Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Humor Sufi: Ilmu sebagai Alat Legalitas Diri?

13 Oktober 2021   07:01 Diperbarui: 13 Oktober 2021   07:04 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kata ilmu adalah sebuah hal yang sudah sering kita dengar di telinga setiap diri manusia.  Menurut wikipedia (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu) ilmu bukanlah sekedar pengetahuan tetapi merangkum pengetahuan-pengetahuan yang didasarkan atas teori-teori yang sistematik yang dapat diuji dengan seperangkat metode yang diakui.   Jadi ilmu terbentuk karena manusia mau berpikir dan berusaha mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya untuk bekal dalam kehidupan di dunia ini.

Tak luput dalam majelis pengajaran dibahas dengan pemahaman terbatas menurut guru dengan beberapa muridnya tentang pemahaman ilmu.  Seperti biasa sebelum diskusi antara si guru dengan si murid dilakukan terdapat pengantar sederhana dari sang guru dalam bentuk syair.

Ilmu itu ibarat jalan yang ingin ditempuh
banyak diri manusia yang berusaha mencari menemukan
Dan ternyata usaha mereka menemukannya dengan pembenaran yang tak pasti
Namun banyak diri yang langsung percaya dengan itu

oo diri tidak sadar semua itu
Terbiasa dengan sesuatu yang sudah di depan mata
Tanpa ada upaya untuk mencari pembuktian
Apakah benar itu ilmu yang baik atau bukan

Ilmu yang tidak baik diri temui
Maka jalan yang berliku diri lalui  
Kepedihan serta kesesatan akan mendampingi
Dan keseimbangan pun akan hilang dalam kehidupan diri

Oooii rusaklah diri
Rusaklah alam semesta ini
Karena hasrat dan kuasa diri untuk menikmati
Akibat ilmu yang di cari adalah pengetahuan untuk memuaskan ego diri

Sang Pencipta sudah memberikan buku
Yang harus di baca dan dipelajari
Karena dengan bekal itu akan menunjukkan peta sejati
Yang merupakan sarana untuk menemukan jalan lurus

Jalan lurus itulah yang harus dilalui
Tanpa harus melewati  jalan yang berliku
Yang pasti akan menyesatkan diri dalam kehidupan
Untuk menemukan bekal menghadap Sang Pencipta

Ketika jalan lurus diri temui dan kebahagian serta bekal akan menemani
Keseimbangan akan selalu terjaga
Diri manusia akan hidup dalam kebahagian
Karena pengetahuan yang ada tentang ketundukan diri

(KAS, 12/11/2021, Ilmu)

Setelah membacakan syair tersebut sang guru kemudian duduk dan meminum minuman yang ada disampingnya.  Majelis itu terdiam sebentar karena menunggu kata-kata lanjutan dari sang guru, namun sang guru malah asyik mainan hapenya sambil ketawa.  Dan sejenak waktu disadarkan bahwa dirinya berada di depan murid-murid yang menunggu "dawuh atau nasehat"nya lagi. 

Sang guru berkata: "Ketahuilah anak-anakku, banyak ilmu yang ada sekarang ini berkembang di masyarakat.  Menurut diri kita semua ilmu itu bagus tapi belum tentu baik. Coba lihat perkembangan dunia sekarang ini sangat maju  mulai dari pembangunan sampai masalah pendidikan maju semua. Tapi mari kita renungkan apakah semua pengetahuan sekarang ini baik dan benar?" 

 Setelah menghela napas sebentar guru berkata: "Kita semua menikmati kemajuan itu. Semua kemudahan di dapat bahkan diri kita sekarang ibarat tuhan yang butuh apapun tinggal pencet dan tanpa bersusah payah.  Tapi itu semua untuk mereka yang punya materi.  Tapi coba murid lihat diri manusia yang tidak punya materi apakah sama dengan yang tidak punya materi.  Jadi sekarang orang yang bermateri lebih akan bisa berlaku ibarat tuhannya manusia lain."

"Bahkan banyak guru bidang agama saja sudah lupa dengan tugasnya untuk menyiapkan generasi yang kuat.  Oknum guru-guru tersebut seperti menjual pengetahuannya untuk sejumlah materi.  Lebih lebih jika hubungannya dengan kekuasaan, para oknum guru tersebut seperti memelintir pengetahuan untuk melegalkan tindakan yang tidak legal.  Semua demi apa? pasti jawabannya adalah demi ego diri yang ujung-ujungnya adalah materi dan popularitas diri."

Majelis itu terdiam sesaat karena sang guru terdiam.  Disaat kondisi hening ini ada murid yang berbisik dengan temannya dan berkata: "wah berat ya... padahal katanya orang berilmu adalah ulama.  Dan setiap ulama adalah kekasih Sang Pencipta.  Trus ilmu yang gimana ya yang benar?"  Temannya menjawab:"Ssstt... jangan keras keras terdengar guru nanti."

Ternyata sang guru mendengar percakapan mereka, dan berkata: "Bagus apa yang dirimu katakan hai si murid, saya suka kalo punya murid yang berpikir kritis seperti ini. Temenmu akan bingung menjawab itu. Tapi jangan kuatir guru akan menjelaskan."

Sambil berdiri sang guru menjelaskan tentang ilmu yang ada di dunia sekarang.  Guru berkata: "Ketahuilah anaku, bahwa ilmu itu sebetulnya hanya satu karena ilmu itu datangnya dari sang Pencipta.  Namun karena pemahaman diri manusia yang terbatas maka ilmu yang baik itu ditafsirkan secara salah.  Hasilnya akan juga salah bukan kebaikan yang diraih melainkan malah ketidak seimbangan atau ketidakadilan atau kerusakan antara sesama manusia atau manusia dengan alam dan yang lebih parah menjadikan diri lupa akan Sang Pencipta.  Semua ini dikarenakan mereka lebih percaya pada ilmu mereka dibandingkan dengan Buku Panduan manusia."

Guru melanjutkan: "Di dunia ini sebetulnya ada tiga aliran perkembangan ilmu. Satu, ilmu yang dikembangkan oleh manusia yang hanya memikirkan sebab akibat dari jasmaniah/fisik yang nampak.  Kepercayaan tentang sesuatu yang tidak tampak itu tidak dapat dijelaskan atau tidak ada hubungannya dengan yang fisik.  Sehingga apapun yang terjadi di dunia ini adalah akibat dari segala sesuatu yang dapat diterima oleh logika material.  Ketika ini terjadi maka ketidakseimbangan pasti terjadi dan manusia lupa pada hakekat dirinya karena adanya bukan karena campur tangan Sang Pencipta.  Bahasa kerennya ini disebut aliran realisme."

"Wah keren kita ngaji aja kaya sekolah S3": celetuk seorang murid yang usil.

Sang guru tersenyum sambil melanjutkan: "Dua, ilmu yang dikembangkan oleh manusia yang lebih komplit dari pada yang aliran satu.  Karena mereka perlu ada keseimbangan dalam menemukan ilmu antara segi material dan non materi/spiritual.  Nilai nilai spritual karena hakekatnya hanya sekedar pertimbangan nurani yang ada di dalam diri manusia.  Nilai nurani bukan dari nilai-nilai ajaran agama melainkan dari perenungan diri manusia itu sendiri, kalau disebut bahasa asing dengan istilah social humanisme.  Ini disebabkan karena diri jauh dari ajaran.  Jadi mungkin nilai nurani dari para setan yang membisikkan di hati manusia.  Bahasa kerennya kalo dikuliah ini namanya aliran idiealisme."

"Mantap guru lanjut....": celetuk sang murid usil lagi.

"Kesel je,  minumku habis ini" jawab guru.

"Wah kok gitu sih": kata murid yang usil.

"Ya sudah guru lanjutkan daripada nanti ngga bisa tidur.  Ketiga, ilmu yang dikembangkan manusia dengan pemahaman komprehensip.  Aliran ini mengharuskan bahwa ilmu adalah bentuk keseimbangan tiga dimensi yaitu antara alam, manusia dan Sang Pencipta.  Sang Pencipta diwakili dengan ilmu-ilmu yang ada dalam buku panduan.  Agar diri paham dengan ilmu dari Sang Pencipta maka diri manusia harus menemukan akal.  Tugas manusia hanya menemukan akal untuk mendapatkan konektivitas dengan ilmu Sang Pencipta.  Orang barat mungkin tidak mengartikan seperti ini tapi guru artikan seperti ini supaya para murid-muridku paham tentang ilmu yang baik dan benar.  Aliran ini sering disebut dengan aliran pragmatis Religuitas."

"wah-wah berat topiknya": kata murid yang kritis.

"BTW guru kuliah dimana to?" tanya si murid usil

Guru menjawab: "Kuliah di UNPAJAN".

"apa itu guru": tanya murid yang lain.

UNiversitas PAnas kepanasan huJan kehujanAN": Jawab sang Guru.

Murid yang usil dari tadi masih penasaran dan berkata: "Guru murid masih bingung dengan ilmu untuk legalitas diri itu aliran yang mana ya... Trus kalo orang yang berilmu dan lebih lebih ilmu ajaran mereka masih mikir honor dan popularitas aliran yang mana ya?"

"Pikiren sendiri, kamu punya otak dan carilah hati nurani untuk mendapatkan akal.  Dan kamu pasti menemukan jawaban itu sendiri": sang Guru menjawab sambil dirinya berlalu karena ada kepentingan mau ke belakang.

Magelang 12/12/2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun