Katanya tujuan kita kuliah atau sekolah itu buat cari ilmu. Tapi, kayaknya kita mungkin sekolah biar dapat nilai ujian sempurna saja.Â
Alasannya mungkin biar disayang orang tua, masuk sekolah favorit, kemudian ujung-ujungnya biar kita dapat jodoh yang bagus atau kerjaan yang bikin cepat kaya. Itu hanya sebuah persepsi saja sih...
Tapi seperti biasa mahasiswa Indonesia yang penuh inovasi dan kreativitas, pasti suka mikir "gimana caranya dapat untung sebesar-besarnya, dengan usaha sekecil-kecilnya". Dari situlah tercetus ide brilian yang bernama SISTEM KEBUT SEMALAM (SKS).
Hmm... tapi apakah SKS semujarab kata orang-orang atau pelajar Indonesia lainnya? Ayo kita telisik bersama-sama!
Pada dasarnya SKS merupakan sebuh metode yang mirip-mirip teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, di mana "porsi kerjaan untuk jangka waktu tertentu diselenggarakan dalam tempo sesingkat-singkatnya".
Tapi bedanya SKS hanya diselenggarakan semalam saja, persis seperti Bandung Bondowoso waktu bikin Candi Prambanan.
Biasannya, orang yang paling ahli melakukan SKS adalah mereka yang tergolong sebagai penunda atau pemalas untuk mengerjakan sesuatu hal.
Belajar sistem kebut semalam (SKS) tentu bukan hal yang asing lagi didengar, khususnya pada pelajar Indonesia.Â
Sudah bukan rahasia umum lagi jika banyak pelajar maupun mahasiswa yang tertarik dengan cara belajar tersebut.Â
Bukannya belajar dari jauh-jauh hari, pelajar justru berusaha menguasai materi dari awal pertemuan sampai akhir pertemuan hanya dalam waktu semalam. Apakah kalian pernah merasakan belajar dengan SKS?
Pastinya sebagai siswa atau mahasiswa saat mendapatkan sebuah tugas terkadang akan merasa malas mengerjakan, apalagi jika tenggat waktu yang diberikan cukup lama.Â
Alih-alih mempersiapkan dari jauh-jauh hari, kadang kita justru mengerjakannya dengan sistem kebut semalam atau SKS sebelum tenggat waktu yang diberikan berakhir.
Berhubung para penunda biasanya juga pakar ngeles, mereka sering beralasan bahwa "SKS bikin kita punya kemampuan super" dengan dalih situasi yang disebut The Power of Kepepet, biasannya akan memacu adanya hormon adrenalin yang meningkat, sehingga akan membuat pekerjaan menjadi lebih cepat selesai, dibandingkan dikerjakan jauh-jauh hari.
Namun, walaupun pekerjaan selesai tepat waktu perlu diperhatikan juga jika prinsip SKS (Sistem Kebut Semalam) tidak sesuai dengan kemampuan tubuh kita apalagi pelajar.Â
Di sisi lain efek adrenalin tersebut tidak bakal berlangsung lama. Tapi biasanya hanya menyisakan stress dan capek luar biasa.
Selain itu SKS punya efek samping yang tidak terelakan, yaitu begadang! Mungkin buat paginya jika mau ada ujian, begadang seakan menambah waktu belajar.Â
Tapi nyatanya belajar begadang hanya mengandalkan memori jangka pendek yang sifatnya sementara.Â
Belum lagi, begadang sebetulnya bikin otak capek. Sehingga paginya malah kita jadi tidak konsen dan pastinya ngantuk setengah mati.
Jadi... bener kata Rhoma Irama "jangan begadang kalau tiada artinya", istilah itu mungkin cocok untuk kaum-kaum begadang atau kalongers.Â
Tapi pernahkah kalian berpikir, kenapa SKS masih sering dilakukan oleh mahasiswa Indonesia, padahal dampak jeleknya banyak banget?
Banyak alasan mahasiswa lebih memilih menjalani belajar sistem kebut semalam. Salah satunya, kesibukan di luar akademik mengharuskan mahasiswa menjalani praktik ini.Â
Mahasiswa atau pelajar yang menerapkan SKS untuk mengerjakan tugas karena ada unsur prokrastinasi. Prokrastinasi adalah penundaan pengerjaan tugas secara berulang dan disengaja.
Namun, dalam dunia psikologi sifat menunda sangatlah akrab dengan istilah temporal discount. Artinya makin jauh jarak tenggat waktu suatu tugas, maka bakal kita anggap makin kurang penting.Â
Misalnya, seperti mahasiswa skripsian terasa belum penting kalau belum mepet tenggat waktunya.
Sebenarnya sifat menunda sangat wajar dialami oleh manusia, bahkan pelajar sekalipun. Hal ini dikarenakan dulu nenek moyang kita di alam liar kalau lapar, ya... tinggal berburu. Urusan hari itu ya dipikirkan saat itu juga. Cuma praktik SKS ini kadang emang masih kumat-kumatan.
Hingga kita dapat mengetahui, itulah masalah pendidikan Indonesia, selama ini sekolah atau perguruan tinggi menilai kepintaran siswa nyaris hanya berdasarkan nilai pelajaran saja. Intinya yang dilihat adalah jangka pendek, bukan jangka panjangnya.Â
Apalagi banyak sekali distraksi di dunia digital yang memberikan hadiah serba instan. Padahal kata pepatah kalau mau maju harus "bersusah-susah dahulu, baru bersenang-senang kemudian".Â
Sehingga sebagai mahasiswa kita harus sadar bahwa kehidupan dan kebutuhan manusia akan semakin kompleks, sehingga mau tidak kebutuhan harus kita rencanakan jauh-jauh hari, tidak menggunakan sistem kebut semalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H