Setelah meminta pendapat dari dua orang suhu di dunia blogging dan tentunya dengan kembali mencerna baik-baik peristiwa yang baru saya alami dengan logika dan hati, saya memutuskan untuk tidak mau ikut-ikutan menulis di media serupa itu.
Anak-anak saya menjalani pendidikan di sekolah negeri jadi saya tahu tantangan besar sekolah negeri terkait dana pendidikan. Tagihan publikasi oleh media online bukanlah sama sekali pengeluaran prioritas dari sebuah sekolah negeri di antara banyaknya pengeluaran dan tagihan yang harus dibayarkan. Satu orang saja wartawan yang menagih, misalnya sebesar Rp300.000 saja bukanlah hal yang menyenangkan, terlebih jika yang menagih ada 10 media online.
Saya tak sampai hati menjadikan sekolah negeri sebagai sumber pemasukan keuangan saya. Seharusnya saya menulis dengan sukarela agar sekolah negeri mendapatkan publikasi yang bagus, bukannya ikut-ikutan meminta duit dari dana BOS yang seharusnya untuk kebutuhan pendidikan.
Saya yakin, pemilik bisnis dan pimred itu tidak mengetahui cara monetisasi blog pribadi yang selama ini saya jalankan, sebagaimana juga dijalankan oleh ribuan blogger di Indonesia. Kami bisa bertahan karena diawali dengan konsistensi, dibekali nilai-nilai, diteguhkan oleh integritas, dan didukung doa. Kami diwadahi oleh komunitas-komunitas dan bekerja sama dengan pihak ketiga untuk mendapatkan rezeki berupa uang atau materi.
Saya yakin, kami berada di jalur dengan orientasi berbeda. Saya tetap menulis jika dibayar ataupun tanpa dibayar sekali pun. Blog pribadi yang saya miliki takkan kehilangan konten jika tak ada tawaran kerja sama dari agensi, brand, komunitas, ataupun UMKM karena saya memang memiliki passion dalam dunia menulis.
Mereka pasti tak tahu betapa menyenangkannya selama lebih dari 10 tahun saya memiliki circle bloger-bloger yang punya nilai, integritas, konsisten, senantiasa punya kemauan untuk belajar, dan mengandalkan kekuatan doa untuk tetap eksis sebagai bloger.
Mereka pasti tak tahu rasanya menjadi blogger yang merdeka dari mental duit. Bukan karena tak menginginkan duit tetapi kami bisa memilah-milah jalan rezeki mana yang akan mendatangkan berkah dan mana yang tidak. Beginilah salah satu cara kami memaknai kemerdekaan dan pasti berbeda cara dengan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H