Mohon tunggu...
Andi MuhaiminDarwis
Andi MuhaiminDarwis Mohon Tunggu... Relawan - Menulislah. Sebelum kenangan indah terbuang sia-sia. Hargai hidupmu lebih dari siapapun itu.

Teknik Sipil 2015, Univ. Muhammadiyah Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Evaluasi kinerja Komnas HAM : Hak Asasi Manusia dan Kekeliruan Kerangka Berpikir

8 Maret 2019   14:16 Diperbarui: 8 Maret 2019   14:41 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal yang dianggap benar tetap harus dievaluasi secara temporer. Semakin dia bertahan, semakin ia mendekati kebenaran. Suatu hal tak akan menjadi sebuah kebenaran tanpa proses evaluasi mendalam.

Maraknya bencana akhir-akhir ini mengajak saya untuk merenungi secara komprehensif problem sosial masyarakat, yang tentunya sedikit atau banyaknya akan mempengaruhi besar atau kecilnya bencana. Saya yakin bahwa gagasan tersebut merupakan kesepakatan setiap keyakinan yang merupakan implementasi dari sebuah keimanan masing-masing umat beragama. Telah kita sepakati bersama bahwa selain dari kehendakNya, maka tokoh selanjutnya yang juga memiliki andil dalam hal ini adalah manusia. Semua agama menilai bahwa, jika manusia telah masuk kepada fase kebobrokan, maka bencana ataupun kiamat menjadi sebuah keniscayaan.

Di Indonesia sendiri, membuat peraturan tentang hak dan kewajiban manusia agar tidak terjadi penyimpangan dan perebutan hak individu terhadap yang lainnya adalah hal yang dinantikan dari dahulu kala. Dari perkumpulan Boedi Oetomo, Serikat Islam, sampai Indische Partij, semua menginginkan aturan baku dan tertulis untuk kemerdekaan manusia, di saat norma non-tekstual sudah tidak lagi menjadi kunci kerukunan.

Pemikiran tersebut terus terngiang seiring jutaan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) terjadi di Indonesia. Sebagai kado untuk rakyat, maka pada tanggal 7 Juni 1993 dibentuklah KOMNAS (Komisi Nasional) HAM. Dibentuk atas dasar kesepakatan rakyat Indonesia sebagai langkah preventif untuk pelanggaran yang lebih banyak lagi.

Semenjak terbentuknya KOMNAS HAM, perlu kita apresiasi bersama bahwa lembaga ini bekerja cukup baik karena banyak melahirkan peraturan tegas dan jelas mengenai problem kemanusiaan di Indonesia sebagai dasar fundamental manusia dalam berhak dan berkewajiban kaitannya dengan hukum. Sehingga praktik penindasan secara gamblang tidak lagi terjadi, kekerasan terhadap individu juga dapat diberikan hukum dengan dasar yang jelas. Bisa dibayangkan bila tak ada peraturan semacam ini di Indonesia. Mutilasi tetap saja menjadi hal yang dikecam masyarakat tetapi hanya sebatas itu, penculikan juga tetap saja menjadi hal yang ditangisi masyarakat namun tidak diaminkan oleh petugas dan penegak hukum.

Seiring bergulirnya zaman, maka KOMNAS HAM mau tidak mau harus membuat formulasi hukum terbaru di tengah permasalahan kemanusiaan di Indonesia yang beranak-pinak. Hal itu bertujuan agar KOMNAS HAM tetap menjadi pijakan orang-orang yang ingin mengadu. Sebagaimana yang kita ketahui, makin ke sini Indonesia makin diselimuti oleh problem kemanusiaan yang semakin tidak jelas arahnya. Berawal dari penculikan, penyelundupan manusia, pemerkosaan, penjualan bayi dan balita, penjualan organ, mutilasi, bahkan sampai kasus LGBT (Lesbian Guy Biseksual dan Transgender). Hal tersebut yang membuat negara ini samakin krisis akan moralitas. Kehidupan ini betul-betul dianggap sebagai sendagurau, sehingga nyawapun kadang melayang hanya karna sendagurau.

Pembaca yang terhormat, pemilihan presiden beberapa saat yang akan datang menjadi sorotan tersendiri bagi kinerja KOMNAS HAM. Bagaimana tidak, topik ini menjadi bagian dari debat pilpres kemarin. Dari berbagai prestasi KOMNAS HAM, ternyata tersimpan banyak kasus yang belum terselesaikan namun terkesan dipaksakan untuk disudahi.

