Dalam penyalinan naskah yang ingin diteliti, peneliti/filolog tidak dibolehkan memberikan penembahan atau pengurangan  pada teks matan, kecuali dengan satu ketentuan: yaitu  ketika dalam keadaan darurat dan demi keterbacaan teks tersebut. Disamping itu diharuskan juga untuk memberi tanda kurung serta  keterangan  pada footnote-nya.
 Disini  akan sisebutkan beberapa isyarat tentang  banyaknya kejadian terkait hilangnya teks dari beberapa kitab manuskrip, permasalahan ini dalam dunia manuskrip Arab hal ini lazim  di istilahkan  dengan  terjadinya Al-khurmu  "berubahnya  pandangan  dalam pembacaan", dikarenakan konsentrasi pengelihatan mata dari penyalin yang kurang jeli, tidak meneliti dengan maksimal dari satu kalimat ke kalimat yang lain yang sejenis, baik pada baris yang sama atau baris setelahnya. Contoh terjadinya corrupt ini  seperti yang terjadi pada naskah kitab Asbh wa Al-nazhir  karya Imam Assuyuti :
                       (  )
Pada kasus ini terjadi kejanggalan, dikarenakan kembalinya domir kepada mudzakkar memberi keraguan pada kebenaran teks diatas, hal ini dikuatkan jika disandingkan dengan  kitab aslinya Al-doh f illi nhwi  karya Al-zujjji, dalam kitab tersebut memperjelas bahwa apa yang tertulis pada kitab Asbh terdapat corrupt sehingga  mengakibatkan pemahaman yang kurang pas, adapun teks yang benarnya adalah sebagai berikut:
)) Â ))
Bregestraeser memberikan beberapa contoh yang banyak dari bacaan-bacaannya atas kejadian  penglihatan yang tidak fokus dalam membaca  dan efeknya  terhadap hilangnya beberapa teks. Sebagian dari kajian tentang masalah ini terdapat pada kitab  : Al-Thabaql al-Kabr karya Ibn Sa'ad 230 H, yang telah di publikasikan oleh para Orientalis Jerman., dan ini adalah apa yang kita telah baca dari dari salah satu karyanya yang tersimpan di perpustakaan Goota.  Â
Setelah  kami memeriksa  referensi teks yang lain,   di ketahui bahwa teks ini tidak benar, karena pada kitab yang aslinya tertulis:
                    "  "Â
Disini penulis telah menambahkan kalimat Al-asim yang pertama pada Al-Asim yang kedua, dan menggugurkan/membuang  susunan kalimat :  Â
 Masalah corrupt ini banyak terjadi pada bagian isnd (kumpulan dari nama-nama periwayat sampai pada orang yang mengucapkan perkataan tersebut), karena teks pada  isnd hanya menuliskan nama-nama orang  yang  tidak memiliki hubungan makna  dan tidak  merusak arti sebuah ungkapan ketika salah satu dari nama-nama itu gugur atau tidak disebut.
Terkait dengan masalah corrupt, sebagian cendiikiawan Muslim  sudah merangkum kajian ini pada karangan-karangannya, seperti Ibnu Khilkn yang mengistilahkannya dengan "al- ubur  min sthrin il sahtrin" .Â
Ibnu Khilkn menjelaskan perbandingan antara ulama salaf  dari beberapa manuskrip yang berbeda. ketika membahas  biografi Al-hmid,  pengarang kitab Jdwat al-muqtabis,  Ibnu Khilkn mengatakan bahawa Al-hamidi meninggal di Baghdad pada tahun 488 H, sementara Ibnu Samm'ni dalam kitab Al-Ansb menjelaskan bahwa Al-hamidi meninggal pada bulan safar 491H.  Â
Setelah crosscheck  dari kitab Adzl karya Ibn samma'ani ternyata  ditemukan bahwa Al-hamidi meninggal pada tahun 488H, dan di semayamkan di pemakaman Bb brz kemudian pada tahun491H, jenazah Al-hamidi dipindahkan ke pemakaman Bb hrb. Kesalahan yang terjadi  dikarenakan Abu hasan Ali ibin atsr aljazari (orang yang meringkas kitab Al-Ansb)  hanya mereferensikan risetnya pada kitab Al-Ansb saja tanpa melihat kitab Adzl, disamping kesalahan penukilan, mungkin Abu hasan Ali ibin atsr tidak teliti dalam menyalin teks tersebut, dengan melawati baris setelahnya tanpa disadari. Seperti sering terjadi di kalangan penyalin teks-teks manuskrip.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H