Di sebuah jembatan kecil yang tak jauh dari rumah, aku menulis sajak. Satu demi satu ketika sajak itu selesai kutulis, aku lantas membuang kertasnya ke bawah aliran sungai. Air mataku tak sanggup menahan perih. Semenjak mendengar kabar bahwa kau bunuh diri di jembatan ini, hatiku merasa ingin setiap waktu berada di sini. Berkomunikasi denganmu meski yang bisa kulakukan hanya dengan menulis rangkaian kata puitis. Bukankah itu kesukaanmu, kan?
Tiba tiba seseorang yang tidak kukenal datang dari ujung jembatan. Perlahan langkah kakinya mendekatiku. Dari jauh ia terlihat seperti seorang perempuan. Rambutnya putih dan berkacamata. Ketika sampai di depanku Ia membungkuk sambil menunjuk sungai yang tepat berada di bawah kami.Â
"Nak, 23 tahun silam seorang perempuan muda melahirkan di sini. Tapi karena ayahnya tidak jelas, ia lalu membuang bayinya ke sungai. Aku hanya menolong persalinan perempuan itu, Nak. Aku sempat melihat, bayinya perempuan, mirip sekali dengan ibunya."
"Nenek tahu siapa nama perempuan itu?"
"Su.. Su.. Su..su.. wan.."
Sebuah bayangan hadir di depanku. Aku yakin orang itu kini berada tepat di belakangku. Nenek tua itu tidak bisa melanjutkan kata katanya, ia seketika bisu dan anehnya nenek itu langsung melompat dari jembatan. Di akhir kata katanya aku sempat mendengar ia berkata ... ti, sebelum akhirnya suaranya hilang. Aku berbalik arah. Seorang lelaki melangkah cepat menjauhi tubuhku.Â
Tubuhku seketika tak mampu bergerak. Kepalaku dipenuhi tanda tanya. Antara ingin melanjutkan tidur atau langsung menuju kamar kecil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H