Rupanya ada ironi HAM dibalik pesatnya zaman. Tuduhan pelanggaran HAM yang disematkan kepada Prabowo Subianto membuka catatan buruk KOMNAS HAM. Dari tahun 1998, kasus ini tak kunjung selesai dan masih menjadi pekerjaan rumah ataupun pekerjaan yang ditinggalkan di rumah oleh pihak yang bersangkutan. Sehingga hal ini menyulitkan beliau dalam setiap kampanye, meskipun beliau mengelak dan menantang.

Semestinya KOMNAS HAMlah yang bertanggung jawab atas ketidaknyamanan beliau selama 20 tahun lamanya. Lagipula Prabowo Subianto selama ini dengan tenang berada di Indonesia, mengapa tidak diproses? Sedikit lebih maju, siapa yang tidak mengetahui kasus Munir tahun 2004 yang disenandungkan oleh grup band Efek Rumah Kaca.

Hingga saat ini, semua pelaku masih belum diketahui meski telah dilakukan penyelidikan dengan waktu bertahun-bertahun. Novel Baswedan, seorang penyidik KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang disiram dengan air keras pada subuh hari 2 tahun yang lalupun belum menuai titik terang, hanya sekedar penjelasan kronologi.

Dari kasus di atas, saya dapat menilai bahwa KOMNAS HAM adalah lembaga yang adil kecuali untuk kasus di atas. Artinya apa? Kepentingan serta kekuatan masih berada satu titik di atas keadilan. Keadilan ada pada orang yang memiliki kepentingan dan kekuatan. Keadilan tidak akan didapatkan bagi siapa saja yang masuk pada daftar blacklist kalangan penting dan kuat.

Sebagai tambahan catatan, terdapat kekeliruan dalam memahami hak asasi manusia oleh orang-orang yang mengaku aktivis HAM. Pembelaan terhadap kaum LGBT adalah hal yang sebenarnya di luar dugaan manusia. Saya bingung dengan aktivis ini. Dalam agama Hindu, Buddha, Kristen, Konghucu, dan Islam, LGBT ini adalah hal yang terlarang. Lantas keyakinan mereka di kemanakan? Apakah di Indonesia sekarang kita perlu menghargai lagi yang namanya Atheis? Atau hanya saya yang baru tersadarkan bahwa KOMNAS HAM diisi oleh orang-orang Atheis?

Dari beberapa pencarian di jejaring sosial, saya juga mendapatkan opini dukungan terhadap PSK (Pekerja Seks Komersial) dengan alasan bahwa kita harus menghargai kebutuhan seksual seseorang. Logika mentah anomali. Seakan PSK adalah bagian dari cita-cita anak Indonesia.

Di kasus lain, guru yang mendidik murid dengan sedikit cubitan ternyata berbuah jeruji besi. Narapidana mantan koruptor dapat kembali menjadi pemimpin bagi rakyat yang jujur. Belum lagi, HAM sudah masuk ke ranah agama. Ceramah Jumat diintervensi, azan diredam, sampai permintaan kata kafir agar diperhalus atas dasar toleransi kemanusiaan.

Paparan di atas sudah memperjelas adanya indikasi bahwa, Pertama, HAM adalah lembaga (semestinya) adil yang dapat diintervensi oleh kepentingan kelompok tertentu sehingga mempengaruhi independensinya. Ini dapat terlihat dari banyaknya pembenaran yang dilontarkan ke publik.

Kedua, KOMNAS HAM dan aktivis-aktivis superiornya sudah mengalami kekeliruan kerangka berpikir. Bukannya membela hak asasi manusia, justru membuat manusia kebablasan serta jauh dari kodrat yang sebenarnya dan justru berbalik mencederai hak asasi manusia itu sendiri. Ketiga, kita disuguhkan dengan peraturan-peraturan HAM yang kemudian kita sepakati, lalu ditafsirkan sangat jauh berbeda dari ekspektasi, yang siapapun tidak akan menyangka hal itu. Sehingga kita dipaksa untuk menyetujui tafsiran mereka.

Pembaca yang terhormat, hak asasi manusia dan KOMNAS HAM adalah hal yang sangat mempengaruhi moralitas bangsa. Lembaga dan pemikiran tentang hal ini harus independen dan suci. Pergeseran norma bangsa ditentukan oleh perbedaan pandangan tentang hak asasi manusia dan kebijakan KOMNAS HAM. Lembaga ini juga membutuhkan masukan sebagai bentuk dukungan dari publik agar tidak berjalan sendirian.

Mari kita mengingatkan dan melindungi kesuciannya selayaknya kita menjaga negeri ini. Jika pahlawan dahulu kala berjuang dengan bambu runcing untuk mematahkan rusuk penjajah, mengapa tidak jika kita mematahkan argumen menyimpang oleh penjajah persepsi? Bukankah di tubuh kita masih mengalir darah pejuang?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun