____
AKHIR akhir ini, tiga kejadian serupa kembali terjadi. Aku melihat benda itu sendiri, seperti baru saja kehilangan kekasih.
Aku tak tega, sehingga baru kali ini aku sempat singgah. Fokus memandangi benda kecil itu yang kini telah ditinggalkan pemiliknya.
Kukeluarkan kamera lalu mengabadikannya. Sudah kuniatkan memang, kisah sederhana ini akan kutulis di kemudian hari.
Tiada hari yang kulewati tanpa berkendara. Tak jarang empat hingga enam jam sehari aku mengamati kelakuan pengendara di jalan raya.
Kadangkala, terbesit di hatiku sebuah prasangka:
"Kenapa ya kota ini semakin hari semakin padat? Jalanan serasa semakin menyempit."
Mobil pribadi dengan jumlah penumpang 2-3 orang dan penumpang pete pete yang semakin hari makin memprihatinkan.
Aku sedikit bingung bagaimana menghadapi pengendara yang saling berlomba membunyikan klaksonnya saat macet. Seakan telingaku dibuat bising saat itu.Â
***Â
Aku kembali mengingat benda kecil yang tak sengaja "dibuang" pemiliknya.
Kubayangkan seorang anak kecil baru saja tiba di rumahnya, seketika ia menegur orang tuanya.Â
"Ayah, bu. Kok sisa satu?"
Seketika ibu dan ayahnya menengok ke belakang. Mencari sesuatu yang tertinggal.
Rupanya sudah hilang ditelan entah.
Sepasang yang tertinggal itu, seketika pula dilepas dari kaki sang anak manja.
Ia lalu disimpan di ujung teras rumah. Atau berakhir di tempat sampah.
Sang anak bersedih, orang tuanya mengelus dada, benda yang seperti kehilangan kekasih itu pun kini tinggal sendiri, sunyi, sengsara, selama lamanya.
Hingga sang anak manja, kembali dibelikan yang baru oleh orang tuanya.
Gowa, Juli 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H