Mohon tunggu...
Ikky Z
Ikky Z Mohon Tunggu... Penulis - Writer/Jurnalis

Hobi saya adalah membaca, menulis, dan bermain bola. Saya juga tertarik sama isu-isu politik

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menuju Pilkada Serentak 2024, Wabah Money Politik dan Pemilih Pragmatis Masih Menghantui

29 Agustus 2024   12:50 Diperbarui: 29 Agustus 2024   12:52 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Money Politik/Istock

Salah satu ancaman terbesar suatu bangsa dan negara ialah saat terjadinya transaksi politik antara masyarakat dengan politisi. Ya, mungkin kalimat itu tidak berlebihan. Sebelumnya perlu ditelaah dulu, politik transaksional berarti politik dagang, ada yang menjual dan ada yang membeli.

Tentu semuanya membutuhkan alat pembayaran yang ditentukan bersama. Jika dalam jual-beli, maka alat pembayarannya biasanya berupa uang tunai. Pada praktik politik, jika terjadi politik transaksional, ada yang memberi uang dan ada yang menerima uang dalam transaksi politik tersebut.

Berkenaan dengan itu, saya ingin mengatakan jika ada politisi yang memberikan uang kepada masyarakat dengan harapan agar dipilih maka itu bagian dari transaksi politik dalam hal ini bagian dari money politik. Ada ironi terjadi dalam masyarakat. Dimana sangat sering saat berkampanye atau sosialisasi hal yang pertama kali ditanyakan kepada para politisi berapa uang yang akan diberikan dan sembako apa yang mereka bawa.

Fenomena ini mengindikasikan bahwa masyarakat sudah sangat pragmatis. Idealnya, jika ada para politisi yang menyambangi masyarakat harusnya yang ditanyakan adalah ide dan gagasan apa yang akan mereka tawarkan. Lantas bagaimana respon politisi, apakah mereka turut serta menjadi politisi yang pragmatis dengan menggunakan sistem money politik.

Kita memahami bahwa dalam politik tidak semua yang dialami itu harus diucapkan. Tetapi, akal sehat peneliti seakan-akan memberikan indikasi bahwa kampanye politik yang dilakukan sarat akan money politik. Jika memang hal demikian, bahwa para politisi mengikuti arus seperti yang diinginkan masyarakat, maka sudah bisa dikatakan bahwa negara sudah tidak baikbaik saja dan ini ancaman serius bagi demokrasi.

Secara logis, apabila politisi mengeluarkan uang yang banyak saat kampanye dalam hal ini money politik, sangat tidak mustahil jika mereka menduduki jabatan akan berupaya dengan semaksimal mungkin untuk mengembalikan uang yang telah mereka kelurakan sekaligus ini akan membuka jalan dan berpotensi terjadinya korupsi.

Bersamaan dengan itu, salah satu penyebab masyarakat menjadi pemilih pragmatis ialah kemiskinan dan ketidakadilan. Sejalan dengan itu, ekonomi dan kemiskinan menjadi faktor penyebab praktek politik uang masif terjadi. Jika membahas realitas sosial dan keyataanya kemiskinan dijadikan alat para elite dalam melakukan vote buying atau pembelian suara.

Masyarakat dengan ekonomi yang rendah dijadikan obyek eskploitasi didalam kepentingan politik para elite dan partai politik. Tetapi apapun itu, sangat disayangkan apabila ada sebagian atau sekelompok politisi yang melakukan praktik-praktik demikian. 

Sekalipun kemisikinan merupakan persoalan yang laten, namun secara etis dan hukum tidak dibenarkan dan diperbolehkan jika ada politisi yang memanfaatkan dan mengeksploitasi kemiskinan (kesenjangan ekonomi) masyarakat demi mendapatkan kekuasaan melalui apa yang disebut money politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun