Mohon tunggu...
Akbar Ramadhan
Akbar Ramadhan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menelaah Lebih Jauh Novel "Perahu Kertas" Karya Dee

22 Februari 2018   07:34 Diperbarui: 22 Februari 2018   08:21 3078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: http://theclassof13.blogspot.co.id

Menceritakan tentang kisah cinta yang berliku-liku, novel Perahu Kertas berhasil menarik minat pembaca khususnya kalangan remaja di masa ini. Perahu kertas adalah sebuah novel karya Dewi Lestari atau yang akrab disebut "Dee". Novel ini diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2009. Dibandingkan dengan karya-karyanya sebelumnya (Supernova 1, 2, 3, dan Filosofi kopi), Perahu Kertas merupakan karya pertama Dee yang didominasi oleh tema percintaan.

            Alur yang digunakan di dalam novel ini umumnya adalah alur maju. Hal ini bisa dibuktikan dengan urutan kejadian yang muncul secara kronologis dimulai dari pengenalan tokoh, timbulnya konflik, klimaks hingga diakhiri dengan resolusi. Ditambah dengan gaya bahasa yang ringan, novel ini ditujukan kepada segala kalangan agar amanatnya dapat tersampaikan dengan jelas.

Para tokoh di dalamnya memiliki watak dan ciri khas masing-masing sehingga memudahkan pembaca untuk membedakan mereka. Contohnya, Kugy yang periang, aktif, dan suka berkhayal. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan:

"Cewek bertubuh mungil itu tak henti-hentinya bergerak, berjingkat, kadang melompat, bahkan kakinya menendangi udara. Padahal kegiatannya hanyalah mengemas buku ke dalam dus, tapi dia memutuskan untuk mengombinasikannya dengan berjoget." (halaman 4).

Sifat Kugy tersebut terasa begitu kontras bila dibandingkan dengan sahabatnya, Noni yang sangat rajin, perfeksionis, bahkan tegas. Seperti yang terlihat pada kutipan berikut:

"Noni adalah sahabatnya sejak kecil. Dialah orang yang paling menunggu-nunggu Kugy selesai berkemas supaya bisa langsung cabut ke Bandung. Noni juga orang yang paling repot, persis seperti panitia penyambutan di kampung yang mau kedatangan pejabat tinggi. Dia yang mencarikan tempat kos bagi Kugy, menyiapkan jemputan, bahkan menyusun daftar acara mereka selama seminggu pertama. Singkatnya, Noni adalah seksi sibuknya." (halaman 6)

 Selain itu, masih banyak lagi tokoh lain, seperti Keenan (sepupu Eko), Eko (pacar Noni), Ojos (pacar Kugy), Remi (orang yang suka kepada Kugy), serta Ludhe (orang yang suka kepada Keenan) yang memiliki keunikan dan perannya masing-masing. Berikut penjelasan beberapa di antara mereka:

"Dalam ingatan Eko, Keenan adalah anak bule berambut kecokelatan, kurus dengan tungkai-tungkai panjang, bersorot mata teduh dan selalu tersenyum ramah, tapi jarang bicara. Dan sekarang Keenan menjulang tinggi dan tegap, rambutnya yang diikat tak lagi cokelat melainkan hitam pekat, tampak terjurai sedikit melewati pundak. Hanya sorot matanyalah yang tak berubah, yang sejak kecil membuat Keenan tampak lebih dewasa dari umurnya." (halaman 24).

            Pada kutipan di atas, terlihat bahwa sosok Keenan digambarkan lewat orang ketiga, Eko.

"Bagi Kugy, ungkapan opposite attractadalah yang paling sempurna untuk menggambarkan dinamikanya dengan Ojos. Tak ada satu pun temannya yang percaya bahwa keduanya bisa jadian, begitu juga dengan teman-teman Ojos. Keduanya bertolak belakang hampir dalam segala hal. Ojos yang necis dan jago basket adalah pujaan banyak cewek di sekolah karena kegantengannya, mobilnya yang keren, dan sikapnya yang sesuai primbon Prince Charming. Membukakan pintu, membawakan seikat bunga, dan makan malam di restoran mewah bertemankan sinar lilin, adalah standar prosedur Ojos. Di sisi yang berbeda, Kugy pun termasuk sosok populer di sekolah karena aktivitas dan pergaulannya yang luas. Tapi Kugy berasal dari kutub yang berbeda. Kugy dikenal dengan julukan Mother Alien.Ia dianggap duta besar dari semua makhluk aneh di sekolah. Semuanya tak habis pikir, bagaimana mungkin Prince Charmingdan MotherAlienbisa bersatu?" (halaman 27).

            Ditambah lagi, unsur latar tempat yang digunakan dalam novel ini sangatlah beragam. Sebagai contoh, Jakarta, Bandung, bahkan Bali. Lebih jelasnya dapat dilihat pada kutipan berikut:

            "Jakarta, Juli 1999 ..." (halaman 4).

            "Bandung, Agustus 1999 ..." (halaman 17).

            "Kuta, malam tahun baru 2000 ..." (halaman 73).

            Namun pada banyak bagian, latar tempatnya kurang dijelaskan secara rinci, akibatnya pembaca harus berpikir sedikit lebih keras agar bisa memvisualisasikan latarnya. Sama halnya dengan latar waktu. Pada novel ini, penulis cenderung lebih fokus ke percakapan dan perasaan para tokoh, sehingga tempat dan waktu berlangsungnya suatu kejadian terasa agak diabaikan.

            Sebaliknya, latar sosial pada novel ini tergambar begitu detail, seperti yang terlihat pada kutipan berikut:

            "Jalan Legian penuh sesak dengan orang-orang, mobil-mobil bahkan nyaris tak bergerak. Hampir setiap kafe dipadati pengunjung yang sampai tumpah ruah ke trotoar jalan. Mereka bertiga bahkan harus bicara dengan berteriak-teriak." (halaman 73).

            Kutipan tersebut menandakan bahwa penulis tahu lumayan banyak tentang kondisi sosial di Jalan Legian, Kuta.

            Beralih ke sudut pandang, terlihat bahwa Dee menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu, contohnya pada kutipan:

            "Noni dan Kugy tumbuh besar bersama, selalu tinggal di kompleks perumahan yang sama, pindah dari satu kota ke kota lain hampir selalu bersamaan: Ujungpandang, Balikpapan, Bontang, dan berakhir di Jakarta saat mereka kelas 1 SMP. Pada tahun itu, untuk pertama kalinya mereka berpisah. Ayah Noni yang duluan pensiun, memilih tinggal di Subang untuk menghabiskan hari tuanya, dan Noni kemudian disekolahkan di Bandung. Sementara ayah Kugy tetap tinggal di Jakarta bersama keluarganya." (halaman 8)

            Pada kutipan di atas, penulis sangat tahu tentang masa lalu dan apa saja yang dirasakan tiap tokoh dalam novelnya. Tidak terpaku pada pelaku utama saja.

            Membahas dari segi ekstrinsiknya, dapat kita jumpai bahwa banyak pengaruh dari lingkungan penulis yang memberi dampak secara tidak langsung ke dalam novel ini. Seperti misalnya, nama salah satu pemeran utamanya, Keenan, diambil dari nama anak sulung penulis sendiri. Nama anak Dewi Lestari adalah Keenan Avalokita Kirana. Selain itu, Dewi Lestari yang lahir pada tahun 1995 tentunya tahu betul bagaimana kondisi sosial dan teknologi pada masa itu. Hal ini tentunya membawa pengaruh ke dalam novel yang berlatarkan pada tahun 1999-an ini. Sebagai contoh, masih maraknya penggunaan telepon rumah pada masa itu, dan pada masa itu pula, ponsel pintar belum ditemukan. Itulah mengapa, kita tidak akan menemukan adanya penggunaan ponsel pintar di dalam novel ini.

            Novel ini juga sarat akan amanat hidup yang dapat dipetik di dalamnya. Novel ini mengajarkan kita agar menjadi diri kita sendiri, apapun keadaannya; jangan pernah menyerah dalam menggapai mimpi, dan masih banyak lagi. Sudah menjadi tugas kita sebagai pembaca agar dapat menyaring hal-hal baik yang kita dapatkan dari sebuah karya, baik itu sebuah novel, cerpen, puisi, maupun karya-karya lainnya. Setelah itu, kita wajib menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Referensi: Novel "Perahu Kertas"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun