Mohon tunggu...
Muhammad Muhajir Aminy
Muhammad Muhajir Aminy Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Bank Syariah bagi Orang Awam

15 April 2016   20:42 Diperbarui: 25 April 2016   04:09 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keuangan syariah adalah salah satu cabang dari ilmu keuangan yang mulai dilirik oleh masyarakat dunia. Hal ini dikarenakan keuangan syariah mampu menjadi solusi dalam mengatasi krisis finansial di seluruh dunia. Hal ini terbukti dengan mulai banyaknya universitas-universitas di dunia, terutama di Eropa yang membuka jurusan khusus keuangan syariah dan menjadikan keuangan syariah sebagai salah satu topik risetnya. Sebut saja Durham University, salah satu kampus terkenal di Inggris yang telah berkontribusi besar dalam penelitian mengenai sistem keuangan syariah.

Salah satu industri keuangan syariah yang mulai populer saat ini adalah bank syariah. Hal ini dapat dilihat dengan mulai menjamurnya hasil spin off ataupun merupakan branch dari bank-bank konvensional. Sebut saja di negara kita tinggal, yaitu Indonesia. Bank syariah di negara kita tercinta ini mulai diminati pada tahun 1998, dimana pada saat itu terdapat satu musibah besar dalam sistem perekonomian Indonesia yang disebut krisis moneter. Salah satu penyebab dari krisis moneter ini adalah sistem perbankan Indonesia yang masih lemah, sehingga berdampak sistemik bagi seluruh bank di Indonesia. Pada saat itulah salah satu bank yang merupakan bank syariah pertama di Indonesia, yaitu Bank Muamalat tampil sebagai bank yang tetap kokoh menghadapi keadaan ini. Bank ini terbukti tampil prima disaat bank-bank konvensional lainnya mulai gulung tikar dikarenakan negative spread yang kebanyakan ada pada sistem bunga. Mulai dari situ sistem bank syariah mulai menjadi salah satu kajian populer di kalangan bankir, ekonom, dan berbagai pihak yang memiliki kepentingan.

Namun, tidak semua orang mampu memahami dengan baik mengenai sistem kedua bank tersebut. Banyak orang awam mengatakan kedua bank tersebut sama saja, hanya memiliki perbedaan dalam pelayanannya saja. Misalnya pegawai wanita bank syariah wajib menggunakan jilbab, sementara bank konvensional tidak. Begitu juga dengan sapaan awal masuk kantor bank, dimana pada bank syariah menggunakan ucapan “Assalamualaikum” sementara pada bank konvensional “Selamat Pagi” atau “Selamat Siang” saja. Selain itu, perbedaan paling mencolok adalah istilah yang digunakan. Misalnya, akad murabahah pada bank syariah disamakan dengan kredit, suku bunga bank disamakan dengan tingkat bagi hasil, dan lainnya. Setidaknya ada tidak hal yang merupakan perbedaan mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional, diantaranya adalah : 

1.       Akad

Akad sangat erat kaitannya dengan niat. Akad dalam perbankan akan terbentuk ketika niat sudah mantap. Akad yang paling sering digunakan dalam bank syariah adalah akad murabahah atau jual beli. Jual beli tentu merupakan akad yang berbeda dengan akad pinjam meminjam yang berlaku pada bank konvensional. Akad jual beli membolehkan penjualnya mendapatkan keuntungan, sementara akad pinjam meminjam tidak membolehkan yang memberikan pinjam untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan dalam pemberian pinjaman inilah yang dimaksud dengan riba yang dilarang oleh syariat Islam. Mengapa akad ini sangat penting? Bisa kita ibaratkan dengan sebuah pernikahan dengan perzinahan. Apakah yang membedakan antara keduanya? Akad.

2.       Penyaluran Dana Nasabah

Penyaluran dana nasabah adalah hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan oleh nasabah yang beragama Islam. Sudah diketahui bahwa melakukan hal-hal yang telah dilarang oleh syariat Islam adalah haram bagi muslimin di seluruh dunia. Umat muslim telah dilarang untuk memakan daging babi, meminum khamr atau minuman keras, berzina, dan lainnya. Pelarangan ini bukan hanya ketika melakukan aktivitas tersebut, namun juga membantunya. Sebagaimana suatu kebaikan yang mengalir menjadi amalan jariyah bukan hanya bagi pelakunya namun juga yang membantunya, maka dosa satu aktivitas yang haram juga bukan hanya ditanggung oleh pelakunya namun juga orang yang memudahkan jalannya aktivitas haram tersebut.

Memberikan pembiayaan dalam usaha yang haram, seperti: usaha yang berkaitan dengan daging babi, penjualan minuman keras, dan lainnya yang berkaitan dengan hal-hal yang dilarang oleh syariat Islam adalah sesuatu yang ditentang oleh bank syariah (syariah oriented). Namun hal ini tidak berlaku bagi bank konvensional, dimana seluruh usaha baik yang halal maupun yang haram diperbolehkan selama menguntungkan bank (profit oriented).

3.       Keuntungan Bank

Pengakuan terhadap keuntungan bank termasuk hal yang penting, karena dengan pengakuan yang benar maka dapat memberikan pemahaman yang baik bagi masyarakat awam. Selain perbedaan dalam akad, antara murabahah dengan pinjam meminjam memiliki perbedaan yang mendasar, yaitu pengakuan keuntungan bank. Bank konvensional menganggap keuntungan yang mereka peroleh sebagai hasil dari Time Value of Money (TVM). TVM adalah teori yang mengatakan bahwa nilai uang yang ada sekarang akan lebih tidak berharga ketimbang di waktu yang akan datang. Sebagai contoh, uang seribu rupiah hari ini dapat membeli satu bungkus mie instan. Beberapa tahun kedepan daya belinya pasti akan menurun, yang berarti uang seribu rupiah tersebut tidak dapat membeli satu bungkus mie instan. Keuntungan yang didapatkan oleh bank konvensional diakui sebagai imbalan atas pinjamannya dan ‘harga’ dari TVM.

Berbeda dengan bank konvensional, bank syariah mengakui keuntungan yang didapatkan dari akad murabahah sebagai keuntungan dalam jual beli dan opportunity cost yang hilang akibat memberikan pembiayaan kepada nasabah lending. Opportunity cost ini dapat didefinisikan sebagai biaya kesempatan yang hilang dalam sejumlah dana atau uang yang ada di bank dikarenakan telah memberikan pembiayaan kepada nasabah lending. Sebagai contoh, bank memiliki dana sebanyak 1 juta rupiah. Dana ini sebenarnya dapat diputar pada usaha X. Namun karena ada nasabah lending yang mengajukan pembiayaan, maka dana ini beralih dari yang tadinya direncanakan untuk usaha X kepada nasabah lending tersebut. Disitulah makna dari opportunity cost ini, yaitu kesempatan yang hilang untuk memutar dana pada usaha X disebabkan pembiayaan yang diajukan oleh nasabah lending.

Dengan penjabaran diatas, bukan berarti bank syariah memiliki kekurangan. Masih banyak kelemahan yang ada pada sistem bank syariah di Indonesia. Hal ini dikarenakan negara kita masih menganut dual-banking system, dimana sistem bank syariah dengan bank konvensional berjalan bersamaan. Bank syariah tidak dapat terlepas seratus persen dari bunga. Sebagai contoh dalam menentukan tingkat bagi hasil, bank syariah masih menggunkan metode income smoothing (perataan laba) yang tergantung dengan fluktuasi bunga. Namun kekurangan ini tidak seharusnya menjadi alasan masyarakat untuk memilih bank konvensional ketimbang bank syariah. Setidaknya ada segelintir orang yang telah berusaha untuk menghidupkan syariah dari sisi keuangan di negeri dengan mayoritas muslim ini, dan patut diapresiasi. Karena yang dihargai bukanlah hasilnya, namun usaha dan prosesnya.

 

artikel ini juga dipublikasikan di blog personal saya di www.muhajiralkhawarizmi.wordpress.com

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun