Mohon tunggu...
Ikky Z
Ikky Z Mohon Tunggu... Penulis - Writer/Jurnalis

Hobi saya adalah membaca, menulis, dan bermain bola. Saya juga tertarik sama isu-isu politik

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menyasar Sisi Emosional Pemilih, Pesan Politik Berbasis 'Emotional Appeal' Masih Relevan?

10 September 2024   12:02 Diperbarui: 10 September 2024   12:08 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, mengunggah pesan yang bermuara pada emosional atau yang kerap disebut sebagai emotional appeal rasa-rasanya menjadi senjata bagi para politisi. Morissan (2014) menjelaskan bahwa pesan yang biasa disebut emotional appeal merupakan pesan yang mempengaruhi seseorang kaitannya dalam politik ialah para pemilih untuk memilihnya dengan berusaha mempengaruhi rasa emosional seseorang.

Emotional appeals (daya tarik emosional) merupakan salah satu berusaha untuk memanfaatkan emosi positif (seperti humor, cinta, rasa bangga, rasa senang, dan sejenisnya) dan emosi negatif (seperti rasa takut, rasa bersalah, malu, tegang, sedih, waswas, dan seterusnya). Daya tarik emosional mendorong khalayak untuk menggunakan emosinya (Kertamukti, 2015).

Olehnya, menyasar pada sikap empati dan emosional seseorang adalah bagian upaya untuk menggiring asumsi bahwa kepedulian diberikan kepada mereka. Menurut Scudder (2016) dengan pergantian arah dalam teori demokrasi menjadi demokrasi deliberatif, muncul penekanan baru pada empati.

Empati sering disebut sebagai kapasitas emosional yang penting untuk keberhasilan dan peningkatan wacana demokratis, dengan kata lain, kualitas demokratis meningkat melalui interaksi komunikatif yang adil dan inklusif di antara warga negara. Empati dipandang sebagai salah satu dari sedikit "emosi yang baik"' sesuai dengan wacana rasional dan argumentasi yang beralasan.

Pendukung empati berargumentasi bahwa empati yang lebih besar di antara warga akan mempertahankan legitimasi demokratis dengan mendorong inklusivitas dalam komunikasi politik. Erat kaitannya dalam pesan-pesan para politisi, terlihat betapa mereka memanfaatkan sisi kemanusiaan para khalayak dengan mengupload konten-konten yang bersifat emosional seperti mengjenguk rakyat yang sakit, membantu mereka yang terkena banjir, hingga memberikan bantuan kepada masyarakat.

Mekanisme demikian tidaklah buruk, sebab dalam diri manusia ada sisi emosional yang positif dan bisa saja itu yang mereka tuju. Meskipun demikian, strategi politik seperti tidaklah sepenuhnya imoral. Namun, yang perlu juga ditekankan ialah para politisi harus menjunjung tinggi nilai kepedulian, terkhusus kepada masyarakat.

Bukan sekadar karena mendekati pemilu kemudian narasi dan sifat empat itu dimunculkan. Lebih dari itu, idealnya para politisi menggaungkan rasa peduli dan jiwa kemanusiaan samata karena tanggung jawab dan panggilan moral bukan karena hanya ingin kampanye dan pencitraan semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun