Mohon tunggu...
Andi MuhaiminDarwis
Andi MuhaiminDarwis Mohon Tunggu... Relawan - Menulislah. Sebelum kenangan indah terbuang sia-sia. Hargai hidupmu lebih dari siapapun itu.

Teknik Sipil 2015, Univ. Muhammadiyah Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Orang Tua, Motivator Sedekah Utama

16 Mei 2019   17:30 Diperbarui: 16 Mei 2019   17:31 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada pelajaran berharga pagi ini. Dari seorang Ibu, tanpa metode mendikte ala emak-emak.

Pagi tadi, aku mencoba membujuk Ibuku agar dapat membantu memberikan hidangan buka puasa bagi anak-anak di salah satu panti di Kota Makassar.

Dengan tersenyum, Ibu seketika memberikan uang beberapa lembar agar dapat kugunakan sebagaimana mestinya.

Kuambil, lalu secepat kilat keluar dari kamarnya yang dingin di subuh hari. Menyembunyikan raut wajahku yang terharu. Dari banyak bantuan yang diberikan, baru kali ini yang betul-betul menghentak sanubari.

Sejak kecil, Orang tuaku mendidik anak-anaknya dengan begitu sederhana. Kenginan anaknya yang bersifat materi, sebisa mungkin dihindari dengan dalih tak memiliki uang. Teringat akan sepatuku yang robek sewaktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Meminta sepatu baru seperti mencari akhir dari serial One Piece. Berbelit-belit; berkalut-kalut; entah kapan berakhirnya.

Namun, jika ada permintaan sumbangan dan sedekah dari masjid terdekat hingga yang jauh, dari panti asuhan terjangkau hingga terpencil, maka keduanya tak sungkan memberikan. Justru terkadang menambahkannya. Bergantung pada sesulit apa kondisi orang yang datang pada saat itu. Kadang ini yang membuatku memberontak tak karuan. Sepatu yang tak lebih dari Rp.100.000, tak diberikan meski sudah tak stabil untuk dijadikan pijakan. Sementara panti asuhan dan masjid yang lebih dari itu justru diberikan secara cuma-cuma.

MasyaAllah, pesan eksplisit itu baru dapat terserap logika dengan baik di umur lebih dari 20 tahun.

Betul-betul mengharukan melihat Orang tua yang menganggap harta hanyalah titipan. Bukan warisan. Untuk disedekahkan. Bukan untuk dipamerkan. Apalagi hanya untuk adu keren-kerenan.

Melalui kejadian ini, saya teringat akan potongan surah Al Imran ayat 134:

"Yaitu orang yang menginfakkan hartanya di lapang maupun sempit..."

Juga teringat suatu kutipan dalam buku Melihat Kebaikan Dari Segala Sisi, bahwa rezeki berupa materi adalah harta yang kita dapatkan setelah kita menginfakkan sebagiannya terlebih dahulu.

Secara tersirat, Orang tuaku ingin membagikan pesan ini kepada siapapun itu, terkhusus kepada anak yang ia pertanggungjawabkan di akhirat. Akhir kisah hidup yang berat. Akhir kisah pemikiran moderat. Semoga senantiasa kuteruskan perilaku baik ini, sebagai pengabdian kepadaNya, begitu pula kepadamu.

Jelas kucerna, bahwa Sapi yang dipotong ribuan ekor di akhir Ramadan tak pernah habis karena sedekah. Begitupun harta, semakin disumbangkan maka semakin ia bercucuran. Tak ada yang miskin karena bersedekah.

Mari bersedekah agar tak menjadi seorang yang disinggung dalam surah Al Fajr ayat 20 :

"Wa Tuhibbunal Maala Hubban Jamma"

Dan mereka mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.

Mungkin masih banyak lagi pesan Orang tua yang belum tersampaikan. Saya yakin semua Orang tua berpesan yang sama kepada anaknya. Bergantung dari pendekatan dan daya tangkap masing-masing anak.

Tak perlu jauh-jauh, pendidikan diawali dari keluarga. 

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun