Mohon tunggu...
Muh. Taufik
Muh. Taufik Mohon Tunggu... Wiraswasta - belajar dan terus belajar memperbaiki diri

berusaha selalu nyaman walaupun selalu dalam kekurangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Tuhan (Lebih Dulu) Berpuasa

24 Agustus 2010   06:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:45 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Marhaban ya Ramadhan.

Di Bantaeng, Ramadhan ku mulai dengan tausiyah dan doa bersama di Mesjid Agung. Terasa nian aura bulan suci. Pada usia 37 ini, baru kembali kurasakan "angin aneh" tapi menyejukkan itu, terakhir aku merasakannya sewaktu masih kelas 3 SMP.

Di mesjid-mesjid setiap malam khatib berceramah, baik yang khusyuk maupun yang banyak bergurau dalam ceramahnya bahkan ada da'i cilik yang tak mampu menyelesaikan ceramahnya. Mungkin kehabisan bahan. Tapi yang penting suasana Ramadhon meriah. Ok.

Tarwih dilakukan berjamaah dipimpin imam yang beragam, ada yang sedang-sedang saja, ada yang cepat bahkan ada yang khusyuk seolah-olah menikmati suaranya sendiri sehingga lupa bahwa dibelakang ada jamaah yang sudah udzur.

Mereka memaparkan tentang banyak hal yang mesti di tahan dibulan ini. Kita sama tahulah itu. Hanya saja saya jadi terpikir : "mengapa Tuhan menyuruh kita berpuasa?".

Kubuka kamus dan ku ingat kembali wejangan ustad Bakri, "dik, puasa itu artinya menahan segala keinginan".

Keinginan! kita manusia memang punya banyak keinginan bahkan selalu melampaui kebutuhan, apalagi yang memang punya bakat serakah. Pasti menderita dia.

Subuh ini, aku berdiri dari meja makan. Sayup-sayup suara dari TV. Seorang ustad terdengar membaca sebuah hadist,

"seandainya jika bukan karena binatang yang melata dimuka bumi dan bayi-bayi yang menyusui pada ibunya, sudah aku luluh lantakkan bumi dengan segala isinya karena dosa yang telah mereka lakukan." (maaf kalau salah redaksi). Artinya????

Tuhan sebegitu marahnya karena dosa kita manusia yang sudah melampaui batas, tetapi Allah SWT juga begitu sayang kepada kita. Allah menahan 'tangan-Nya' untuk tidak menghajar kita dengan kekuatan- Nya yang tak terbilang. Kita sudah terancam dihancurkan tapi kita masih juga tertawa-tawa membuat panjang daftar dosa, ada yang korupsi, merampok di bulan Ramadhan, main petasan, membuat ijazah palsu demi mewujudkan keserakahan dan ambisi berkuasa dll. Tapi Allah masih melihat ada sudut-sudut kehidupan yang pernah diciptakan-Nya yang masih menjadi pertimbangan Beliau menarik kembali murka-Nya.

Artinya apa, kita diperintah berpuasa karena Allah saja 'berpuasa' terhadap kita. Coba bayangkan kalau Allah yang sementara marah lantas 'berbuka'. Jadi dendenglah kita-kita ini.

Jadi berpuasa bukan hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban, mencari pahala, menyambung silaturahmi tapi juga untuk memahamkan kepada kita bahwa makna puasa itu untuk mengingat dan merenungkan kasih sayang Beliau kepada hamba-Nya. Makanya dalam bulan puasa kita dilarang sombong, ujub, angkuh dll kebodohan yang selalu menjadi sandangan kita.

Nafsu yang menggelegak kadang menjadi panutan dan kita jadikan guru dalam berfikir, bertindak, bernegosiasi, padahal hanya menipu. Coba lihatlah sekarang, bulan puasa ini mall-mall ramai, pasar penuh sesak lautan manusia yang berbelanja memenuhi kebutuhan nafsu belanjanya. Lalu dimana fungsi menahan nafsu itu.

Kan mestinya dibulan menahan nafsu ini, kita malah lebih irit. Toh kebutuhan makan kita tak seberapa. Setelah berbuka puasa, shalat tarawih kemudian tidur, makan sahur pun tak seberapa banyak.

Tak banyak aktifitaslah dimeja makan.

Tapi kenyataannya semangat menghabiskan tabungan lebih besar dari hari-hari biasa, modal tak cukup pegadaian pun jadi pilihan utama. Setan-setan kredit alias rentenir pun lebih semangat menawarkan jasa. Cukong-cukong makin kaya dan setelah lebaran kita pun pusing menghitung tumpukan utang dan kewalahan menerima tagihan tukang kredit yang menggunung. Sedangkan cukong, sumringah menghitung laba.

Kawan. Itu adalah bukti bahwa nafsu itu kalau tidak di ajar dan di atur dengan baik maka akan selalu menggiring kita dalam kesedihan. Tumpah ruah manusia dipasar membuktikan bahwa nafsu itu mengamuk jika ditahan. Hati-hati.

Yuk, mari kita saling mengingatkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun