Pada zaman yang serba digital ini, teknologi menjadi sebuah alat yang membantu manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Semakin pesatnya perkembangan teknologi, tentunya manusia juga dituntut untuk peka terhadap sebuah perubahan yang terjadi. Sehingga dengan memiliki kemampuan yang beragam, manusia akan mampu beradaptasi dengan lingkuan yang ada.
Kecerdasan yang majemuk atau multiple intelegence merupakan kekuatan memahami perbedaan dan gaya pemahaman yang kontras. Menurut Howard Gardner, kita semua memliki berbagai tingkatan kecerdasan di berbagai bidang intelektual. Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa inteligensi bukanlah kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal tes IQ dalam ruang tertutup yang terlepas dari lingkungannya. Akan tetapi inteligensi memuat kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan yang nyata dan dalam situasi yang bermacam-macam.
Perkembangan teknologi yang sangat pesat juga telah membawa perubahan yang sangat besar bagi manusia. Tanpa disadari beberapa aktivitas manusia dibantu oleh teknologi. Dalam dunia pendidikan, teknologi digunakan sebagai alat yang membantu guru dan siswa dalam pembelajaran dikelas. Pendidikan dikatakan unggul jika ia dapat mengubah anak didik yang biasa-biasa saja menjadi luar biasa. Pendidikan dasar diberikan untuk meningkatkan potensi anak didik di berbagai macam kecerdasan (Multiple Intelligences). Setidaknya terdapat 8 kecerdasan yang perlu dimiliki anak didik, yaitu kecerdasan logis/matematis, linguistik, musikal, spasial, kinestetis, interpersonal, intrapenatura/is dan eksistansial.
 Multiple Intelligences pada pendidikan dasar diimplementasikan dalam pembelajaran yang berguna untuk mencukupi semua kebutuhan anak didik yang beragam. Pembelajaran tersebut adalah pembelajaran berdiferensiasi. Sistem pembelajaan berdiferensiasi dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi kemampuan anak, mencari strategi pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan anak, dan menyediakan objek belajar yang sesuai dengan kebutuhan anak didik. Hal ini membuat anak didik yang berkarakter dan berkemampuan intelektual yang baik.
Salah satu pendekatan untuk menangani kecerdasan ganda (multiple intelegences) adalah dengan melanjutkannya seperti biasa cara dengan perencanaan dan pengajaran, tetapi juga merencanakan berbagai kegiatan tindak lanjut, setiap set dalam domain kecerdasan yang berbeda. Ini dicontohkan oleh Tom Hoerr di Multiple Kecerdasan: Mengajar untuk Sukses (Hoerr 1996). Sehingga pendekatan aktivitas pembelajaran berbasis kecerdasan jamak di sini adalah berbagai bentuk aktivitas yang didesain untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan memfasilitasi berkembangnya kecerdasan jamak (multiple intelligences) peserta didik.
Sebelum memulai aktivitas pembelajaran, peserta didik diklasifikasikan berdasarkan jenis-jenis kecerdasan yang dimilikinya. Mengingat karena sebagian besar peserta didik dapat memiliki beberapa jenis kecerdasan yang berbeda, maka perlu diperhatikan untuk menghindari mengklasifikasi seorang anak hanya dalam satu jenis kecerdasan. Dalam merencanakan pembelajaran dengan menggunakan teori, kecerdasan jamak memerlukan analisa bagaimana cara mengajar yang dapat mengakomodir seluruh jenis kecerdasan yang dimiliki peserta didik. Berikut beberapa analisa yang dapat dilakukan guru:
- Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian siswa tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
- Mendorong dan menginspirasi siswa untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
- Mendiagnosis kesulitan belajar siswa sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.
- Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.
- Membangkitkan keterampilan siswa dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
- Mendorong partisipasi siswa dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
- Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
- Membiasakan siswa berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
- Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.
Selain itu, siswa juga memiliki kehebatan tersembunyi yang dapat diamati melalui kecerdasan jamak, atau ragam kecerdasan, gaya belajar, kesukaan belajar, dan multi talenta yang dimiliki. Gardner (2006) merumuskan seperangkat kecerdasan yang berbeda untuk setiap individu, yang ditampilkan menurut susunan intelektual tertentu. Dengan mengutip teori multiple intelligence, Pritchard (2014) mendeskripsikan sembilan kecerdasan yang menjadi fokus kajiannya, yaitu:
- Linguistik: kesenangan dengan membaca, berpuisi dan semua hal yang terkait sastra dan linguistik;
- Logis/matematis: kesenangan dengan matematika dan sains, permainan strategi dan pengejaran berbasis logika apa pun;
- Musikal: kesenangan dengan musik -- mendengarkan, bermain dan mungkin mengarang;
- Spasial/visual: kesenangan dengan gambar, permainan konstruksi, dan sentuhan teka-teki seperti jigsaw;
- Kinestetik: kesenangan dengan aktivitas yang melibatkan sentuhan dan gerakan, tarian, olahraga dan kegiatan praktis lainnya;
- Interpersonal: kesenangan dengan orang lain, komunikasi, kepemimpinan dan kemampuan untuk berempati, kesenangan dengan motivasi diri, tidak ada ketergantungan pada orang lain, kesadaran akan perasaan sendiri lebih dari perasaan orang lain sering dilihat sebagai rasa malu;
- Naturalistik: kesenangan dengan alam, dengan kemampuan dalam mengenali pola dan klasifikasi;
- Eksistensial: kesenangan dengan mengajukan dan memeriksa pertanyaan tentang hidup, mati dan hari akhir.
Pembelajaran berbasis kecerdasan jamak yang dikembangkan di sini lebih spesifik pada konsep masing-masing jenis kecerdasan itu, strategi pengidentifikasian dan pengembangan kecerdasan, sumber dan teknologi, serta lingkungan belajar yang memungkinkan masing kecerdasan itu dapat berkembang untuk mencapai kapasitas kemampuan yang sebenarnya.
Kehebatan tersembunyi (hidden excellence) yang dimiliki peserta didik juga dapat diamati dengan mempelajari gaya dan kesukaan belajar peserta didik. Harrington-Atkinson (2016) membedakan antara gaya belajar dan kesukaan belajar. Dimana gaya belajar digambarkan sebagai seperangkat faktor, perilaku, dan sikap yang memfasilitasi belajar bagi seorang individu dalam situasi tertentu. Sebaliknya, preferensi belajar adalah seperangkat kondisi yang berkaitan dengan pembelajaran yang paling kondusif untuk menyimpan informasi bagi seorang individu. Kondisi ini dapat mencakup atribut lingkungan, emosional, psikologis, fisik, dan bahkan sosial (Pritchard, 2014). Salah satu model gaya belajar yang banyak dirujuk oleh para ilmuan adalah model VARK yang merupakan akronim Visual, Auditory, Reading and writing, dan Kinesthetic learning styles.
Sumber:
Alan Pritchard (2009) Ways of Learning: Learning Theories and Learning