Makam sahabat Abu Darda tepat berada di tengah jalan umum untuk trem dan kendaraan lainnya. Di dalam bangunan yang letaknya di tengah jalan ini terdapat empat atau lima makam yang salah satunya milik Abu Darda'. Untuk sekaliber sahabat, menurut saya, makam ini kurang luas karena -menurut perkiraan saya-hanya mampu menampung sekitar 10 sampai 15 orang. Itu pun harus berdesakan. Di makam kami menyaksikan sekelompok orang Mesir yang sedang memainkan semacam rebana. Mungkin itu rutinitas mereka setiap malam untuk selalu meramaikan makam.
Waktu yang sudah larut malam, sekitar pukul 24.00, ternyata menyulitkan kami untuk mencari penginapan. Akhirnya, kami beranikan untuk bermalam di tepi pantai Alexandria. Sungguh! pengalaman yang seumur hidup baru kali ini saya alami, terlebih di negeri orang. Sebenarnya, di dekat pantai ada Hotel Sheraton, tapi bagi kami yang berstatus mahasiswa rasanya terlalu mewah dan bermegah-megahan.
Suara debur ombak pun membuat saya sulit tertidur. Hanya mampu mengantuk sambil duduk tertunduk. Embusan kencang angin laut serasa menyerang. Nasib! Perut saya terasa sakit. Rasa bingung menghantui, di mana saya harus membuang isi perut saya? Di laut? Ah, itu menakutkan! Akhirnya, saya putuskan untuk masuk ke Hotel Sheraton. Bukan untuk menginap, melainkan sekadar buang air besar. Bagi saya, ini benarbenar kesan yang sulit terlupakan. Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H