Bukan rahasia lagi, sebagai corong yang diberi tugas untuk menaikkan elektabilitas, buzzer selalu hadir untuk menjustifikasi berbagai kiprah para tokoh dan partai politik tertentu. Hal itu akan semakin gencar terutama disaat-saat mendekati perhelatan pesta suksesi politik.
Sebagai penggiat sosmed, Buzzer termasuk yang paling viral mengingat jumlah mereka tidak sedikit. Keberadaannya masih ditambah dengan sejumlah akun bodong yang mereka ciptakan agar saling terkait satu sama lain dalam dukungan yang solid. Bahkan sekarang ada pihak yang mengaku menjadi relawan Buzzer alias tidak berbayar.
Entahlah, jika ada buzzer polos yang bersedia mengaku melakoni profesi tersebut, terutama pada saat masih aktif, merupakan langkah sengaja memberi kesan bahwa buzzer adalah profesi yang mulia dan pantas dibanggakan.
Tentu saja, upaya itu tidak salah karena pekerjaan menaikkan elektabilitas tokoh atau partai bukan pekerjaan mudah. Hanya bisa dilakukan oleh sebagian orang yang memiliki sumber daya (human resources) yang cukup tinggi. Semisal, kemampuan meyakinkan orang dengan tulisan, membangun jaringan (social networking) baik di dunia nyata  maupun di dunia maya, mengakses informasi terkini, ketokohan di masyarakat dan segudang kelebihan yang wajib dimiliki agar tidak gagap mengahadapi masalah apa saja. Untuk itulah sehingga buzzer mesti berasal dari berbagai profesi dan keahlian tertentu.
Upaya gigih para buzzer sebetulnya bukan hanya dinikmati oleh tokoh dan partai politik semata, akan tetapi berguna untuk masyarakat luas. Berbagai cara buzzer dapat menyuguhkan figure tokoh tertentu untuk membantu masyarakat mengenalinya.
Hal itu amat berguna karena tidak sedikit masyarakat (konstituen) yang belum mengenal tokoh nasional maupun lokal yang akan diusung menjadi pemimpin.Â
Kenyataan itu, sesungguhnya bukan sepenuhnya atas keterbatasan konstiuen tetapi justru karena kurangnya peran partai politik memperkenalkan kadernya.Â
Kalo mau jujur, itu merupakan kelemahan partai dalam proses pengaderan. Calon yang diajukan selama ini, tidak sedikit merupakan figur jadi yang dicomot di tengah jalan.
Buzzer juga, dapat menyosialisasikan program unggulan Parpol dengan lebih massif. Â Mungkin sebelumnya telah disosialisasikan secara internal oleh Parpol, namun belum tentu, terinternalisasi dengan baik di masyarakat sehingga tingkat dukungan public masih relativ terbatas. Untuk itu, keberadaan Buzzer diharapkan lebih meningkatkan pemahaman dan dukungan public terhadap program-program unggulan tersebut. Â
Dengan demikian, keberadaan buzzer yang mempertegas asas penting mewujudkan cita-cita dan program Parpol meski berbeda dengan arah perjuangan Parpol lain merupakan persentuhan yang wajar dan sehat. Hal itu adalah bagian proses pendidikan politik yang diharapkan untuk mendewasakan demokrasi.
Apakah tugas buzzer berhenti sampai di situ, yakni menaikkan elektabilitas? Ternyata tidak, faktanya masih banyak yang berupaya secara sengaja memberi kesan buruk atau kampanye hitam (black campaign) pada lawan politik dari para tokoh dan parpol yang diusungnya.