Mohon tunggu...
Muh Fahrurozi
Muh Fahrurozi Mohon Tunggu... Human Resources - Penikmat Kopi

Hanya manusia biasa yang ingin mati dengan damai, sebab hidup adalah proses panjang dari bagaimana cara kita mati.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Skema Satu Provinsi-Satu Suara: Sebuah Refleksi Dejawanisasi Sistem Pilpres Indonesia

31 Oktober 2023   06:36 Diperbarui: 2 November 2023   00:20 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: MudaNews

Konteks politik Indonesia sebagai negara kesatuan, sudah seharusnya tidak hanya mencakup kepentingan dan realitas Pulau Jawa, melainkan seluruh aspek kehidupan di setiap daerah yang tergabung dalam NKRI. Berangkat dari latar belakang masalah yang dijelaskan sebelumnya, maka perlu dilakukan reformasi sistem pemilu dengan skema yang lebih baik; yang tidak hanya menyangkut tata cara teknis dalam pemilihan presiden, tetapi juga menjadi cermin dari semangat desentralisasi dan perwakilan seluruh Indonesia dalam ranah politik.

Salah satu tawaran yang menurut saya ideal adalah dengan menghapus sitem pemilu yang berbasiskan akumulasi suara mayoritas nasional menjadi berbasis 'Satu Provinsi, Satu Suara'. Dimana pemilihan umum pilpres dilakukan di tiap-tipa provinsi, kemudian kandidat dengan suara mayoritas di provinsi tersebut merepresentasikan satu suara di tingkat nasionalnya.

Misalnya Provinsi NTB dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT tahun 2024) sebanyak 3.918.291 pemilih, harus memilih salah satu dari tiga kandidat capres A, B atau C. Jika calon A menang suara mayoritas di Provinsi NTB, maka di tingkat nasional NTB mewakili satu suara Calon A. Sehingga dari 38 provinsi yang dimiliki Indonesia saat ini, calon presiden A minimal harus menang di 20 provinsi untuk bisa menjadi presiden (50+1 %).

Dengan skema ini kita akan mendapati bahwa keseluruhan Indonesia akan memiliki representasi yang lebih merata dalam menentukan keterpilihan, dan memastikan bahwa suara setiap daerah didengar dan diperhitungkan secara proporsional.

Reformasi ini akan memungkinkan tiap provinsi untuk memberikan kontribusi suara yang lebih seimbang dalam menentukan arah politik nasional; memberikan kesempatan bagi aspirasi dan kebutuhan setiap wilayah untuk didengar di tingkat nasional.

Salah satu negara yang memiliki sistem pemilihan presiden yang mirip dengan ide satu provinsi satu suara ini adalah Amerika Serikat. Mereka menggunakan bentuk negara federal yang masing-masing negara bagiannya mempunyai otonomi sendiri, namun jika ingin di bawa ke konteks Indonesia yang bentuk negaranya adalah negara kesatuan, maka representasinya dapat melalui keterwakilan provinsi tanpa harus mengubah bentuk negara menjadi negara federal.

Dengan cara itu, representasi suara dapat dilakukan dengan lebih merata untuk seluruh provinsi. Cara ini juga dapat memaksa kandidat presiden untuk berkampanye di seluruh negeri, bukan hanya di wilayah berpenduduk padat saja.

Implikasi Sistem Pemilu Presiden Skema Satu Provinsi-Satu Suara

Merubah suatu UU, terlebih UU Sistem Pemilu tentunya tidak akan mudah, dan mungkin saja dapat menimbulkan gejolak yang tidak kecil. Tapi sebagai hasil dari ide manusia, hampir tidak mungkin kita bisa membuat sebuah kebijakan sosial yang sempurna, pasti akan ada saja pro-kontranya. Namun yang pasti, kita perlu terus berusaha dan mengupayakan untuk menemukan sebuah bentuk terbaik dari sistem bernegara kita, termasuk dalam hal pemilihan pemimpin nasional.

Ada beberapa implikasi positif menurut saya yang bisa didapatkan dengan menggunakan sekema satu provinsi-satu suara, diataranya adalah dapat memperkuat kembali asas desentralisasi.

Bangsa kita memang telah mengadopsi asas desentralisasi dalam sistem pemerintahan sejak setelah peristiwa reformasi 98, namun belakangan ini sangat terasa bagaimana sentralisasi mulai dikembalikan; dimana keterlibatan pusat kembali menjadi lebih dominan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun