Para penenun bergantung kepada para pengusaha kain tenun. Mereka menerima pesanan yang ditentukan jenis kain, corak/motifnya, warna, dan jumlahnya. Seorang koordinator menghubungkan mereka dengan pengusaha seperti Kak Ida.
Namun pandemi memukul telak semuanya. Tak ada pemasukan sama sekali, bagaimana bisa bertahan hidup? Maka banyak penenun rela menjual hasil tenunnya dengan harga sangat rendah. Yang semula berkisar Rp200.000 -- Rp300.000 dijual Rp100.000 saja. Beberapa pengusaha kain tenun bersedia membeli dengan harga yang sangat miring tersebut namun tidak dengan Kak Ida.
Kak Ida lebih memilih memberikan pinjaman dari uang tabungan yang dipunyai atau membeli 1 saja dari sekitar 10 sarung tenun yang ditawarkan dengan harga normal, bukannya memborong sarung-sarung tenun Bugis itu. Tak tega memanfaatkan momen tersebut karena dirinya tahu para penenun sudah sangat merugi.
Sekarang ini banyak sekali penenun yang gulung tikar. Banyak yang susah sekali bangkit karena (di awal) pandemi mereka menjual dengan harga di bawah standard. Yang penting bagaimana mereka bisa makan dan bisa menyambung hidup soalnya saat itu pasar dan toko banyak yang tutup.
Hal demikian dituturkan Kak Ida kepada saya melalui pesan Whatsapp ketika saya bertanya tentang usahanya selama pandemi ini. Saya menangkap pesan yang tersirat bahwa keputusannya untuk tak membeli produk para penenun dengan harga miring adalah keputusan yang tepat.
Meski tak bisa membantu semuanya karena kondisinya juga sedang kesulitan, dengan memilih penenun mana yang bisa dibantu, Kak Ida tidak membuat penenun yang sedang terpuruk menjadi semakin terperosok.
Ibarat tengah tiarap, Aminah Akil Silk belum menambah produksi namun promosi masih tetap jalan di media sosial. Walaupun demikian tak ada penjualan, tagihan piutang pun tak bisa diperoleh karena semua orang sedang dalam kesulitan.
Pada masa itu, Kak Ida masih menyempatkan diri untuk menceritakan kesulitan mitranya kepada beberapa orang. Upaya membuahkan hasil dengan datangnya bantuan sembako dari sejumlah orang yang masih memiliki kemampuan dan kepedulian. Para penenun mendapatkan bantuan untuk bertahan hidup selama beberapa waktu.
Â
Ibarat Ikan yang Sudah Menggelepar di Dasar Sungai Dijatuhi Air Hujan
Â
Kalau saya bilang sih di situ Allah uji kesabaran ta', Allah uji bagaimana tawakkaltu ta' kepada Allah. Bagaimana kita harus menutupi ... bagaimana harus membayar pengeluaran yang sebelumnya pengeluaran tersebut sebenarnya bisa tertutupi tetapi karena adanya cancel sana sini tidak bisa.
Ucapan Kak Ida menimbulkan berbagai rasa, membayangkan bagaimana perjuangan bisnis yang dinamai sesuai nama pendiri (generasi pertama) dan nama ibu mertuanya (generasi kedua) itu.
Aminah Akil Silk berdiri tahun 1950-an dan banyak mengalami pengembangan dan inovasi sejak Kak Ida mendampingi suaminya dalam menjalankan proses pembuatan kain tenun Sengkang pada tahun 1990-an.