Mohon tunggu...
Muhammad Muhajir Aminy
Muhammad Muhajir Aminy Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kesesuaian Akad Tabarru' pada Asuransi Syariah dan Praktiknya

28 Juli 2016   17:17 Diperbarui: 28 Juli 2016   22:55 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://tipsindonesia.com/wp-content/uploads/2014/07/asuransi-syariah-1.jpg

Seharian penuh ini saya ‘mantengin’ akun fanspage Riba Crisis Center yang sering membahas praktek transaksi ribawi kontemporer di Indonesia. Hari ini cukup ramai, karena pembahasan masuk ke dalam salah satu lembaga keuangan syariah, yaitu asuransi syariah. Pro kontra pun terjadi antara user facebook yang terdiri dari orang awam, korban, bahkan agen-agen asuransi yang dikatakan syariah.

Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas diperbolehkannya asuransi atau tidak, khususnya asuransi syariah yang notabene masih tergolong baru seiring perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Saya hanya akan membahas penggunaan akad yang dipakai dengan prakteknya di lapangan, tentunya sesuai kapasitas dan keilmuan saya. Dalil pun tidak saya gunakan karena saya tidak melihat dari sisi halal haramnya asuransi, namun kesesuaian akad yang disepakati dengan implementasinya. Tidak perlu membahas yang konvensional karena jelas tidak difatwakan halal oleh DSN MUI.

Asuransi syariah pada dasarnya menggunakan akad tabarru’ atau tolong menolong. Dimana dalam akad tersebut tidak dengan tujuan bisnis, namun sosial. Secara logika, tolong menolong adalah aktivitas dengan tujuan sosial dan tidak untuk meraup keuntungan. Misalnya si A membantu si B, maka si A tidak akan mengharapkan si B agar mengembalikan apa yang telah ia berikan. Inilah yang disebut dengan tolong menolong dengan keikhlasan, tanpa mengharapkan imbalan atas yang telah diberikan.

Pada prakteknya, ternyata akad tabarru’ atau tolong menolong di perusahaan asuransi ‘tidak murni’, karena nasabah mengharapkan keuntungan atas apa yang telah diberikan berupa premi asuransi. Ini adalah kesalahan pertama pada praktek asuransi syariah.

Selanjutnya apabila perusahaan asuransi syariah menggunakan akad tolong menolong, maka seharusnya tidak diikuti dengan praktek bisnis. Namun kebanyakan perusahaan asuransi memutar kembali uang premi nasabahnya pada beberapa bisnis investasi yang menjanjikan keuntungan tinggi. Maka disini ada kesalahpahaman akad yang digunakan, apakah akadnya adalah tabarru’ (tolong menolong) ataukah syirkah (kerjasama bisnis)?

Menurut saya, sistem asuransi memang lebih baik apabila dilakukan dalam sebuah kelompok kecil yang keseluruhan anggotanya ikut berasuransi dengan menunjuk seorang anggotanya untuk menyimpan dana premi dan tidak diputar pada berbagai aktivitas bisnis lainnya sehingga tidak terjadi kesalahan dalam praktek. Ketika ada anggota yang membutuhkan, maka dana premi yang telah dibayarkan tersebut bisa digunakan untuk keperluannya. Apabila masa asuransi telah selesai, maka sisa dana premi tersebut akan dibagikan secara merata kepada seluruh anggota. Ketika asuransi diserahkan pada lembaga, maka tujuan utamanya adalah keuntungan bisnis dan menyalahi konsep tabarru’ (tolong menolong).

Asuransi tidak bertujuan untuk mendapatkan keuntungan karena akad dasarnya adalah tolong menolong, sehingga hukum penerapan perputaran uang nasabah dalam suatu bisnis perlu dipertanyakan kembali. Agar lebih mudahnya saya akan memberikan contoh.

Pertama, Si A memberikan sejumlah uang kepada si B dengan niat menolong si B. Apakah si A perlu berharap kepada si B untuk dikembalikan kembali yang telah ia berikan tersebut? Ketika itu terjadi, maka ada yang salah dengan niat si A dalam menolong si B.

Kedua, apabila si B menggunakan uang yang diberikan si A untuk modal bisnis apakah salah? Tentu tidak karena itu sepenuhnya hak si B. Namun ketika si B berharap mendapatkan keuntungan dari bisnis yang dijalankan si A, maka itu bukan tolong menolong melainkan kerjasama usaha.

Terlepas dari halal haramnya asuransi syariah, pada dasarnya konsep asuransi sangat simpel, yaitu urunan anggota kelompok asuransi untuk perlindungan atas risiko yang akan dihadapi oleh masing-masing anggota. Namun menjadi sangat kompleks ketika sistem asuransi diserahkan kepada lembaga atau perusahaan karena mempertimbangkan unsur keuntungan, biaya operasional, dan lainnya sehingga perlu direkayasa sedemikian rupa, termasuk memutar dana nasabah ke dalam sektor-sektor bisnis yang menjanjikan return tinggi, agar dapat memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut serta demi keberlangsungan perusahaan asuransi itu sendiri. Wallahu a’lam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun