sekedar renungan diri dalam bentuk humor sufi.  Jika salah memang layak untuk dimaafkan karena berbeda pemahaman (IP, PP & OP) atau ditertawakan.

Sang pecinta seharusnya berproses dengan baik.. Menyerap dan menyelam sampai ke dasarnya sekali... Mencari ruhani yang terdampar dilangit yang tinggi... Agar diri mampu menjadi manusia sejati...

Terima kasih

Magelang, 27/2/2022
Salam KAS 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun