Mohon tunggu...
Muh Akbar Yanlua
Muh Akbar Yanlua Mohon Tunggu... Buruh - Orang bisa - Pengajar pada Universitas Pattimura Ambon

Hallo Saya adalah kombinasi unik antara kecerdasan alami dan kegantengan apsolut, saya selalu tahu cara menikmati perjalanan—asal ada cemilan di tas Motto hidup: YaTuhan Maafkan Hambamu Ganteng

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pentingnya Tukin: Dosen Kelas Manengah miskin

31 Januari 2025   18:46 Diperbarui: 31 Januari 2025   18:46 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di masa yang jauh, dari bawa cakrawala bendera Republik Roma, dihadapan orang-orang yang juga dihadiri tak kurang dari 600 senator, dengan nadah geram Marcus Tullius Cicero melontarkan tanya retoriknya "Quo usque tandem abutere, Catalina, patientia nostra" ? "sampai kapan kau akan menguji kesabaran kami"?. Dengan pesonanya yang kuat, Cicero mengutuk konspirasi busuk Catalina yang haus akan kuasa 63. SM.

Dosen Kelas menengah miskin

Menjadi seorang dosen kementerian Kemendikti Saintek yang tergolong sebagai kelas menengah atau mungkin miskin, memang susah. data terakhir menampilkan daya beli kelompok menengah bawah kian tergerus. MSI atau Mandiri Spending Index menunjukan angka proses untuk Groceries (bahan makan) meningkat dari 13,9 persen menjadi 27,4 persen dari total pengeluaran. Kendati memang persoalan mendeskripsikan posisi dosen sebagai kelas menengah tentu bisa menjadi perdebatan. atau setidaknya dalam mendefinisikan kelas menengah.

Namun World Bank atau bank dunia setidaknya memiliki pendefinisian "kelas menengah" sebagai klister masyarakat dengan pengeluaran (sebagai proksi pendapatan) pada kisaran 3,5-17 persen di atas garis kemiskinan, dengan garis kemiskinan sekitar 550.000, maka mereka dengan pengeluaran sekitar 1,9 juta -- 9,3 per bulan masuk kategori kelas menengah.

Problemnya hukum engel mengajarkan: semakin rendah pendapatan seseorang, semakin besar porsi konsumsi makanan dalam total pengeluarannya. artinya jika pendapatan seorang dosen hanya 2,6 juta -3 juta sementara konsumsi makanan tetap, maka konsumsi makanan dalam total pengeluarannya akan meningkat. Sehingga kenaikan porsi makanan dari total belanja pendapatannya mencerminkan daya beli yang semakin tergerus. Hidup menjadi dosen memang sulit kita butuh keterampilan dan skill khusus untuk menganggap belanja hemat sebagai prestasi.

Pentingnya Tukin Untuk dosen

Lugasnya fakta hasil penelitian serikat pekerja kampus atau SPK yang beranggotakan takuran dari 400 dosen dan tenaga pendidik  di perguruan tinggi menerbitkan Policy Brief,  dengan tajuk Gaji minimum, Beban kerja Maksimum, dari pernyataannya dan hasilnya bahwa kesejahteraan dosen masih jauh dari kata sejahtera.

Situasi ini akhirnya memaksa para dosen mulai berakrobatik mengambil pekerjaan-pekerjaan sambilan (76 persen responden) guna mendapatkan penghasilan sampingan, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Akibatnya, fokus mereka pada tanggung jawab sebagai pengajar berkurang dan kualitas pengajaran kepada para mahasiswa pun penurun.

Sebagaimana Ibu Ekfindar Dillan, yang merupakan seorang dosen di universitas Musamus Merauke, yang mengaku dengan angka gaja yang menyentuh 3 juta-an  untuk hidup di papua tidaklah cukup, sebagai seorang perantau ia harus membayar kos dikisaran 1,8 juta per bulan, belum cicilan rumah KPR, kalau bergantung pada gaji, minus. sehingga beliau memilih untuk menjadi guru les. untuk memenuhi tambahan sehari-hari konsumsi makan 500.000 per bulan bahkan ada beberapa dosen yang memilih untuk menjadi tukang ojek untuk menambah tambahan kehidupan sehari-hari. jika demikian masih menarikkah menjadi dosen di Indonesia ?

Sehingga urgensi dari adanya tukin untuk dosen bukan hanya untuk memenuhi hak pribadi, melainkan investasi penting untuk menciptakan masa depan bangsa, sekaligus juga memberikan jaminan pendidikan yang berkualitas bagi generasi Indonesia menuju Indonesia emas. Memang Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kepmendikbud Ristek) No. 447/P/2024. 2024 telah menetapkan pemberian Tunjangan Kinerja (Tukin) bagi dosen ASN Kemendikti Saintek. namun sampai hari ini hal itu belum terealisasikan. dengan demikian jika hal ini pun tak kunjung, pertanyaan retorik Cicero dua milenium silam agaknya relevan diajukan: "Wahai para penguasa, sampai kapan engkau akan menguji kesabaran kami?"

 

(Abe Yanlua)

Dosen Universitas Pattimurah Ambon 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun