Setiap manusia diciptakan untuk mencari bekal dalam kehidupan di dunia ini. Â Banyak diri yang mendefinisikan bahwa bekal hanyalah sekedar ukuran materi yang cukup untuk kehidupan dunia. Â Namun hakekat bekal sebetulnya sebuah kebutuhan yang harus dicukupi dan bersifat kompleks karena merupakan bentuk materi dan non materi. Â Semua ini dikarenakan pemahaman diri sadar bahwa hidup tidak hanya untuk sekarang (di dunia) akan tetapi juga untuk kehidupan dimasa yang akan datang (setelah di dunia).
Ketika diri mencari bekal kehidupan diharapkan dapat menyeimbangkan atau selaras dengan kedua hal tersebut dapat terpenuhi. Â Agar hal ini dapat terlaksana maka diri harus bijak dan selalu belajar dengan pemahaman yang benar. Â Sebuah peristiwa yang terjadi di alam semesta sebuah pelajaran yang penting agar diri mampu meraih keseimbangan kehidupan tersebut.
Peristiwa ini mungkin sering kita lihat dan kebetulan langsung diri jumpai ketika berjalan di persawahan. Â Bertemu dengan seorang petani yang baru selesai aktivitas di sawahnya karena padi sudah mulai menguning. Â Banyak usaha yang dilakukan oleh para petani agar padi mereka tidak diganggu oleh burung-burung liar salah satunya adalah dengan memasang jaring. Â Tujuan memasang jaring adalah mengurangi banyaknya burung yang menganggu bukan menghilangkan burung-burung tersebut.
Sebuah kata-kata bijak dari petani yang mengatakan bahwa kita butuh burung-burung tersebut dan kita juga butuh panen yang bagus, namun bukan berarti harus membunuhnya. Â Jaring itu adalah pembatas ketika burung itu makan terlalu banyak maka akan tersangkut dalam jaring tersebut, namun ketika mereka makan sekedarnya dirinya masih bebas untuk terbang dan menikmati kehidupannya. Â Burung yang tertangkap bisa kita jual atau bisa kita makan sebagai lauk karena dirinya sudah diluar batas kehidupannya.
Pernyataan yang mengejutkan sekaligus menyadarkan diri untuk mencari makna dibalik ungkapan itu. Â Baca dan belajar diri lakukan untuk mencari hakekatnya dibalik makna kata-kata bijak petani dan perilaku burung tersebut.
Aktivitas petani di sawahnya dan burung dengan memakan padinya petani yang menguning merupakan bekerjanya mereka sebagai profesi dengan perannya masing-masing. Â Profesi yang dijalankan karena sebuah perjalanan untuk mencari bekal kehidupan dengan memperhatikan keseimbangan hidup. Â Mereka bekerja tidak untuk mengejar prestasi agar panennya banyak (jika banyak dirinya bersukur dan jika sedikit tidak akan menghilangkan jejak diri petani sebagai profesi. Â Demikian juga dengan burung ketika dirinya berprofesi mencari bekal maka akan mencari secukupnya agar dirinya selamat dari jaringnya petani.
Sang Pencipta sudah memberikan pengetahuan yang hebat tentang mencari bekal ini melalui sebuah contoh. Â Namun diri banyak dan tidak sadar tamzil pengetahuan ini. Â Fenomena diri bekerja yang sebetulnya sebagai sebuah profesi tidak menjadikan diri bertindak demikian. Â Inilah mungkin sebuah legalitas diri yang di beri julukan hidup yang melampaui batas. Â Mengapa demikian?
Diri kita dikatakan bekerja sesuai dengan profesi jika aktivitasnya adalah menjalankan keseimbangan baik untuk diri-keluarga-manusia lain ataupun dengan alam semesta. Â Ketika ini bisa dijalankan berarti diri menjalankan profesi dengan baik. Â Masalah apa yang kita lakukan entah sebagai guru/dokter/aparat/PNS atau pekerja informal lainnya jika lakukan dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan itu implementasi aktivitas profesi.
Namun ketika diri beraktivitas namun tujuannya adalah untuk kehidupan diri dengan memaksimalkan hasil yang di dapat (biasanya materi) akan berdampak pada ketidakseimbangan kehidupan. Â Memaksimalkan hasil biasanya berujung pada prestasi yang diraih dan sebetulnya merupakan sebuah pengorbanan yang tidak sepadan dengan hakekat diri sebagai manusia. Â Mengapa demikian? mari kita renungkan bersama bahwa selama ini diri kita bekerja untuk prestasi atau menjalankan profesi sebagai manusia dalam beraktivitas.
Bekerja Untuk Profesi dan Prestasi
Diri tengok pembelajaran dari diri petani. Â Sebagai profesi yang menanam padi ketika mereka ingin tidak ada apapun yang mengganggu tanamannya maka segala upaya akan dilakukan. Â Butuh pengorbanan yang ekstra hingga diri berbuat dengan tidak sadar akan mengganggu ekosistem dan kesuburan tanah. Â Upaya yang dilakukan mungkin bisa dilakukan dengan ilmiah melalui obat-obatan, namun usaha ilmiah itu belum tentu menjamin panen yang bagus dan menjaga keseimbangan. Â
Hal ini dikarenakan petani sudah berlaku diluar batas diri sebagai manusia karena mengorbankan burung, kesuburan tanah bahkan hewan-hewan yang lain yang hidup di areal persawahan tersebut. Â Ketidak sadaran diri petani bekerja hanya untuk kepentingan diri agar mendapatkan prestasi (dengan panen yang bagus) namun melupakan hakekatnya sebagai penjaga atau pemelihara alam.
Di satu sisi pembelajaran dari diri burung. Â Sebagai profesi yang hidupnya makan biji-bijian karena dirinya tidak bisa menanam maka otomatis berpikir bahwa alam yang menyediakan. Â Dirinya tidak pernah memiliki rasa kuatir dalam kehidupannya maka mencari makan hanya sekedar bisa mencukupi kebutuhan sehari itu. Â Ketika burung melihat biji padi yang merupakan makanan yang disukainya terhampar luas di persawahan maka otomatis akan mampir dan mencari makanan yang cukup untuk kebutuhannya.
Burung tidak akan pernah berpikir untuk menabung atau membawa persediaan agar dirinya bisa cukup untuk makan hari berikutnya. Â Ketika diri makan maka hanya sekedarnya dan mengakibatkan lolos dari jaring petani. Â Ketika burung itu berlebihan maka otomatis akan mati konyol karena tertangkap oleh jaring petani. Â
Sebuah kesadaran diri burung yang sangat hebat yang mampu mengalah ego (ambisi diri) biar dikatakan lebih dibandingkan dengan burung yang lain. Burung sebagai makhluk yang derajat kesempurnaannya di bawah dengan manusia mau berpikir dengan bijak dalam aktivitas bekerja menjalankan profesinya untuk mencari bekal kehidupan. Â
Bagaimana diri kita yang dikatakan sebagai makhluk yang paling sempurna namun realitanya lebih bodoh dari burung tersebut? Â Ketika diri kita bekerja pun secara tidak sadar lebih memuja ego diri agar dikatakan sebagai manusia yang berprestasi. Â Nilai cukup yang seharusnya dimiliki sebagai bentuk penjara ego ternyata telah hilang. Â Hal ini karena diri selalu merasa kuatir dengan kehidupan esuk hari.Â
Kekhawatiran diri terhadap kehidupan besuk hari menjadikan diri selalu waspada dan berusaha untuk memastikannya. Â Maka ketika bekerjapun diri tidak pernah menikmati profesi yang dijalaninya karena orientasi bukan pada menjalankan aktivitas namun untuk kecukupan kehidupan esuk hari.
Hilangnya nilai profesi karena diri terpenjara oleh ego yang dimilikinya sendiri bukan oleh ego orang lain. Â Ketika profesi dijalankan dengan dasar ego maka aktivitasnya pun bukan untuk mengabdi (profesional) melainkan untuk sebuah prestasi. Â Karena perjuangan untuk mendapatkan prestasi membutuhkan pengorbanan yang tanpa di sadari dan berdampak pada ketidakseimbangan kehidupannya baik dengan dirinya sendiri-keluarga-manusia lain-ataupun dengan alam.
Apakah Diri Tak Butuh Prestasi Â
Jawabannya pasti diri butuh prestasi. Â Namun prestasi bukan merupakan obyek atau hasil dari kerja kita. Â Ketika diri beraktivitas dengan baik dan benar tanpa hadirnya ego diri serta memiliki niat yang tulus maka otomatis diri akan mendapatkan prestasi. Â Prestasi bukan gambaran materi yang di peroleh namun sebuah "rasa" penerimaan dan kepasrahan atas usaha yang dilakukan untuk menyeimbangkan kehidupan.
Petani butuh hasil yang maksimal dengan panen yang banyak. Â Usaha yang dilakukan atas dasar nilai yang tulus menjalani profesinya dengan baik dan benar tanpa ada usaha untuk keluar dari keseimbangan kehidupan. Â Keikhlasan dalam bekerja dan beraktivitas bukan berarti tidak butuh prestasi karena dirinya menganggap bahwa hasil panen adalah sebuah bekal yang cukup yang diberikan oleh Sang Pencipta. Â
Keyakinan diri petani dengan beraktivitas seperti itu karena terbentuk dari keyakinan yang dimiliki bahwa rejeki adalah pemberian dari sang Pencipta. Â Besar kecilnya rejeki adalah cukup jika diri mau menerima apapun baik dalam kekeringan atau basah. Â Ketika diri ingin hasil yang besar dan melupakan keseimbangan pasti akan berbuat sebagai diri perusak keseimbangan kehidupan.
Sebuah pembelajaran dari alam untuk diri kita dalam bekerja agar diri tidak terjebak dalam pemahaman menjalankan profesi yang kurang benar maknanya. Â Karena setiap diri dalam kehidupan adalah menjalankan profesi. Â Maka berilah panen yang bagus menurut ukuran Sang Pencipta bukan ukuran pemahaman manusia yang keliru. Â
Yang membedakan bekerja dengan profesi atau prestasi adalah hadirnya hati dalam setiap beraktivitas. Â Karena dengan hadirnya hati maka keseimbangan kehidupan akan menjadi terjaga. Masalah hasil adalah merupakan karunia dari Sang Pencipta bukan atas usaha diri kita sendiri.
Sekedar humor sufi membahas masalah bekerja untuk prestasi dan  profesi dengan dasar atas pengetahuan yang ada disekitar kita.  Butuh perenungan untuk membenarkan tulisan ini.  terima kasih
Magelang, 7/11/2021
KAS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H