Sebagaimana kita ketahui bahwa tujuan manusia di ciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah SWT semata, dengan menerapkan niat dalam hati, lalu bagaimana penerapan niat yang benar ?, segala amal perbuatan apa saja, perbuatan lahir atau bathin, baik yang mubah, sunnah, lebih lebih yang wajib, baik berhubungan dengan manusia, makan ,minum, bekerja, tidur, lebih lebih yang berhubungan dengan Allah, seperti, shalat, puasa, membaca Al Quran, supaya disertai niat ikhlas karena Allah semata.
Beribadah kepada Allah semata, tanpa pamrih apapun, baik pamrih duniawi, maupun ukhrawi, niat lillah penerapannya terbatas hanya untuk perbuatan yang tidak dilarang agama, tidak boleh diniati ibadah lillah untuk perbuatan perbuatan yang melanggar syariat yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain, justru perbuatan itu harus dijauhi, dan di dalam menjauhi tingkah laku yang melanggar itulah harus di niati ibadah karena Allah SWT. Masalah pamrih, harapan, dan keinginan, bekerja ingin kaya, sekolah ingin pintar, makan karena lapar, shalat, puasa, zakat, inginkan surga, takut siksaan neraka, takut sengsara, itu memang sewajarnya harus begitu, memang menjadi sifat basyariyah manusia, karena terdapatnya nafsu dalam diri manusia dan nafsu itu anugerah dari Allah SWT. Maka nafsu itulah yang harus diarahkan untuk “liya’ buduun” beribadah kepada Allah, jika tidak maka akan tertimbun nafsu kita, menjadi budak nafsu, penyembah nafsu, yang dapat menghancurkan manusia itu sendiri.
Maka setiap pamrih, keinginan keinginan tadi harus disertai niat ibadah lillah, jelasnya setiap shalat, puasa, zakat, haji, bekerja, makan, tidur, dan sebagainya, murnikan hanya beribadah karena Allah semata, tidak ada pamrih lagi, tapi jika masih ada pamrih, ketika shalat, puasa, dan lain lain, hanya ingin surga dan takut neraka, bekerja ingin kaya, belajar ingin pandai, makan karena lapar, arahkan pamrihnya itu karena Allah semata, misalnya, saya shalat ingin surga karena Allah, saya belajar ingin pandai karena Allah.
Bila sudah menerapkan lillah berarti telah melaksanakan pernyataan yang telah kita baca dalam shalat “inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil ‘alamin”, sudahkah senantiasa menerapkan lillah di dalam hati, dalam shalat, puasa, bekerja, makan, tidur ? kelihatannya kita shalat mengabdikan diri kepada Allah SWT, tapi nyatanya kita mempererat shalat untuk menyembah nafsu kita.
Di antara pondasi yang harus kita persiapkan ketika kita akan beramal ibadah, yang paling utama dan yang paling pertama adalah mengikhlaskan niat, sampai sampai para ulama’, Al Imam Al Bukhari ataupun Al Imam An Nawawi, mereka menempatkan hadits nomor satu di antara kitab kitab mereka, yaitu hadits tentang niat, seakan akan mereka mengingatkan diri mereka agar ketika menulis ( mulai menulis ) agar mengikhlaskan niat mereka dan juga mengingatkan kita sekalian, agar ketika mulai membaca ataupun ketika mau beramal, maka peerhatikanlah niat kita, apakah hadits tersebut ? sabda Nabi Muhammad SAW:
Sesungguhnya amal seseorang itu tergantung dengan niatnya.
Apa makna semua amalan tergantung dari niatnya ?
Yang pertama adalah bahwa seluruh amalan, di terima atau tidaknya di sisi Allah itu tergantung dari niat niat pelakunya, oleh karena itu, apabila kita membaca kelanjutan hadits tersebut, Nabi SAW memberikan contoh, beliau bersabda :
Dan bagi setiap orang balasannya sesuai dengan apa yang di niatkannya. Barangsiapa berhijrah dengan niat kepada Allah dan RasulNya, maka ia mendapatkan balasan hijrahnya kepada Allah dan RasulNya, dan barangsiapa berhijrah dengan niat kepada keuntungan dunia yang akan diperolehnya, atau wanita yang akan dinikahinya, maka (ia mendapatkan balasan) hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut”. (Hadist Riwayat Bukhari & Muslim)
Maka kita qiyaskan seluruh amalan, barangsiapa yang shalatnya adalah karena Allah, ikhlas maka diterima di sisi Allah, namun sebaliknya, barangsiapa yang melakukan itu karena selain Allah, karena ingin dipuji orang, karena tidak enak, karena sungkan, dan lain sebagainya, bukan karena Allah SWT, maka itulah yang akan dia dapatkan, tidak mendapatkan apa apa di sisi Allah SWT.
Yang kedua, semua amalan tergantung dari niatnya, maknanya adalah besar kecilnya pahala juga tergantung dari keikhlasan kita, oleh karena itu Al Imam Ibnu Mubarak pernah mengatakan, “Betapa banyak amalan yang terlihat kecil namun ternyata menjadi besar pahalanya di sisi Allah karena niatnya, dan betapa banyak amalan yang terlihat besar menjadi kecil di sisi Allah karena niatnya”. Bisa jadi ada dua orang yang sama sama melaksanakan ibadah shalat, misalnya dalam satu shaf bersebelahan, namun pahalanya bisa berbeda karena apa ? karena kadar keikhlasan dari masing masingnya.