Mohon tunggu...
Muh. Taufik
Muh. Taufik Mohon Tunggu... Wiraswasta - belajar dan terus belajar memperbaiki diri

berusaha selalu nyaman walaupun selalu dalam kekurangan

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Demi Allah", Aku Ngeri

28 Juli 2012   05:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:31 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_190730" align="alignleft" width="300" caption="koleksi pribadi"][/caption] Pagi, kamis tanggal 19 Juli 2012 di ruang pertemuan KPU Kab.Bantaeng, hadir 210 calon anggota PPS dan 40 orang calon PPK. Mereka datang untuk memenuhi undangan pelantikan setelah sebelumnya berjibaku bersaing dengan calon lainnya yang berminat.Ada ratusan orang pendaftar, entah mengapa tahun ini jumlah peminat penyelenggara Pemilu cukup banyak.Saat wawancara ada yang mengatakan semua ini ikhlas hanya untuk pengabdian. Tepat pukul 09.30, suara protokol berkumandang meminta hadirin untuk bersiap mengikuti jalannya upacara yang segera dimulai. Lagu Indonesia Raya menjadi pembuka yang sakral, hadirin diminta berdiri. Tak lama kemudian protokol mengumumkan pengangkatan sumpah. Konteks sumpah dimulai dengan frasa Demi Allah. Sesuai dengan isi pasal 54 UU No.15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, secara lengkapnya berbunyi : "Demi Allah,saya bersumpah/berjanji : Bahwa saya akan memenuhi tugas dan kewajiban saya sebagai anggota PPK/PPS dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. bahwa saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh,jujur,adil dan cermat demi suksesnya Pemilu Gubernur, tegaknya demokrasi dan keadilan,serta mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan". Saat sumpah akan dimulai, saya pun meninggalkan ruangan. Alasannya klasik 'tak ingin menjadi saksi'. Ya! Sumpah itu bagi penulis cukup berat. Keesokan harinya acara dilanjutkan dengan rapat kerja dan penulis kebagian materi tentang Kode Etik alias PKPU no.31 tahun 2008. Dalam materi itu penulis mengingatkan, bahwa kata-kata Demi Allah yang terdapat dalam sumpah bukan hanya sekedar pemanis belaka,tetapi mengandung makna akibat kelak setelah yang mengucapkan sumpah mati. Akan ada suatu Zat yang Maha Hebat yang akan menuntut pertanggung jawaban, karena namanya dipakai untuk meyakinkan Komisioner bahwa orang yang bersumpah benar-benar serius ingin mengabdi kepada negara dan bangsa. Saat itu peserta terdiam, mungkin baru sadar akan apa yang telah diucapkan. Bayangan rayuan petualang politik jelas sudah terbayang,tawaran menggiurkan sudah didepan mata, tapi sebagai penyelenggara harus sadar sumpah mereka disaksikan dan diterima langsung oleh yang Empunya Nama. Pemikiran peserta pun digiring pada kesadaran untuk tidak berbuat menyimpang, apalagi bekerja sama dengan petualang politik. Hal ini disengaja, karena kalau hanya sekedar menuntut janji mereka untuk setia, maka hal itu sudah terlalu lumrah, terlalu sering disaksikan diucapkan dimana-mana, sudah hambar tak berarti lagi. Oleh karena itu kesadaran sebagai hamba Allah lah yang di kedepankan. Perhitungannya jelas, kalau mereka masih sadar iman tentu masih ada rem sehingga otomatis isi dari PKPU tentang kode etik akan terlaksana. Penulis kadang berfikir, dengan banyaknya perilaku korupsi pejabat, nama baik Tuhan itu dikemanakan? Tidakkah mereka sadar bahwa Allah SWT akan marah karena namanya yang suci dibawa-bawa dalam kasus pencurian, kasus pelanggaran HAM, dan aneka macam kasus yang mewarnai republik ini? Demi Allah,aku ngeri membayangkan semua itu, karena itu kutinggalkan ruangan sewaktu kalian bersumpah. Aku tak mau menjadi saksi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun