Padahal dalam kehidupan seharusnya diri dalam bekerja adalah menjalankan profesi. Â Bekerja sebagai sebuah profesi artinya diri beraktivitas yang selaras dengan tugas dari Sang Pencipta yaitu mengabdi baik untuk manusia lain maupun dengan alam semesta. Â Ketika tugas diri mengabdi maka tidak ada ketakutan di dalam menjalankan tugas sehari-hari karena adanya jaminan yang cukup untuk kehidupan baik di dunia dan akhirat.
Makna kedua, Rekonstruksi proses pikir.  Ini berarti bahwa perbaikan-mengganti-merubah cara diri kita di dalam melakukan olah pikir untuk  mengambil keputusan atas aktivitas yang dilakukan. Agar proses rekonstruksi ini dapat dilakukan maka yang dilakukan adalah "potong kepala". Â
Ini berarti bahwa diri harus keluar atau "off" dari pemahaman atau pengetahuan yang selama ini dimiliki agar bisa menemukan ilmu yang lain.  Keluarnya diri dari kebiasaan ini adalah merubah proses berpikir diri dari apa yang dilakukan dengan proses berpikir apa yang seharusnya  digunakan.
Proses pikir diri selama ini hanya di dominasi oleh kepala/perasaan/kebutuhan perut. Â Ketiga indra tersebut adalah yang bekerja di dalam mempengaruhi keputusan yang diambil dalam aktivitas sehari-hari. Â Dan dominasi paling kuat yang banyak terjadi sekarang ini adalah dominasi pada kepala dan perut. Â
Ketika dominasi kepala dan perut terjadi maka desakan kebutuhan perut (sekitarnya) akan didukung oleh logika rasional yang ada di otak manusia agar dapat terpenuhi. Â Maka tidak heran bagaimana diri akan berupaya dengan kecerdikan dan kepandaian yang dimiliki untuk bisa menjadikan cepat terpenuhi. Â Â
Rekonstruksi proses pikir diperlukan karena jika diri tidak keluar/off dari kebiasaan berproses pikir maka apapun yang diolah akan menemukan hal yang sama. Â
Namun ketika diri bisa memaksimalkan proses berpikir dengan menggunakan indra yang dimiliki dan digerakkan oleh qolbu salim (hati yang terbebas dari selimut) maka akan menemukan hal yang beda namun sebuah kebenaran yang hakiki (Amin, Filsafat Akuntansi yang Baik, 2021).
Makna ketiga, Reformasi budaya dan ritualitas. Makna yang ketiga ini akan dapat tercapai jika makna satu dan dua sudah dapat dilampaui sehingga dapat menemukan sebuah pemahaman baru yang bisa memperbaiki "budaya dan ritualitas" yang selama ini berjalan. Â Namun ketika satu dan dua tidak di jalani maka tidak mungkin akan bisa mereformasi hal tersebut. Â Karena pencarian kebenaran yang hakiki tidak ditemukan dan proses pikir masih tidak benar.
Ketika bersinggungan dengan "budaya dan ritualitas" adalah sebuah aktivitas yang sangat sensitif, Â namun hasil akhir dari maksud "potong kepala" adalah mereformasi budaya dan ritualitas yang ada. Â Dan output dari reformasi budaya dan ritualitas adalah menjadikan diri sebagai hakekat manusia yang mengabdi dan bekerja sesuai dengan profesinya secara profesional.Â
Banyak jejak sejarah yang seharusnya banyak dikaji oleh manusia namun terlupa karena kesibukan selama ini yang memenjara diri kita.Â
Kesibukan yang selama ini dijalani ternyata bukan untuk menemukan tugas diri melainkan malah lebih menjauhkan dari keseimbangan kehidupan. Ketika ini terjadi maka semakin mengecilkan jati diri sebagai manusia dan menjadikan diri lalai dengan hal-hal yang menjadi tugas dalam kehidupan. Â Â