Mohon tunggu...
Muh Nur Islam Nurdin
Muh Nur Islam Nurdin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Just Human.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Karakter sebagai Wujud Transformasi

2 Maret 2023   11:03 Diperbarui: 2 Maret 2023   11:15 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini dunia pendidikan kita disorot dengan banyaknya peristiwa amoral yang terjadi. Banyaknya peserta didik yang berani melawan guru menjadi hal yang kerap kali kita dapati dalam media sosial, begitupun sebaliknya oknum pendidik yang melakukan tindakan kekerasan dan pelecehan kepada siswanya. Belum lagi banyaknya kasus lain seperti korupsi bahkan sampai pembunuhan yang dilakukan oleh oknum tertentu yang notabenya merupakan output pendidikan, turut menambah kompleksnya masalah pada pendidikan kita. 

Nampaknya tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan memiliki budi pekerti yang luhur, masih sangat jauh dari harapan dapat dilihat dari banyaknya kejadian yang bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional yang dapat menjadi salah satu indikator kegagalan. Lantas yang menjadi pertanyaan, ada apa dengan pendidikan kita? Apa yang menyebabkan hal itu terjadi?

Pada kenyataannya pendidikan kita belum mampu menyentuh kesadaran dan membentuk manusia yang terdidik. Salah satu pemandangan sehari-hari yang menunjukkan hal tersebut adalah suasana lalu lintas di jalan raya. Tidak sedikit pengendara yang suka melawan arah bahkan melanggar rambu lalu lintas. Suasana di jalan raya yang tidak tertib merupakan salah satu cerminan dari keterbelakangan kita. Setelah lebih dari 77 tahun merdeka, iklim pendidikan yang kita kembangkan masih belum mampu membuat masyarakat mendidik dirinya sendiri untuk melakukan hal-hal yang sederhana sekalipun, yaitu menaati aturan lalu lintas. 

Contoh lain yang paling kasat mata adalah mengakarnya budaya korupsi padahal berdasarkan Survei majalah CEO World bekerja sama dengan in Global Business Policy Institute 2020 lalu mencatat Indonesia masuk dalam negara yang 98,7 persen penduduknya merasa religius dan sekaligus menempatkan Indonesia dalam 10 besar negara paling religius di dunia. Sesuatu yang sangat menjanggal, bagaimana suatu negara yang penduduknya merasa paling religius namun di sisi lain merupakan salah satu negara dengan kasus korupsi tertinggi di dunia.

 Hal tersebut menimbulkan kesenjangan antara pengakuan dan kenyataan. Sistem pendidikan belum mencapai hal-hal yang diharapkan untuk menjadi institusi yang berperan besar dalam mengembangkan karakter dan watak yang baik bagi masyarakat. Pendidikan belum berhasil mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan kita mungkin sudah mampu meningkatkan kecerdasan intelektual, tapi belum dengan kehidupannya. Karna banyak orang yang pintar dan cerdas, tetapi kehidupannya tidak cerdas dalam artian bahwa hidup dalam standarisasi etika yang rendah, kurang memiliki kepedulian, dan bahkan kurang memiliki rasa malu. Salah satu penyebabnya menurut penulis adalah institusi pendidikan kita mengalami reduksi dari lembaga pendidikan menjadi lembaga pelatihan.

Pendidikan dan pelatihan merupakan dua hal yang berbeda. Pelatihan berfokus kepada pengembangan keterampilan tertentu. Untuk melihat hasil pelatihan yang efektif, maka nontonlah sirkus. Pada sirkus kita akan melihat bagaimana lumba-lumba mampu melakukan gerakan akrobatik, monyet mampu menari, dst. 

Pelatihan juga banyak untuk manusia, seperti dalam bidang olahraga, banyak pelatihan dan pelatih. Ada pelatih sepak bola, pelatih senam, dst. Semua keterampilan yang ditampilkan oleh manusia dan hewan merupakan hasil kerja keras dari pelatih. Disini yang dipakai adalah istilah pelatih, bukan pendidik. Sementara untuk membentuk akhlak, budi pakerti dan karakter dipakai istilah pendidikan akhlak, pendidikan budi pakerti  dan pendidikan karakter. Jadi, pendidikan memiliki cakupan lebih luas yang bukan hanya mengembangkan potensi kecerdasan akal dan keterampilan, namun juga mengembangkan potensi budi yang ada pada setiap manusia. 

Secara umum watak atau karakter merupakan ranah utama dalam pendidikan yang harus dikembangkan. Program pendidikan yang tereduksi menjadi program pelatihan hanya akan menghasilkan lulusan yang memiliki kecerdasan berfikir, tapi tidak diikuti dengan kepakaan batin. Artinya ilmu hanya sampai pada otak, tidak menyentuh hati. Sehingga pada kenyataannya dia tau itu adalah hal yang baik namun tidak melakukannya, bahkan tidak sedikit justru melakukan hal yang berlawanan.

Sampai hari ini pemasalahan pendidikan yang berorientasi kepada pembentukan karakter dan budi pekerti masih menjadi hal yang terus diupayakan perbaikan didalamnya yang membutuhkan waktu sangat lama dan oleh karena itu kerja-kerja pendidikan merupakan kerja-kerja seumur hidup. Generasi selanjutnya diharapkan mampu untuk tumbuh dengan benar-benar mendapatkan pendidikan melalui penanaman karakter sejak dini sehingga generasi selanjutnya dapat tumbuh dengan nilai-nilai dan etika moral yang tinggi. Pendidik diharapkan untuk terus mengembangkan kapasitas dan kemampuannya, karna tidak ada pendidikan yang berhasil tanpa guru yang berkualitas dan terdidik.

Walohu a’lam bisshowab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun