Mohon tunggu...
Andi MuhaiminDarwis
Andi MuhaiminDarwis Mohon Tunggu... Relawan - Menulislah. Sebelum kenangan indah terbuang sia-sia. Hargai hidupmu lebih dari siapapun itu.

Teknik Sipil 2015, Univ. Muhammadiyah Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tidak, Literasi Kita Tidak Kedua Terbawah

15 Juli 2019   12:10 Diperbarui: 15 Juli 2019   12:22 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Silahkan baca judul terlebih dahulu, kemudian pikirkan apa yang kira-kira akan saya tuliskan. Judul di atas sengaja saya buat untuk mengecek seberapa sering anda termakan clickbait.

National Institute for Literacy menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan literasi adalah kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah dalam tingkat keahlian yang diperlukan oleh pekerjaan, keluarga dan masyarakat. Dalam menilai kapasitas seseorang, meski bukan menjadi faktor tunggal, person yang lebih giat berliterasi tentunya memiliki tingkatan lebih di atas daripada yang lainnya.

Di Makassar, Sulawesi Selatan, awalnya saya merasa bahwa masyarakat belum terlalu giat dalam aktifitas literasi. Namun, melihat antusiasme masyarakat pada acara Makassar International Writers Festival membuat saya harus menilai dan mempertimbangkan ulang  tentang tingkat literasi masyarakat.  Secara logika, acara tersebut tak mungkin dihadiri oleh ribuan orang jika tak mereka tak terlibat dan bersentuhan dengan agenda-agenda literasi. Menjamurnya komunitas-komunitas dan ruang-ruang baca juga mesti menjadi entitas serius dalam mengurutkan peringkat literasi.

The World National Literate Study yang mengatakan bahwa peringkat literasi kita adalah pada posisi 60 dari 61 negara, mengambil data dari PISA (The Programme for International Student Assesment) pada tahun 2016 dengan melibatkan pelajar umur 15 tahun sebagai objek. Indikator penilaian mereka ialah kemampuan membaca, berhitung, dan pengetahuan sains sekolah.

Menurut hemat saya, survey tersebut kurang relevan dan tidak dapat merepresentasikan tingkat literasi Indonesia, sebab  literasi tak dapat disempitkan hanya kepada ilmu-ilmu eksak. Kehadiran sosok-sosok penyair menjadikan novel dan karya fiksi lainnya menjadi trend baru bagi pelajar umur 15 tahunan.  Apakah kita tidak harus mengklasifikasikan novel dan karya fiksi lainnya sebagai bagian dari literasi? Sedangkan buku-buku fiksi itulah yang menjadi best seller di toko buku.

Kemudian yang kedua, berdasarkan laporan "Skills Matters" yang dirilis oleh OECD pada tahun 2016, berdasarkan tes PIAAC (The Programme for the International Assesment of Adult Competencies), tingkat literasi orang dewasa Indonesia berada pada posisi terendah dari 40 negara yang mengikuti program ini. Metode mereka adalah dengan memberikan level atau kelas. Level  4 dan 5 artinya baik, sedangkan level 3 cukup. Orang-orang yang berada pada level 4 dan 5 ialah mereka yang dianggap bisa menafsirkan, mengintegrasikan, dan mensintesis informasi dari sebuah teks yang panjang. Level 3 ialah orang-orang yang dianggap dapat menemukan informasi dari teks yang panjang. Mencengangkan melihat hasilnya, bahwa hanya 1% dari orang dewasa di Jakarta yang memiliki tingkat literasi yang memadai (level 4 dan 5), sedangkan 5.4% memiliki tingkat literasi level 3.

Survey di atas sepertinya juga belum menggambarkan tingkat literasi Indonesia.  Jika indikatornya ialah hanya karena dapat menangkan informasi dari sebuah teks yang panjang, maka saya melihat bahwa ini hanyalah penilaian konsentrasi. Dan segala hal yang menyangkut informasi-informasi yang to the point serta ringkas, ialah sebuah kemunduran dari literasi. Yah, mungkin saja termasuk quotes-quotes yang beredar luar di masyarakat.

Dilansir pustakamu.id, telah terdapat sekitar 1052 komunitas literasi pada tahun 2017. Keluasan makna dari literasi membuat literasi itu sendiri tak relevan bila dikerucutkan pada satu indikator. Perkembangan dunia digital memungkinkan seseorang membaca melalui laptop dan gawai. Tak hanya itu, menulispun tak lagi memerlukan pena untuk bergerilya pada kertas putih. Klasifikasi genre dan jenisnya juga berbeda. Bagaimana jika menulis dan menghafal AlQuran? Apakah ratusan penghafal tak masuk ke dalam agenda literasi? Apakah pendakwah dan yang didakwahi juga tak masuk dalam agenda literasi?

Tidak. Tingkat literasi kita tidak kedua terbawah. Indonesia mengalami percepatan literasi yang baik. Hanya saja, perkembangan literasi kita tak masuk dalam indikator yang diinginkan dunia. Tak usah terlalu cemas. Anda yang membacapun telah masuk sebagai partisipator dalam aktifitas literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun