Kehidupan manusia di dunia ini adalah hidup dengan segala macam batas, baik batas secara fisik maupun secara non fisik. Â Ketika diri berbicara masalah batas fisik maka otomatis diri seperti melihat tembok yang ada di sekeliling kita atau kondisi diri yang terbatas seperti dalam penjara. Â Dan bentuk keterbatasan ini menjadikan diri seperti orang yang hidup dalam kondisi tertindas atau malah ada yang merasa nyaman (comfort zone).Â
Belajar dari pasien rumah sakit jiwa diri melihat ada banyak pasien yang terpenjara dalam keseharian. Mereka bak di penjara dua kali ada yang dimasukkan di kamar bahkan masih juga di rantai agar tidak membahayakan diri pasien atau orang lain. Â Kondisi yang demikian si pasien seharusnya sedih dan putus asa jika "sehat" secara fisik. Â Namun mengapa si pasien masih selalu merasakan semangat hidup yang tinggi sehingga memiliki keyakinan bahwa ingin hidup bebas?
Semangat ingin mendapatkan kebebasan dengan melakukan pemberontakan inilah yang mungkin di anggap sebagai sebuah kondisi yang membahayakan. Â Sehingga si pasien perlu mendapatkan pengamanan ekstra dari rumah sakit.
Sebagian besar dari diri kita berpendapat bahwa mungkin fenomena orang gila tersebut adalah hal yang wajar karena si pasien tidak sehat pikiran atau mentalnya. Â Dan mungkin juga berpikir ngapain harus memikirkan itu dan rasa gengsi jika belajar dari orang gila. Dibalik itu semua sebetulnya ada sebuah isyarat pemahaman yang harus dimaknai sebagai pembelajaran diri agar mencapai keselamatan dalam perjalanan kehidupan di dunia ini. Ketidak wajaran perilaku pasien dan gengsi diri kita (selaku orang waras) adalah batas atau pembatas dalam kehidupan diri.
Kebebasan dan batas kebebasan
Perkembangan jaman yang semakin pesat ini mengakibatkan diri selalu berpikir tentang kebebasan. Bahkan semuanya akan dihubungkan dengan politik yang ujung-ujungnya adalah demokrasi. Â Diri yang terjebak dalam pemahaman ini akan berpikir bahwa kebebasan adalah sebagai sebuah tuntutan pemenuhan kebutuhan diri agar dapat merasakan senang atau "kepuasan". Â Maka "apa yang ingin diri lakukan-harus dapat dilakukan, apa yang membuat diri senang-harus dikerjakan, meskipun semua dilakukan dengan cara apapun. Â
Ketika ini terjadi pada penguasa maka mereka akan membuat aturan-aturan yang mensupport dirinya agar dapat melakukan semuanya. Jika ini terjadi pada bawahan maka akan melakukan segala cara untuk meruntuhkan dan merobohkan aturan-aturan tersebut. Â Semua ini dilakukan agar diri dapat memuaskan hasrat dan ambisi untuk mengejar "kepuasan" dalam kehidupan.
Perilaku diri yang demikian sebetulnya tidaklah berbeda dengan pasien tersebut, namun karena diri merasa waras maka tidak akan mau disamakan dengannya. Â Perilaku membuat aturan yang "seenaknya" dengan dalih yang baik dan perilaku pemberontakan atas aturan yang ada dengan cara yang tidak baik atau atas keyakinan atas ketidakmampuan kita (padahal belum diri kerjakan namun diri sudah berpikir "tidak"), merupakan bentuk keputusan akibat kekalahan peperangan yang ada dalam diri kita sendiri.Â
Dua hal tersebut merupakan pembatas yang semu yang ada dalam diri kita. Â Ketika pembatas semu ini menjadi sebuah pertimbangan dalam aktivitas maka akibatnya keseimbangan hidup tidak tercapai baik itu secara jasmani/ruhani ataupun secara materi/non materi.
Dan ketika diri sadar mungkin realitas ketidakseimbangan kehidupan sekarang inipun jauh dari nilai keseimbangan kehidupan. Â Bukan menyalahkan modernitas yang sekarang terjadi namun mungkin karena basic root pengetahuan yang tidak menyentuhkan pada akar permasalahan pada hakekat kehidupan manusia.
Pengaruh filsafat kebebasan atau humanis yang menjadi dasar pengetahuan yang sekarang berkembang mengatakan bahwa melakukan suatu hal yang diinginkan dan bersenang senang dalam hidup adalah hak dasar manusia, jika diri tidak bersenang-senang dan merasa puas maka bukanlah manusia bebas.
Pemahaman seperti ini sebetulnya membunuh hakekat kebebasan manusia itu sendiri. Â Karena ketika diri mengatakan "tidak" dari suatu yang akan dilakukan merupakan bentuk penghilangan hakekat rasa kebebasan itu sendiri. Dan dampaknya ketika ini terjadi kebebasan yang akan dituju malah menjadi batas dan kehilangan kebebasan untuk keseimbangan kehidupan.Â
Hal ini tidak sebetulnya tidak ada bedanya dengan perilaku pasien rumah sakit jiwa tersebut.
Lampaui batas untuk menuju yang tak terbatas
Batas-batas yang dibuat oleh manusia yang berupa peraturan-peraturan ibaratnya membelenggu diri manusia. Â Banyak aturan-aturan yang berdalih karena kinerja ataupun yang lain ternyata menjadikan diri tidak optimal dalam berpikir. Â Hal ini berdampak kerja dari indra yang dimiliki jauh dari fungsinya. Â Sehingga berdampak kinerja indra tidak maksimal sehingga jauh dari keseimbangan hidup manusia.
Realita yang terjadi sekarang adalah banyaknya aturan-aturan hidup yang sebetulnya memiliki kepentingan tertentu dan bukan aturan-aturan yang merupakan turunan dari Buku Panduan. Â Hal ini banyak menyebabkan diri lebih fokus pada kepentingan sesaat ataupun golongan tertentu untuk tujuan yang semu. Â Lebih fatal lagi adanya beberapa oknum yang berani menafsirkan secara keliru apa yang ada dalam Buku Panduan karena memiliki kepentingan agar hasrat dan ambisi nya terpenuhi dengan penguatan ajaran.
Agar diri dapat melampaui batas untuk menuju yang tak terbatas maka diri harus mengoptimalkan apa yang sudah dikaruniakan oleh Sang Pencipta kepada semua manusia. Â Karunia Sang Pencipta inilah sebetulnya sebagai sebuah "alat kerja" diri manusia untuk bermusafir di kehidupan di dunia ini.
Versi ilmu modern dikatakan bahwa "alat kerja" yang ada di otak manusia terdiri dari tiga bagian yaitu: otak kanan, otak kiri dan otak depan. Â Otak kanan berfungsi keputusan tentang hal yang berhubungan dengan dinamika rasa, seni ataupun musik. Â Sedangkan otak kiri memberikan informasi seperti mengolah logika kuantitatif yang digunakan untuk menghitung, menganalisis dan kerja logika rasional. Sedangkan otak depan berfungsi menyeimbangkan atau memilih otak kanan/kiri yang bekerja.
Keseimbangan kehidupan akan tercapai jika diri mampu meng"kerja"kan semua karunia Sang Pencipta yaitu otak kanan, otak kiri dan otak depan. Â Tidak ada dominasi atau ada yang tidak bekerja dalam mengambil keputusan dalam kehidupan. Â Maka otomatis ketika "kerja" dari "alat kerja" manusia itu dapat bekerja secara optimal maka diri akan dapat keluar dari batas untuk menuju sesuatu yang tak terbatas.
Versi Buku Panduan dikatakan bahwa "alat kerja" yang dimiliki oleh seluruh manusia adalah disebut dengan Indra. Â Indra pemberian Sang Pencipta terdiri dari Fuad (kepala), Â Shawa (Rasa) dan Hawaa (perut). Â Kepala berfungsi keputusan-keputusan yang bersifat nampak secara fisik. Â Rasa berfungsi keputusan-keputusan yang non fisik yang berdasarkan atas nurani yang ada dalam diri manusia. Sedangkan Hawaa adalah berfungsi dengan keputusan-keputusan yang didasarkan atas pemenuhan kebutuhan perut dan sekitarnya. Â Ketiga indra tersebut dapat berjalan dengan optimal jika diri manusia mampu menggunakan hati (qolbu). Â Hati atau qolbu akan berfungsi seperti as (roda pemutar) untuk ketiga indra tersebut dan baru dapat digunakan jika diri kita sudah memiliki hati yang bersih terbebas dari penyakit hati.Â
Keseimbangan kehidupan akan tercapai jika diri kita mampu mengoptimalkan dan meng"kerja"kan semua indra pemberian Sang Pencipta. Â Rotasi kerja indra dengan poros as akan memilih dan memilah dalam mengambil keputusan tentang aktivitas dalam kehidupan diri manusia. Â Optimalnya diri bekerja jika diri selalu memiliki semangat untuk kembali "baca dan belajar" pemahaman yang benar dan tidak memiliki kepentingan yang ada pada diri manusia. Â Bentuk aktivitas yang dihasilkan adalah ketulusan dan keikhlasan diri sebagai bentuk pengabdian kepada Sang Pencipta. Â Â Ketika ini terjadi maka diri akan diangkat menjadi manusia yang dapat melampaui batas untuk menuju sesuatu yang tak terbatas.
Sekedar humor sufi. Â Â Â Â Â
Diri yang hidup hanya untuk ambisi dan ketamakan ibarat orang buta dan tuli, Perbuatan itu adalah bentuk sebuah keserakahan, Lupa pada hakekat diri, Dan lupa tugas diri untuk selalu jaga keseimbangan kehidupan.
Magelang, 12/11/2021
KAS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H